Gadis kecilku merajuk di restaurant tempat kami makan siang. Air matanya
mengalir deras disertai dengan isak tangisnya yang semakin lama semakin
mengeras.
"Lebih baik Bubu membelikan barang lain yang memang kamu
perlukan," jawabku bergeming dengan tangisnya, mencoba memberinya
pengertian. Aku harus konsisten, pikirku. Sekali tidak ya tidak.
"Ayo, kita pulang, Yang."
"Bubu jahat!" Teriaknya, membanting kaki, lalu berlari
keluar.
Aku hanya bisa mengelus dada. Kesal juga menghadapi anak yang tantrum di
depan umum seperti ini. Dengan berpuluh pasang mata menatap kami, ada yang
melirik sembunyi-sembunyi, ada pula yang terang-terangan terganggu dengan
lengkingan keras gadis kecilku. Lebih daripada itu, ada perih di hati mendengar
sebutan "Jahat" yang ditujukannya padaku.
Tapi, aku harus bisa menang mengendalikan emosi. Biarlah sementara
panggilan jahat melekat karena aku tidak memenuhi keinginan gadis
kecilku.
Nak, Bubu biarkan engkau menyebutku seperti itu, kelak ketika besar nanti
kau akan menyadari cintaku tak terbatas ruang dan waktu.
Sampai di rumah, kekesalan rupanya masih menumpuk di dada gadis kecilku.
Dia masuk ke dalam kamarnya, membanting pintu dan menguncinya rapat, hingga tak
seorangpun bisa masuk.
Aku menghela nafas panjang.
"Ya sudah, kalau Ade masih kesal, Bubu tinggal dulu ya. Bubu tunggu di
ruang bawah, ya," kataku memberinya kesempatan untuk menyendiri.
"Kalau sudah agak reda kesalnya, kita bicara yak?" Lanjutku lagi. Tak
ada jawaban dari dalam kamarnya.
Ya sudahlah. Lebih baik kutinggalkan dia sebentar. Aku yakin, dia akan
berhasil menghadapinya.
Aku bukannya tidak mau memenuhi keinginannya. Aku pikir, anak-anak harus
mulai dibiasakan untuk membedakan antara keinginan dan keperluan. Jika tidak,
mereka akan tumbuh menjadi anak yang selalu menuntut.
Aku tidak ingin kelak mereka hidup dengan menuruti keinginan setinggi
langit tanpa memperhatikan kemampuan. Aku tidak ingin kelak mereka tidak
memaksakan diri diluar kemampuan hanya untuk memenuhi nafsu yang bernama ingin.
Satu jam berlalu, masih bertahan rupanya di dalam kamar. Aku naik kembali
ke lantai atas, dan mengetuk kamarnya perlahan.
"Adeee, sholat Ashar dulu, yuk. Tuh, udah adzan barusan."
"Ngga mau!! Bubu jahat! Kalau Kakak yang minta diturutin! Dede ngga
pernah!! Bubu jahat!!" Teriaknya kencang.
"Bubu selalu begitu! Pilih kasih! Bubu ngga sayang sama
Dede!"
Teriakan demi teriakan terdengar disertai tangisan dan jeritan kekecewaan
karena merasa diperlakukan tidak sama dengan Kakaknya.
"Ayo dong, Sayang. Keluar dulu yuk. Kita bicaranya di luar."
"Hmmm, masih kesal? Ayo dong, Sayang. Kalau seperti ini, Bubu juga jadi
sedih nih. Bubu sayang kok sama Dede, juga sama Kakak. Dua-duanya juga kan
kesayangan Ibu."
Senyap. Tak ada suara dari dalam kamarnya.
"Ayo, kita bicarakan baik-baik. Tapi Dedenya keluar dulu yak. Bubu
sayang Ade."
1 detik, 5 detik, 20 detik ...
Terdengar bunyi pintu terbuka perlahan. Tak lama kemudian, muka mungilnya
muncul di balik pintu.
Alhamdulillah.
"Sini, Sayang!" Ajakku, "Duduk di sini, biar Bubu
pangku."
Dengan muka masih sembab, dia mengikuti untuk kemudian duduk dipangkuanku.
"Hmmm, Ade tahu tidak betapa Bubu sayang dan cinta sama Ade?" Aku
melihat anggukan pelannya, masih dengan mata ditutupi lengan.
