Dan tahukah
Bunda, kekurangan Zat Besi tersebut salah satunya disebabkan karena si Kecil
alergi atau tidak cocok terhadap protein susu sapi?
Kok bisa? Apa
hubungannya antara alergi terhadap protein susu sapi dengan kurangnya kandungan
Zat Besi di tubuh si Kecil?
Nah, minggu lalu,
tepatnya tanggal 31 Maret 2021, dalam rangka Pekan Alergi Dunia, permasalahan
di atas dibahas dalam Webinar yang bertemakan pentingnya kombinasi unik Zat
Besi dan Vitamin C untuk dukung si Kecil yang tidak cocok susu sapi untuk tetap
tumbuh maksimal. Webinar ini menghadirkan para pakar di bidangnya, yaitu Prof.
DR. Dr. Saptawati Bardosono - pakar gizi medik, juga Prof. DR. Budi Setiabudiawan,
dr., SpA(k), M.Kes. - konsultan alergi dan imunologi anak.
Materi pertama
webinar dipresentasikan oleh Prof. DR. Dr. Saptawati Bardosono, atau yang lebih
akrab dipanggil dengan sebutan Prof. Tati, seputar pentingnya pemenuhan Zat
Besi, akibat defisiensi Zat Besi, dampak terhadap tumbuh kembang anak serta
tata laksana untuk mengoptimalkan penyerapan Zat Besi
Di awal materi,
Prof. Tati menyampaikan data riset 2018 bahwa 1 dari 3 anak Indonesia yang
berusia dibawah 5 tahun mengalami anemia, serta 50-60% kasus anemia disebabkan akibat
defisiensi Zat Besi. Terlebih lagi, pada masa COVID-19, kecenderungan untuk
terjadinya kekurangan Zat Besi semakin terlihat. Menurut Prof. Tati, penelitian
yang dilakukan di akhir September 2020 di sebuah kawasan di daerah Jakarta
Timur, hampir 50% balita mengalami kurangnya asupan Zat Besi, dan lebih dari
40% mengalami anemia. Kontribusi anemia ini sendiri telah ditelaah dikarenakan mereka
tidak mengkonsumsi susu sapi.
Lebih lanjut,
Prof. Tati menyampaikan bahwa Zat Besi berperan penting dalam mendukung
perkembangan otak dan pertumbuhan fisik anak. Zat Besi ini berperan penting
dalam pembentukan selaput syaraf (myelinisasi) yang nantinya akan membantu
proses penerimaan informasi ke otak si Kecil. Sehingga jika pembentukannya
sempurna, tentunya informasi tersebut dapat diterima dan diolah oleh si Kecil
secara efisien, yang pada akhirnya dapat membantu meningkatkan proses
belajarnya. Zat Besi berada dalam bentuk hemoglobin di dalam sel-sel darah
merah yang mengalir dalam darah, dan berperan dalam membawa oksigen ke seluruh
bagian tubuh, agar tubuh dapat berfungsi optimal sehingga dapat mendukung
proses tumbuh kembang anak, untuk mereka siap untuk melakukan eksplorasi serta
melakukan pembelajaran.
Nah, bagaimana
jika si Kecil mengalami defisiensi Zat Besi? Menurut Prof, Tati, gejala yang
ditimbulkan karena kurangnya Zat Besi pada si Kecil dapat berupa gejala ringan hingga
gejala berat. Gejala ringan meliputi kondisi seperti si Kecil mudah lelah atau
kalau bahasanya Azka “lemot (a.k.a lemah otak)”, yang mengakibatkan si
Kecil sulit menerima instruksi dengan baik, atau juga mengalami gangguan
kognitif dan tidak bertenaga yang mengakibatkan si Kecil malas bermain atau
bergerak untuk tumbuh kembangnya. Sedangkan gejala berat meliputi anak tidak
nafsu makan yang mana hal ini dapat memperparah kondisi defisiensi Zat Besinya,
mengalami gangguan makan pica yaitu kondisi dimana anak senang mengkonsumsi
benda-benda bukan makanan ataupun makanan yang mempunyai nilai gizi rendah
seperti sering mengunyah es batu, dan jika kondisi defisiensi zat beri terus
berlanjut maka akan timbul anemia. Dan dikhawatirkan dalam jangka panjang,
dampaknya akan berpengaruh terhadap rendahnya prestasi akademik si Kecil, dapat
menimbulkan gangguan permanen pada motorik dan sensoriknya (gerak dan rasa), serta
menurunkan imunitas si Kecil sehingga mereka gampang terserang penyakit, dan dengan
demikian secara otomatis tumbuh kembangnya pun akan mengalami hambatan karena
oksigen di sel-sel tubuhnya berkurang.
