Hidup Itu Pilihan
Ketika
menerima informasi bahwa saya terpilih mengikuti smartphone videography
workshop, tanggal 4 Maret 3017, di Allium Tangerang Hotel yang merupakan hotel
bintang 4, saya shock!
Kok shock, sih?
Karena
workshop akan diberikan oleh seorang master videography,
Teguh Sudarisman, yang namanya sudah tidak diragukan lagi di kalangan blogger
dan vlogger? Rasanya tidak, seharusnya saya senang dong, belajar ilmu baru yang
betul-betul belum saya rambah ini. Yang ada harusnya saya jingkrak-jingkrak
kesenangan terpilih menjadi 19 blogger yang diundang ke Allium Hotel.
Karena
kaget terpilih dari sekian banyak peserta yang mendaftar? Ya, ini juga membuat
saya kaget. Ha, Mas Teguh memilih
berdasarkan apa yak? Saya kan betul-betul amatiran. Itu yang terpikir dibenak
saya.
Eits, tapi bukan itu yang
membuat saya paling shock. Tanggal 4
Maret tersebut bertepatan dengan rencana cewek-cewek di kantor untuk tour
Brexit. Saya lupa bahwa pada tanggal tersebut, saya telah mendaftar untuk
mengikuti pelatihan workshop, karena jeda waktu pendaftaran ke pengumuman
lumayan lama. Atau bisa jadi, jauh di lubuk hati saya paling dalam sudah
menyangsikan bakal terpilih menjadi peserta. Yang daftar banyak, bo. Blogger-blogger yang bikin jiper pula yang mendaftar. Hahaha.
Begitu
pengumuman peserta terpilih keluar, ya kalang kabut lah saya. Mana yang mau
saya pilih? Bersenang-senang bersama teman-teman, melepas stress ke Brexit,
atau ikut workshop videography? Galau
akut! Di satu sisi, hayati memerlukan piknik setelah minggu sibuk di kantor. Di
sisi lain, hayati haus ilmu. Apalagi ilmu yang satu ini, belum pernah sekalipun
tersentuh.
"Noe,
bagaimana nih, gue kepilih
workshopnya Mas Teguh. Padahal cewek-cewek Technical Building sama
Administration Building juga ngajakin ke Brexit," saya mencurahkan
kegalauan melalui Whatsapp
"Hidup
itu pilihan, Mbak," jawab Noe singkat, ngga ngasih solusi.
"Iya
sih, tapi pilihan pahit. Gue pengen ikut dua-duanya." Lalu galau akut.
Berat ke workshop sih, secara itu ilmu yang benar-benar baru buat saya.
Dan
akhirnya saya pun mantap pilih workshop setelah konsultasi dengan driver setia.
Ya, iya lah, kalau dia ngga bisa nganterin, terus saya bagaimana caranya menuju
Allium? Ih, manja banget!
Tren Video Menggantikan Tulisan?
Akhir-akhir
ini saya sering kepikiran bahwa orang sudah mulai melirik video daripada
tulisan atau infografis.
Anak
saya yang berusia 12 tahun dan 10 tahun sering kali saya perhatikan membuka
youtube. Melihat tutorial slime, mencari trend terbaru squishy, nonton
pengetahuan, sampai video humor sederhana yang saya pun bingung memahami letak
kelucuannya. Heu, apa selera saya yang sudah ketinggalan zaman yak?
Ini
terjawab ketika Mas Teguh bilang dalam presentasinya bahwa Generasi Z (Gen Z),
usia 13 - 24 lebih menyukai aplikasi dan visual content (video). Lebih lanjut
dikatakan juga bahwa pada dasarnya semua orang suka dengan video, karena bisa
lebih banyak menyentuh 'rasa' kita dibandingkan dengan text atau foto. Itu
mungkin sebabnya kenapa orang lebih lama tinggal di website yang mempunyai
konten video.
Di
2017 trend pengunjung untuk menonton video akan semakin meningkat jika
dibanding saat ini yang di Youtube saja sudah mencapai 4 milliar video
view/hari, di Facebook lebih dari 3 milliar view/hari.
Kalau
dipikir memang lebih gampang memahami sesuatu melalui video. Saya teringat
waktu pertama kali membeli Fuji Mirrorless. Rasanya malas sekali untuk membaca
buku manual untuk mengetahui cara kerja dan fitur-fiturnya. Tulisan yang
kecil-kecil di manual, membuat mata perih, perlu berulang-ulang membaca untuk
mengerti pengaturan-pengaturan kamera. Yang akhirnya membuat saya menyerah, dan
mencari "how to" nya di
Youtube, yang ternyata lebih mudah saya pahami.