"Begini ya, Ade. Untuk kebutuhan Ade dan Kakak, walaupun harus
mengeluarkan uang banyak, Ayah dan Bubu akan berupaya memberikan yang
terbaik," Aku mulai menjelaskan. "Contoh, rumah ini. Kita butuh untuk
berlindung dari terpaan panas dan hujan, butuh untuk tempat kita beristirahat
dengan nyaman. Walaupun harganya tinggi buat Ayah dan Bubu, tetap harus
diadakan."
"Atau misalkan, makanan sehat untuk perkembangan Ade dan Kakak. Itu
juga kita perlu. Kalau tidak begitu, bagaimana Ade dan Kakak bisa jadi tumbuh
sehat dan pintar seperti sekarang?"
"Kalau Ade sakit panas, Bubu kasih apa ya?" Aku bertanya seolah
lupa.
"Tempra," jawabnya singkat, sambil menurunkan lengannya yang
menutupi mata.
Mata kecilnya menatapku, seolah mencerna kata-kataku.
"Gimana menurut Ade? Tadi apa permintaan Ade? Minta dibelikan
handphone?"
Dia mengangguk.
"Nah, Ade sekarang handphone untuk apa?"
"Untuk main game Mobile Legend," jawabnya malu-malu.
"Kalau hanya untuk main game, Ade kan bisa hari Sabtu atau Minggu
pinjam punya Ayah atau Bubu."
Dia mengangguk lagi.
"Lagipula, Bubu takut kalau Ade pegang handphone. Kalau ada yang culik
gimana? Handphonenya sih hilang ngga apa-apa. Nah, kalau Ade yang
kenapa-kenapa, Bubu sama Ayah bisa nangis terus-terusan."
Dia menatapku. Matanya yang kecil menyelidiki kebenaran ucapanku.
"Ade ngga mau kan Bubu sama Ayah sediiih? Iya kaan?" Tanyaku
sambil tertawa dan menggelitik pinggangnya. Dia menggeliat kegelian.
"Geli!!" Serunya dengan tawa kecil menghiasi mulutnya.
"Peluuuk!" Ujarnya sambil membentangkan kedua tangannya ke
arahku.
"Ade sudah hilang kesalnya? Kalau begitu, kita bikin spaghetty bareng,
yuk. Tadi kan sebelum makan siang, kita beli daging cincang dan saus spaghetty.
Ayo, Ade mau bantu Bubu, kan?"
Aku memeluknya dengan rapat. Hawa panas terasa mengalir dari tubuh
mungilnya, menyerang wajahku.
"Lho? Kok badan Dede agak hangat yak?" Buru-buru aku melepaskan
pelukanku, dan mengecek suhu dahinya.
"Kakak, tolong ambilkan Tempra Syrup, Nak. Di lemari pajangan depan
yak!" Teriakku memanggil kakaknya. "Sama termometernya ya!"
"Dede kenapa, Bu?" Tanya Kakak begitu sampai di samping kami
dengan Tempra Syrup dan termometer di tangan.
"Agak hangat dikit sih," jawabku sambil mengambil termometer
untuk mengukur suhu tubuhnya.
"38.7 ... agak panas dikit," tertawa kecil, berusaha tenang,
sambil memijit hidungnya gadis kecilku, "pusing ngga?"
Dia mengangguk lemah.
"Ngga apa-apa. Ade kan kuat dan sehat," kataku sambil menyuapkan
Tempra Syrup ke mulutnya. "Berdoa, minta kesembuhan pada Allah."
Sayup-sayup terdengar bunyi ringtone Kakak, "You've Got a Friend in
Me".
You've got a friend in me
You've got a friend in me
You've troubles, and I've got 'em too
There isn't anything I wouldn't do for
you
We stick together and can see it through
'Cause you've got a friend in me.
Ya, menunjukkan cinta dan kasih sayang kepada anak tidak melulu harus dalam
bentuk pemberian barang. Hal-hal yang menurut kita kecil, mungkin kelak akan
membantu dalam perkembangan kepribadiannya.