Mengoptimalkan
Pemenuhan Kebutuhan Zat Besi si Kecil
Setelah
mengetahui pentingnya Zat Besi bagi tumbuh kembang si Kecil, bagaimana cara Bunda
dapat mengoptimalkan pemenuhan kebutuhan Zat Besi si Kecil melalui nutrisi
lengkap dan seimbang yang tinggi kandungan Zat Besi?
Pada webinar ini,
Prof. Tati berbagi tips bermanfaat melalui 3 upaya untuk mendukung kebutuhan Zat
Besi si Kecil. Apa saja itu?
1. Mengetahui
angka kecukupan Zat Besi
Sebagai
Bunda yang peduli, kita harus mengetahui berapa angka kecukupan Zat Besi yang
tepat untuk si Kecil. Menurut data, untuk anak usia 1-3 tahun, kebutuhan Zat
Besinya sekitar 7 miligram, sedangkan anak usia 3-5 tahun diperlukan sekitar 10
miligram.
2. Mengetahui
& memilih bahan makanan dengan kandungan Zat Besi tinggi
Kenapa
harus mengetahui ini? Ternyata walaupun sama-sama mengandung Zat Besi, ada yang
mudah diserap ada pula yang kurang mudah diserap saluran cerna. Jadi makanan
yang mengandung Zat Besi dibedakan dalam dua kelompok, yaitu kelompok HEME dan non-HEME.
Kelompok yang disebut pertama yaitu kelompok makanan yang Zat Besinya mudah
diserap, dan jenis yang masuk dalam kelompok ini adalah kebanyakan berasal dari
sumber hewani seperti daging, ikan, hati, seafood, dan lainnya. Adapun kelompok
non-HEME merupakan kebalikannya, yaitu yang kurang dapat diserap oleh saluran pencernaan,
dan kebanyakan berasal dari sumber nabati seperti sayur, buah, nasi, kacang-kacangan
dan susu yang difortifikasi dengan Zat Besi ataupun susu kedelai.
3. Mengetahui
& memahami senyawa penghambat & pendorong penyerapan Zat Besi.
“Makan tidak dianjurkan dengan minum teh.”
Bunda
perlu juga mengetahui senyawa-senyawa yang dapat menghambat ataupun membantu
penyerapan Zat Besi di saluran pencernaan, walaupun di awal telah disebutkan
bahwa kelompok HEME lebih mudah penyerapannya. Senyawa phytates yang banyak
terkandung dalam serealia (seperti gandum dan sereal) dan polyphenol (sayuran
dan herbal) dapat menghambat penyerapan Zat Besi secara optimal di saluran
cerna. Oleh sebab itulah mengapa misalnya minum teh tidak dianjurkan dengan
makan. Selain teh, makanan yang dapat menghambat penyerapan Zat Besi diantaranya
kopi, coklat, dan beberapa bumbu seperti oregano serta kalsium terutama yang
terkandung dalam susu atau produk susu. Sama seperti halnya teh, tidak
dianjurkan langsung minum susu setelah makan, karena kalsium susu dapat menghambat
penyerapan Zat Besi yak.
Sementara
itu, Vitamin C justru telah terbukti dapat meningkatkan penyerapan Zat Besi.
“Vitamin C mereduksi ion Fe3+ menjadi Fe2+.”
Mekanisme
peningkatan penyerapan Zat Besi oleh Vitamin C telah dipelajari para ahli. Zat
Besi masuk ke dalam tubuh dalam bentuk ion Fe3+ (ferro) yang sulit diserap
oleh saluran cerna. Supaya dapat mudah dicerna, ion ferro di dalam tubuh
mengalami reduksi menjadi ion Fe2+ (ferri), bentuk yang mudah
diserap tubuh. Nah, proses reduksi ion Fe3+ menjadi Fe2+
inilah yang melibatkan Vitamin C.
Tetapi
perlu diingat, Bunda, kombinasi unik yang optimum dari Vitamin C dan Zat Besi
ini ada aturannya, yaitu 2:1 dalam perbandingan Molar, atau sekitar 20 mg Vitamin
C dan 3 mg Zat Besi. Berdasarkan penelitian, dengan perbandingan molar ini,
penyerapan Zat Besi dapat mencapai 2x lipat. Adapun untuk konsumsi susu
berbasis soya, perbandingan Molar yang disarankan para ahli adalah 4:1.