Jadi,
perlukan sebagai seorang blogger mempelajari cara membuat video? Saya pikir,
seorang blogger perlu mengikuti perkembangan zaman. Sebuah video dapat
memperkaya artikel kita di website. sesuatu yang berbau visual itu lebih mudah
dicerna daripada sebuah hanya sebuah tulisan.
Persiapan Untuk Menghasilkan Sebuah Video
By the way, apa
sih yang diperlukan untuk memproduksi sebuah video? Apakah hanya dengan
bermodal kamera atau smartphone sudah mencukupi?
Dari
workshop ini saya baru tahu ternyata perlengkapan untuk membuat sebuah video
cukup banyak, seperti perlu tambahan microphone external, monopod, tripod,
stabilizer, time lapse, dan lainnya. Ini pertama kalinya saya mengenal
stabilizer atau yang sering disebut gimbal axis. Sempat sih melihat Mas Teguh
menggunakan alat ini saat syuting Bambu Gila di Fola Barakati. Tapi waktu itu
saya pikir hanya tongsis biasa.
Waduh, terus perlu modal banyak dong yak
untuk membeli peralatan "tempur" produksi video?
Kata
Mas Teguh sih ngga juga, yang penting punya smartphone dan tongsis. Semua orang
kan sekarang pasti sudah pada punya handphone android. Jadi kalaupun perlu
tambahan, ya tinggal sedikit.
Nah,
di sini saya salut dengan Mas Teguh. Sarjana Teknik Industri ini bisa
memanfaatkan barang-barang keperluan sehari-hari untuk menunjang kegiatan
videografinya. Bayangkan, timer untuk telur, bisa dimodifikasi menjadi time
lapse! Saya sampai speechless. Ah,
orang teknik walaupun sudah "membelot" jauh, tetap aja jiwa tekniknya
ada yak.
Menurut
Mas Teguh, ngga mesti membeli peralatan yang mahal. Banyak peralatan yang murah
meriah atau kita bisa memodifikasinya. Semua tergantung dari kreativitas kita.
Sebagai referensi, Mas Teguh memberikan contoh-contoh alat yang biasa dipakai
atau diperlukan untuk syuting video, misalnya pakai payung, menggunakan
saringan yang diciprati air untuk menghasilkan efek tertentu, dan lainnya.
Tapi, bagaimana membuat video yang baik
dan benar? Setiap menonton video buatan saya sendiri, bawaannya pusing.
Haha,
pemaparan yang disampaikan Mas Teguh selanjutnya membuat saya mentertawakan
diri sendiri.
"Yang
belum belajar membuat video biasanya saat mengambil shot, tangannya bergerak ke
berbagai arah," kata Mas Teguh. "Jika begitu video yang diambil akan
goyang. Harus steady, sehingga
penonton akan fokus pada objek yang kita syut, bukan goyangannya,"
lanjutnya lagi. Hoala, pantes saya
sering pusing melihat video bikinan saya sendiri.
Ternyata
kualitas gambar yang steady
mempengaruhi hasil video yang kita buat. Kalau gambarnya steady, asyik juga
melihatnya. Jadi mempelajari konsep dan teknik syuting akan sangat berguna. Di
workshop ini, Mas Teguh juga mengajarkan bagaimana tips dan trik supaya gambar
kita steady walaupun menggunakan
smartphone tanpa bantuan alat, misalkan dengan teknik pengambilan standing
still setiap 5-10 detik/shot dengan
menahan napas.
Ada
baiknya menggunakan tripod, monopod atau stabilizer. Fungsinya untuk
menstabilkan shot, lebih mudah untuk zoom-in zoom-out, mengambil low angle shot, high angle shot, selfie,
mempermudah pengambilan view 360o rotation, time lapse, tilt dan pan. Mas Teguh memperagakan cara-cara pengambilan shot seperti yang disebutkan di atas.
Jadi saya bisa dengan mudah memahaminya.
Setelah
mempelajari teknik syuting, ada baiknya kita merencanakan liputan seperti apa
yang akan atau ingin kita buat. Bagaimana isi video yang kita inginkan. Apakah
berupa berita, dokumentari, live event, diary pribadi, feature human interest,
photo story, iklan produk atau tutorial.