Banyak hal yang dapat kita lakukan untuk menunjukkan rasa cinta kita,
seperti:
1. Melakukan aktivitas
bersama
Misalnya setiap hari Sabtu atau Minggu mengajaknya membuat kue atau memasak
bersama. Membersihkan rumah bareng-bareng. Atau bisa memperkenalkan hobi,
seperti fotografi, filatelis, menulis, menggambar, dan lain-lain. Dengan
demikian akan tumbuh kedekatan dengan anak-anak.
2. Membuat catatan
kecil (notes)
Membuat catatan kecil (notes) juga bisa dilakukan untuk menunjukkan rasa
cinta kita. Misalkan ketika kita akan pergi di pagi buta, saat anak-anak belum
bangun, taruh kertas kecil di tempat yang mudah terlihat, dengan tulisan
seperti: "Love You, Mom",
"Gotta go now, miss you already
kids!", "See you",
"Sarapan sudah siap di meja. With
love from Mom", dan lainnya.
3. Menatap mata,
Mencium & Memeluknya
Jangan ragu untuk selalu melakukan kontak mata, mencium dan memeluknya.
Misalkan ketika membangunkan pagi-pagi, sambil dicium kita panggil-panggil
namanya dengan sayang, tepuk-tepuk pipinya dengan lembut.
4. Mendengarkan penuh
perhatian ketika anak sedang bercerita
Ketika anak ingin bercerita, usahakan kita menghentikan aktivitas kita
untuk mendengarkannya. Berikan respon untuk menunjukkan bahwa kita tertarik
dengan ceritanya. Jika kita lelah dan merasa tidak bisa mendengarkannya, kita
bisa mengatakannya terus terang, "hmmm, boleh tidak ceritanya 30 menit
lagi, Bubu baru datang, ingin istirahat dulu, boleh?"
5. Melakukan aktivitas
spesial bersama
Misalkan pergi bertenda sekeluarga, atau dating berdua. Aku sering
melakukannya secara bergantian. Jika Sabtu ini bersama Kakak, Sabtu depan
bersama Ade. Just the two of us. Mereka senang sekali dengan acara dating
seperti ini. Bisa juga menghabiskan waktu penuh kualitas dengan berkemping. Selain mendekatkan dengan alam, juga bisa menambah bounding Ibu dan anak.
Yang paling sedih kalau melihatnya terbaring lemah karena sakit. Biasanya
gejala yang paling sering pada anak-anak adalah panas, mual-mual, muntah,
hidung mampet.
Untungnya untuk meredakan gejala panasnya ada Tempra Syrup. Selain aman di
lambung, tidak perlu dikocok karena larut 100% dan dosisnya tepat. Selain untuk menurunkan panas, Tempra Syrup bisa digunakan untuk untuk meredakan nyeri.
Pada saat sakit, lebih sering memeluk dan membelai rambutnya,
menenangkannya dan menghiburnya saat dia merasakan segala sesuatu tidak enak
untuk dimakan atau diminum.
7. Ada saat dia
terpuruk dan terjatuh
Ada kalanya, ketika anak tidak mendapatkan hasil sesuai dengan
keinginannya, dia akan merasa kecewa dan terkadang menangis, seperti misalnya
saat kalah dalam perlombaan. Kita tetap harus support dia, tidak perlu
disalahkan karena kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda.
Girls, you know what? You've got a
friend in me! My love be with you, forever.
Artikel ini diikutsertakan dalam lomba blog yang diselenggarakan oleh
Blogger Perempuan Network dan Tempra.
sehat selalu bunda dan keluarga :)
BalasHapusTerima kasih Mbak ... sehat selalu juga yaaak buat Mbak dan keluarga
HapusJadi orang tua harus sabar ya, Mbak. Aku suka sama cara pendekatannya dengan membiarkan anak melepaskan emosinya dulu, lalu baru diberikan pengertian. :)
BalasHapusTempra Syrup aman buat lambung si kecil juga ya? Jadi gak usah khawatir dengan efek sampingnya dong :D
BalasHapusah terima kasih mbak...sudah mengingatkanku untuk dating berdua dengan anak perempuanku... belum pernah sama sekali hihihi
BalasHapusIya sayang dengan anak bukan berarti ngasih semua yang mereka pingin ya. Adakalanya itu malah membahayakan. Moga anak2 sehat terus ya, Mba :)
BalasHapus