Perbandingan yang tepat antara Zat Besi dan Vitamin C akan mengoptimalkan tumbuh
kembang si Kecil.
Terus, bagaimana
jika si Kecil mempunyai sensitifitas terhadap protein susu sapi? Benarkah si
Kecil yang tidak cocok susu sapi mempunyai risiko lebih besar terhadap
kekurangan Zat Besi? Nah, menurut Prof. DR. Budi Setiabudiawan, dr. SpA(K),
M.Kes., Bunda tidak perlu khawatir, karena dengan penanganan yang tepat, si
Kecil yang mempunyai bakat alergi tetap dapat bertumbuh kembang secara normal
dan optimal.
Bakat
Alergi Meningkatkan Risiko Kekurangan Zat Besi
Ini bagian materi
webinar yang saya tunggu, mengenai alergi pada anak serta risiko terhadap
tumbuh kembangnya. Anak saya, Azka, dari kecil mengalami alergi terhadap
beberapa makanan dan minuman, seafood dan udara dingin. Walaupun sekarang Azka
sudah menginjak dewasa, tetap saja saya merasa khawatir karena sampai sekarang dalam
kondisi tertentu alerginya masih suka kambuh. Saya khawatir untuk melepaskan
Azka sendiri, misalkan untuk mondok di asrama putri di sekolahnya, karena
khawatir jika alergi asmanya kumat, terutama dalam kondisi pandemik COVID-19
ini.
Nah, mengenai
alergi sendiri, konsultan alergi dan imunologi Anak, Prof. DR. Budi
Setiabudiawan, dr. SpA(K), M.Kes. mengatakan bahwa risiko defisiensi Zat Besi
akan meningkat pada si Kecil yang mengalami alergi protein susu sapi. Lebih
lanjut Prof. Budi menyebutkan bahwa berdasarkan data World Allergic Organization
(WAO), 30-40% penduduk dunia akan mengalami alergi, dan 450 juta orang di dunia
menderita alergi makanan, yang salah satunya adalah alergi terhadap susu sapi
atau tidak cocok protein susu sapi yang merupakan penyebab terbesar kedua setelah
telur. Alergi protein susu sapi sendiri merupakan kondisi dimana si Kecil
mengalami hipersensitifitas, sistem imun-nya merespon secara berlebihan
terhadap protein susu sapi dimana sebetulnya hal ini tidak bermasalah bagi sebagian
yang lain.
Prof. Budi juga
mewanti-wanti bahwa prevalensi kejadian alergi pada si Kecil semakin meningkat,
sehingga sebagai orang tua kita harus waspada, karena jika terlambat penanganannya
dapat merugikan tumbuh kembang si Kecil. Terjadinya kasus alergi ini, lebih sering
terjadi pada anak yang mempunyai bakat (atopi), yaitu bakat alergi pada si
Kecil yang diturunkan dari salah satu atau kedua orang tuanya. Kita harus
mengenali sedini mungkin sehingga gejala alerginya tidak muncul, atau jika
sudah terlanjur muncul, kita harus mengenalinya juga dan segera dikonsultasikan
ke dokter ahli alergi.
“Azka
mempunyai bakat alergi yang diturunkan dari orang tua.”
Hmm, jadi teringat
sewaktu dulu Azka bayi, saya baru tahu Azka mengalami alergi saat pagi-pagi
bangun tidur, mukanya sudah bengkak merah, hingga matanya sipit tidak terlihat
saking bengkaknya. Setelah saya ingat-ingat waktu itu, kemarinnya saya ada
makan seafood, dan kemungkinan Azka terpapar allergen-nya dari ASI yang
diminumnya. Setelah diwawancara oleh dokter, ternyata ayahnya mempunyai alergi
juga yang selama ini tidak disadarinya, seperti jika udara dingin sering
bersin, ataupun gatal di kaki jika sedang banyak pikiran. Jadi memang, bakat
alergi itu diturunkan dari orang tua. Jika salah satu orang tua mempunyai
alergi, maka risikonya sekitar 40% untuk muncul alergi di kemudian hari pada si
Kecil, sedangkan jika kedua orang tuanya mempunyai alergi, risiko meningkat
menjadi 60%, bahkan dapat mencapai 80% jika kedua orang tuanya mempunyai jenis
alergi yang sama. Prof. Budi menjelaskan, bahwa risiko timbulnya alergi pada
anak jika ada riwayat alergi di dalam keluarga, yaitu dari ibu, ayah dan
saudara kandung, bukan dari kakek, nenek, tante dan omnya. Jadi Bunda sudah
bisa mulai waspada, jika Bunda ataupun Ayah si Kecil mempunyai alergi.