Pemilihan
musik sebagai latar perlu juga diperhatikan. Tidak lucu rasanya video dengan
nuansa melankolis diberi musik hiphop, atau sebaliknya video ulang tahun tapi
musik latarnya sedih memancing air mata. Untuk pengambilan musiknya, dalam
workshop ini diberitahukan juga sumber-sumber dimana kita bisa free download.
Nah,
pada saat merencanakan suatu liputan, bisa juga kita mendengarkan musik
latarnya terlebih dahulu, kemudian baru kita mencari informasi subjek yang
cocok untuk disyut, membuat skenario supaya video ada isi ceritanya, menentukan
lokasi juga artis dan alat atau props yang diperlukan untuk mendukung adegan.
Waktunya Praktek!!!
Setelah
mendapat cukup pengetahuan selama kurang lebih 2 jam, saatnya untuk praktek!
Mas
Teguh memberikan tugas untuk membuat video pendek dengan durasi kurang lebih 3
menit. Berapa shot yang harus kita ambil? Jika setiap 1 shot diambil selama 5 detik, itu artinya untuk video berdurasi 3
menit, kita harus mengambil minimal 36 shot.
Lah,
kenapa harus 3 menit? Bukan 1 menit atau 10 menit misalnya? Karena katanya
rata-rata rentang perhatian manusia hanya 8,25 detik. 65% di antara orang yang
menonton video, mau menonton 3/4 panjang video, jika durasinya 30 detik, 1
menit dan 2 menit. Tapi menurut Mas Teguh, 1 menit untuk video terlalu singkat,
5 menit terlalu lama. Jadi durasi video yang ideal itu berkisar antara 2 - 3 menit.
Untuk
sesi latihan, semua peserta dibagi menjadi dua group. Masing-masing ditemani
oleh petugas dari Allium Hotel yang mengajak kita melakukan hotel tour. Group
kami menuju area kamar terlebih dahulu, dilanjutkan area publik, seperti lobi,
front door, parkiran, swimming pool, dan berakhir di restoran. Sedangkan group
yang satunya berkebalikan dengan kami. Setiap peserta sibuk dengan gadget
masing-masing, plus latihan menahan napas setiap kali mengambil shot.
Sepanjang
hotel tour, saya terkagum-kagum dengan arsitekturnya. Yang paling saya suka
adalah lobi yang didesign mirip kubah dengan banyak lubang-lubang cahaya di
bagian dindingnya. Nuansanya berkesan tempo dulu dalam balutan modern.
Edit, Edit dan Edit!!!
Sesi
kedua setelah makan siang, workhop dilanjutkan dengan bagaimana mengedit video
dari gabungan shot yang telah kita simpan di smartphone.
Untuk
video editing, Mas Teguh sebelumnya telah meminta kita untuk mendownload Power
Director di Google Play. Menurut Mas Teguh, dari sekian banyak aplikasi edit
video di smartphone, Power Directorlah yang paling memuaskan. Bahkan Mas Teguh
menyarankan supaya kita membeli versi lengkapnya, karena tidak akan rugi sama
sekali dengan kelebihan yang didapat.
Semakin
siang, para peserta justru malah semakin "on fire" belajar editing video di ruangan tematik Jepang. Mas
Teguh mencontohkan langkah demi langkah bagaimana menggabungkan video,
menambahkan latar belakang musik, menambahkan narasi suara kita, menambahkan
text, menambahkan animasi, menambahkan frame, dan lainnya.
Oya,
sebelumnya jangan lupa, kosongkan memori smartphone kita, semakin besar semakin
baik. Ada baiknya smartphone full-charge,
dan bawa baterai cadangan atau power bank. Aktifkan airplane mode untuk
menghemat pemakaian baterai.
Saya
yang awalnya berpikir Power Director itu susah. Tapi segalanya menjadi mudah
setelah mendapat penjelasan dari Mas Teguh. Saya malah jadi ketagihan membuat
video dengan smartphone dan melakukan editingnya.
Enaknya
menggunakan editing video di smartphone adalah bisa lebih cepat. Jika
menggunakan Power Director akan ada dua file yang tersedia, file project dan
file produce. File projectnya masih bisa kita edit di kemudian hari. Asyik,
kan?
Dari
hasil praktek kemarin inilah video yang saya buat. Durasinya sekitar 1,5 menit-an.
