Ngiiik ... ngiik ...
ngiik.
Saya terbangun
mendengar suara berisik nafas di sebelah saya. Bunyi yang khas yang saya harus
dengar setiap kali Azka kambuh alerginya.
Duh, kali ini apa lagi
yang membuat alerginya kambuh? Pikir saya, sambil mencoba mengingat-ingat apa
yang dikonsumsi Azka siang tadi. Ah, tapi rasanya tidak ada yang aneh dari
makanan siang tadi. Bukan makanan yang bisa memicu alerginya.
Saya meraba-raba
dinding, mencari saklar lampu. Ah, di mana gerangan letaknya? Saya perlu
mengecek berapa suhu AC sekarang. Benda mungil
yang tergantung manis di dinding akhirnya berhasil saya raih, sekaligus saklar
yang berada di sampingnya.
Ah! 16 degreeC!
Pantas saya rasanya dingin
sekali. Tidak salah lagi, pasti Azka yang telah mensetting AC hingga 16 degreeC,
karena jika dia kepanasan yang ada sekujur tubuhnya menjadi gatal karena biang
keringat. Tapi di sisi lain dingin memicu alerginya.
Sejak bayi, Azka sudah
menunjukkan gejala-gejala alergi. Pernah suatu ketika, saat bangun pagi, saya
menjumpai Azka dalam keadaan muka bengkak kemerahan dan telinga tebal berair.
Hal itu disebabkan siang harinya saya mengkonsumsi udang yang ternyata berpengaruh
terhadap ASI.
Saya bangun untuk mengambil
obat alerginya, hanya untuk mengetahui bahwa persediaan obat di kulkas telah
habis.
“Yah, ini bagaimana? Azka
kumat alerginya, sedangkan obat alerginya habis,” saya mencoba membangunkan
ayahnya Azka yang sedang terbuai mimpi.
“Jam berapa ini?”
“Tengah malam, Yah.
Tolong beliin obatnya sih ke apotek, klinik di PCI buka 24 jam kok,” bujuk
saya, walaupun sedikit khawatir karena di luar sedang hujan deras.
“Hujan,” sahut ayahnya
Azka dengan bingung.
“Ya bagaimana lagi.
Masa Azka dibiarkan kesulitan nafas sampai pagi, Yah.”
Akhirnya ayahnya Azka
terpaksa menerjang kegelapan malam dan hujan deras untuk mendapatkan obat
alergi di apotek.
Saat itu saya berpikir,
seandainya ada apotek keliling yang bisa mengantarkan obat yang kita perlukan
dalam keadaan darurat seperti ini, mungkin akan lebih mudah.
Eh, rupanya sekarang,
sejak era digital, bermunculan berbagai layanan yang menggunakan aplikasi
handphone. Salah satunya adalah layanan beli obat langsung dengan aplikasi HaloDoc.
Sumber foto: HaloDoc |
Dari nama aplikasinya saja
sudah ketebak, pasti berhubungan dengan dunia seputar obat dan dokter. HaloDoc
adalah startup Indonesia yang berupa aplikasi kesehatan seperti kotak P3K
berjalan yang selalu di genggaman dengan memberikan kemudahan dan menjaga dan
memeriksa kesehatan kita.
Aplikasi HaloDoc bisa
diunduh di PlayStore, seperti halnya aplikasi-aplikasi android lainnya. Layanan
yang diberikan HaloDoc ada dua jenis yaitu “Doctor Consultations” dan “Pharmacy
Delivery”.
Dengan layanan “Doctor
Consultation, kita bisa melakukan konsultasi dengan ribuan dokter ahli dari
berbagai spesialisasi di seluruh Indonesia dengan chat, video ataupun
video/voice call. Jadwal dokternya pun ada lengkap.
Untuk layanan “Pharmacy
Deliver”, HaloDoc menawarkan solusi praktis untuk membeli kebutuhan kesehatan
kita lebih dari 100 apotek. Kita bisa beli obat langsung dengan aplikas HaloDoc. Tinggal ajukan pesanan, kemudia diproses, selanjutnya barang dikirim ke
tempat tinggal kita.
Tuh kan, sekarang sudah
lebih mudah dengan berbagai aplikasi di gadget.
Wah bener2 membantu ya mbak dengan aplikasi ini :)
BalasHapusWah untung ada aplikasi halodoc ya mbak
BalasHapusJadi ga perlu khawatir buat keluar pas ujan ya mba. Tinggal pesan aja dari aplikasi langsung.
BalasHapusBaruu taau aku mbaak ada aplikasi halodoc ini. . Jadu makin mudaah yaa sekarang 😁 obat juga bisa beli online. Heheh makasiiih mbak 😁😀
BalasHapusKalau darurat pastinya aplikasi seperti ini life saver banget, aiih, hidup kita semakin gampang aja ya mbaa :D
BalasHapusskrang makin gampang aja ,,, semua bisa memakai aplikasi
BalasHapus