Prof. Budi
melanjutkan, jika alergi ini dapat menimbulkan dampak merugikan yang bisa terhadap
kesehatan, ekonomi, psikologi, dan yang paling penting adalah dampak gangguan
tumbuh kembang si Kecil. Risiko terhadap kesehatan dapat meningkatkan risiko
penyakit degeneratif di kemudian hari seperti darah tinggi, jantung, dan
lainnya. Sedangkan dari faktor ekonomi, alergi dapat meningkatkan biaya
pengobatan, dan secara psikologi bisa menimbulkan stress. Hmmm, betul
juga sih. Ketika alerginya kambuh, tidak sedikit biaya yang harus
dikeluarkan, belum lagi jika kambuhnya tengah malam, panik mencari rumah sakit
atau klinik yang masih buka. Belum lagi akibat psikologis yang ditimbulkan,
seperti setiap kali melihat Azka kambuh alergi asmanya, stress saya meningkat.
Kenapa
alergi protein susu sapi bisa terjadi gangguan tumbuh kembang si kecil?
Seperti halnya
Azka yang alergi terhadap beberapa makanan, menyebabkan pilihan untuk mencukupi
kecukupan gizi dari makanan akan semakin terbatas. Hal ini menyebabkan anak yang
mempunyai alergi dapat terjadi kekurangan gizi atau malnutrisi yang dapat menghambat
tumbuh kembangnya. Menurut Prof. Budi, pada anak alergi makanan yang dapat
menyebabkan pemicu alerginya akan dieliminasi, kebutuhan dietnya meningkat, sehingga
terkadang akan menyebabkan gangguan susah makan. Lebih parah lagi jika
alerginya bukan hanya satu atau dua makanan, nutrisi penting ataupun zat-zat
yang penting dan diperlukan untuk pertumbuhannya menjadi tidak mencukupi.
Gejala alergi
yang bisa muncul mulai dari gejala yang ringan hingga berat. Baik untuk yang
gejala ringan maupun berat, hampir sama, yaitu mengalami anemi defisiensi Zat
Besi. Nah, ini akan diperparah jika si Kecil mempunyai alergi terhadap protein
susu sapi. Hal ini dapat terjadi salah satunya disebabkan karena asupan yang
tidak mencukupi karena adanya pembatasan dari makanan yang menyebabkan alerginya.
Berdasarkan data penelitian, pada anak alergi, asupan Zat Besi, Kalsium, Fosfor
dan Vitamin C lebih rendah karena adanya pembatasan makanan tersebut
dibandingkan tanpa pembatasan makanan.
Gejala alergi
bisa muncul di tempat yang berbeda untuk setiap anak, misal di saluran
pencernaan (diare, muntah), pada saluran pernafasan (batuk, bersin, pilek, mata
berair, asma), atau pada kulit (gatal, ruam merah, bengkak pada mata). Jika alergi
si Kecil muncul pada saluran pencernaan, dapat menimbulkan peradangan atau inflamasi
pada saluran cerna yang dapat menyebabkan si Kecil diare atau tinja berdarah.
Akibat adanya tinja berdarah ini, asupan Zat Besi si Kecil juga menjadi berkurang.
Penyerapan Zat Besi ataupun nutrisi lainnya menjadi terhambat disebabkan peradangan
ini, yang pada ujungnya dapat mengganggu tumbuh kembang si Kecil.
Strategi
penanganan anak alergi protein susu sapi
Lebih lanjut,
Prof. Budi menjelaskan mengenai strategi penanganan si Kecil yang alergi
terhadap protein susu sapi supaya asupan Zat Besi dan nutrisi lainnya mencukupi
untuk mendukung tumbuh kembangnya. Salah satu strateginya adalah pembatasan allergen
sehingga gejala alerginya tidak muncul, sampai muncul toleransi terhadap allergen
tersebut. Selain itu, perlu diberikan nutrisi tambahan atau suplemen Zat Besi
dengan dosis yang tepat, sesuai dengan kebutuhan si Kecil.