Serunya
di workshop ini, setelah selesai editing, kita diminta untuk memposting video
yang kita buat di instagram. Saya sebenarnya malu mau postingnya. Tapi karena
mendengar akan langsung dikritisi atau dibahas oleh Mas Teguh, saya upload juga
di instagram. Whatever will be, will be!
Que sera, sera! Namanya juga belajar, ngapain malu!
#prosesloadingselesai
. . .
Kemudian
Mas Teguh membahas satu-satu video yang diupload. Semuanya bagus-bagus, dalam
waktu singkat, para peserta ternyata mampu menghasilkan sebuah video yang
menarik. Ada beberapa masukan yang diberikan Mas Teguh untuk setiap video yang
masuk.
Saya
sendiri, dengan melihat dan mendengar pembahasan Mas Teguh, ikutan berkaca
diri. Video yang saya buat, walaupun sudah sedikit agak steady, tapi kurang
dialur penceritaan dan kurang melibatkan orang-orang di dalamnya, juga perlunya
menambahkan narasumber untuk diwawancarai misalnya. Hmmm, sepertinya lain kali
harus diskenariokan dahulu jika ingin membuat video yang bagus.
Eh,
tapi saya senang sekali, video ini dipilih menjadi salah satu pemenang dan
mendapatkan voucher makan dari TravelXpose. Waaah,
keren hadiahnya!
Tidak
hanya itu kejutannya. Di penghujung acara, panitia mengumumkan mengenai lomba
menulis seputar kegiatan ini yang hadiahnya keren juga. Ah, mau sekali!!
Secara
keseluruhan, saya merasa lebih termotivasi dengan kegiatan seperti ini. Belajar
hal baru, ketemu teman-teman baru, menjelajah tempat-tempat baru, mendapat
pengalaman seru, plus hadiah kece. Jikalau ada kelas videography lanjutannya
ingin sekali bisa ikut. Jiaaah, belum juga seminggu, sudah pengen kelas
lanjutan! Never stop learning, ya girl!
Artikelnya bagus, panjaaaang dan laaaaamaaa (seperti Choki-choki). Thanks Levina. Ditunggu ya batik endol-endolnya wakakakak!
BalasHapusHahahah, banyik endol-endol yang jadi rebutan. Ahaha.. Hidup memang pilihan. :p
HapusYoi...itu batik endol endol masih terbayang di pelupuk mata. Haduuh, tolong ya dibuat duplikatnya biar kita ngga rebutan...wkwkwk
HapusIkutan workshop mas Teguh memang gak bosenin. Trus bikin semangat untuk praktekin
BalasHapusBener Mbak. Ngga kerasa, padahal dari pagi sampe sore. Wkwkwk. Tahaaan dengerin penjelasannya. Anteng gitu aku kmrn...
HapusIkutan workshopnya mas Teguh memang bikin betah
BalasHapusSantai tapi ilmunya kece sekali
Videonya mantap mbak. Suka deh
Iya Mbak. Ini pertama kali ikut workshopnya. Ea, langsung kepincut. Dan Mas Teguh adalah racuuuun ... Pulang pelatihan langsung berburu perlengkapan syuting. Wkwkwk.
HapusJadi pengenbikut deh..workshopnya mas Teguh
BalasHapusBagus kok Mbak. Seru. Kita juga praktek langsung. Jadinya nerap gitu di otak saya yg sempit ini. Xixixi.
HapusSerunya, kapan ya aku bisa ikut acara kayak gini yg deket2 rumahku
BalasHapusMas Teguh kayaknya sering Mbak ngadain pelatihan begini. Kalau ga salah ke luar daerah segala. Mudah-mudahan ada jodoh ikutan workshopnya ya. Eh, btw Mbak Wahyu emang dimana?
Hapuskeren mba aku dari kemarin ngulik2 install aplikasi video pengen banget belajar buat video xixixi..
BalasHapusIni ternyata gampang Mbak Herva. Awalnya aku mumet ngeliatnya. Eh, ternyata gampang setelah dicontohin. Aku model orang yg visual kali yak. Lebih nerap kalau langsung lihat dan praktek. Haha.
HapusJadi kepingin ikut acara kayak gini ....
BalasHapusYuk ikut, Mas. Asyik kok. Seru-seruan bikin video, mumpung ada lokasi dan modelnya...wkwkwk
Hapus