Prof. Budi juga mengingatkan pentingnya peran orang tua yang harus tanggap terhadap alergi si Kecil dengan menerapkan gerakan 3K+, yaitu:
Kenali: mengenali sedini mungkin, apakah si kecil punya bakat alergi berdasarkan riwayat dalam keluarga, supaya cepat dilakukan pencegahan dan tidak muncul gejala alerginya. Kalau sudah muncul perlu dikenali juga apakah itu alergi atau bukan.Konsulasi: untuk
memastikan betul tidak itu gejala alergi, perlu dikonsultasikan dengan dokter
ahli, supaya dokter dapat membantu menentukan pemicu alerginya, sehingga tata
laksana penangannya optimal
Kendalikan: setelah
mengetahui sumber allergen-nya, harus dikendalikan zat-zat tersebut
dengan cara dihindari.
Kembangkan: kembangkan
kelebihan serta potensi si Kecil untuk tumbuh kembang yang optimal.
Jika gejala alergi
si Kecil terlanjur muncul, dokter nantinya akan memberikan obat-obatan yang
sesuai dengan gejala yang muncul. Tetapi yang terpenting, jika si Kecil mengalami
hipersensitif terhadap protein susu sapi, maka yang terpenting adalah harus
menghindari protein susu sapi beserta produk turunannya. Prof. Budi juga
menyebutkan bahwa nutrisi pilihan yang paling pertama adalah ASI, tetapi harus
diingat bahwa bundanya pun harus pantang mengkonsumsi susu sapi dan produk-produk
turunannya.
Bagaimana jika si
anak tidak beruntung mendapatkan ASI karena sesuatu dan lain hal? Prof. Budi
menyarankan untuk menggantinya dengan formula asam amino untuk gejala alergi berat,
atau formula hidroekstensif untuk gejala alergi ringan hingga sedang. Tetapi jika
terkendala dengan ketersediaannya juga masalah budget, alternatif pilihan
lainnya adalah susu kedelai atau soya, atau formula dengan isolat protein susu
kedelai atas diagnosa dan rekomendasi dokter.
“Hoax:
susu soya menimbulkan gangguan reproduksi apa anak lelaki.”
Prof. Budi juga
menerangkan bahwa Bunda tidak perlu khawatir dengan penggunaan susu soya, si
Kecil dapat tetap tumbuh optimal dengan soya. Jika selama ini ada mitos yang
beredar di masyarakat bahwa dengan mengkonsumsi susu kedelai dapat berpengaruh
pada fungsi reproduksi anak lelaki sehingga menjadi lebih gemulai, hal itu tidaklah
benar. Berdasarkan hasil meta analisis yang dilakukan Kneepkens, tidak terbukti
bahwa susu soya dapat menimbulkan efek negatif terhadap fungsi reproduksi dan
endokrin, serta sistem imun dan kognitifnya. Hasil penelitian tersebut, menurut
Prof. Budi, menunjukkan tidak terdapat perbedaan kognitif ataupun aspek bahasa antara
yang anak diberi protein susu soya dengan susu sapi. Penelitian oleh Prof. Budi
pada rentang waktu 2018-2019, terhadap 39 orang anak yang alergi susu sapi, menunjukkan
pemberian formula isolat protein soya dapat mendukung pertumbuhan normal anak
sesuai dengan grafik pertumbuhan WHO.
Apakah anak yang
alergi terhadap protein susu sapi dapat sembuh? Ternyata 45-55% anak dapat
sembuh pada tahun pertama, 60-75% dapat sembuh pada tahun kedua, dan 90% sembuh
pada tahun ketiga, bahkan pada tahun ke-5 hampir 100% anak alergi sembuh, tidak
alergi lagi terhadap susu sapi.
Tata laksana
nutrisi penting merupakan faktor penting yang mendukung penanganan alergi
susu sapi selain yang utamanya adalah penghindaran protein susu sapi dan
produk-produk turunannya. Diperlukan juga asupan mikro dan makro nutrien yang sesuai
termasuk Zat Besi, karena risiko defisiensi Zat Besi pada anak yang alergi susu
sapi lebih tinggi daripada anak yang tidak alergi.
Dalam kesempatan webinar ini juga Senior Brand Manager SGM Explore Soya Pro-gress Maxx, Anggi Morika Septie menginformasikan seputar initiatif-initiatif berkelanjutan yang dilakukan oleh Sari Husada Generasi Mahardhika dalam rangka membantu para Bunda membantu si Kecil yang tidak cocok susu sapi untuk tumbuh kembang maksimal. Dalam kesempatan ini pula, dalam rangka mewujudkan komitmen untuk mendukung tumbuh kembang anak generasi maju, PT. Sarihusada Generasi Mahardhika (Sarihusada) meluncurkan inovasi baru bantu memenuhi kebutuhan Zat Besi, Vitamin C dan nutrisi penting lainnya untuk si Kecil berusia di atas 1 tahun yang tidak cocok susu sapi. SGM Explore Soya Pro-gress Maxx menghadirkan kombinasi unik Zat Besi dan Vitamin C, IronC, Isolat Protein Soya berkualitas serta Minyak Ikan dan Omega 3 & 6 untuk penyerapan nutrisi penting secara optimal.
Anggie juga
mengatakan bahwa Sarihusada melakukan intisiatif berkelanjutan untuk mendukung pada
Bunda supaya tanggap mengatasi gejala tidak cocok susu sapi pada si Kecil,
karena ternyata banyak di antara Bunda yang khawatir kalau tidak cocok susu
sapi, tumbuh kembang si Kecil bisa maksimal. Sarihusada ingin mendukung para Bunda
untuk punya percaya diri dan keyakinan si Kecil dapat tumbuh maksimal walaupun mereka
mempunyai gejala-gejala tidak cocok susu sapi tersebut. Menurut Anggie, ada 3
kegiatan utama dalam mendukung para Bunda di seluruh Indonesia, meliputi:
1. Edukasi 3K+
Edukasi 3K+ ini menyempurnakan gerakan 3K (Kenali,
Konsultasikan & Kendalikan) yang telah ada saat ini. K yang ke-4 - “Kembangkan”
- yaitu mengembangkan potensi prestasi si Kecil sehingga tumbuh kembangnya bisa
maksimal.
2. Website Alergi Anak
Sarihusada terus melengkapi fitur-fitur websitenya supaya lebih
lengkap dan memudahkan para Bunda untuk mengakses informasi seputar alergi anak
dan penangannya. Fitur digital saat ini telah dilengkapi hingga cocok dengan
trend perkembangan saat ini. Melalui website tersebut, kalian bisa cek di www.generasimaju.co.id/festival-soya,
telah disisipkan gerakan 3K+. Di sini Para Bunda bisa mengecek risiko alergi si
Kecil dan status kecukupan Zat Besinya melalui fitur Allergy-Iron Check
Tools. Bunda juga bisa mengakses berbagai jenis artikel, juga melakukan
konsultasi online, hingga ke kreasi resep sehat, termasuk tips stimulasi untuk
tumbuh kembang si Kecil yang maksimal.
3. Festival Soya Generasi maju
Khusus dalam rangka menyambut Pekan Alergi Dunia, Sarihusada
meluncurkan program Festival Soya Generasi Maju, dari mulai tanggal 23 Maret –
3 April 2021, yaitu serangkaian kegiatan intensif seperti program tanya Dokter
langsung, IG Live, Kulwhap (Kuliah Whatsapp) yang bertujuan untuk semakin
mempermudah Bunda berkonsultasi terkait dengan kondisi si Kecil yang tidak
cocok susu sapi. Nah, pada Festival Soya Generasi Maju tersebut juga ada
kegiatan Sharing Session Bunda Selebrities, dimana mereka berbagi pengalaman mengenai
tips dalam mendorong si Kecilnya untuk tumbuh kembang secara maksimal. Ada tuga
tips untuk stimulasi oleh psikolog anak dan keluarga. Selain itu, ada program
kolaborasi dengan Chef Selebrities yang berbagi kreasi resep sehat dengan
bahan-bahan yang aman untuk si Kecil yang alergi susu sapi dengan cara
pengolahannya, diharapkan dengan resep ini si Kecil tetap lahap dan suka dengan
menu makanannya.
Karena yakin
setiap Bunda pasti peduli terhadap tumbuh kembang si Kecil yang maksimal,
Sarihusada Generasi Mahardhika mempersembahkannya untuk para Bunda di seluruh
Tanah Air, supaya Bunda tetap yakin bahwa si Kecil dengan alergi susu sapi
dapat berkembang dengan maksimal dan berprestasi.
---
Kalau diikuti aturannya, alergi terhadap susu sapi bisa hilang ya Bun
BalasHapusWahh artikel bagus ini buat sinkecil yg alergi susu sapi.. lengkap infonya.. thank you yaa uda berbagi ❤️
BalasHapusWah ternyata kekurangan Fe bisa menimbulkan hal yang kurang baik bagi tumbuh kembang anak.
BalasHapus