Suatu hari saat makan
siang di locker pabrik (rest room, hanya saja kita sering menyebutnya locker),
seorang teman bercerita habis pulang dari Palembang dalam rangka menengok
saudaranya yang masuk rumah sakit. Dia bercerita, hanya satu hari di Palembang
dan sepanjang hari itu kenyang hanya dengan kuliner Palembang yang ada di
sekitar rumah sakit. Mulai dari mie celor, mpek-mpek, martabak Har dan kuliner
khas lainnya.
"Wah, pokoknya seharian itu gue ngga makan nasi sama
sekali," dia bercerita dengan semangat.
Duh, mendengar nama martabak Har disebut-sebut, saya teringat saat
memakan martabak ini di Palembang beberapa bulan lalu. Glek. Saya pun menelan
ludah, kangen rasanya ingin memakan martabak khas Palembang yang satu ini. Cita
rasanya yang gurih, seperti sudah di ujung lidah.
"Hiks. Aku jadi pengen makan martabak Har, Mbak," keluh
saya, "masa harus ke Palembang yak?"
1.000 kilometer hanya untuk memuaskan lidah saya dengan martabak
dan kuah kare? Hmmm, mending dicoba bikin sendiri kali ya, pikir saya. Cari
resep bikin martabak Har, aaah.
"Eh, di Serang ada deh, Mbak, kayaknya," celetuk salah
seorang teman.
"Ah, masa?" Saya balik bertanya setengah ngga percaya.
Hampir 15 tahun di Serang, rasanya belum pernah melihat ada yang jualan
martabak Palembang.
"Iya. Kalau ngga salah letaknya setelah Carrefour. Ngga jauh
dari martabak Assen," jawabnya masih setengah ragu dan mengingat-ingat
sepertinya.
"Serius? Wah, ntar Sabtu atau Minggu harus dicoba nih,"
kata saya, dengan pikiran bertanya-tanya di sebelah mana ya, letaknya.
Tapi, jawaban atas kepenasaran saya ngga mesti menunggu sampai
hari Sabtu atau Minggu. Kebetulan, hari Jum'at, kita ada rencana ke Serang
untuk menjemput kakak ipar yang pulang haji di pendopo kabupaten. Ya, sambil
menunggu bis rombongan haji datang jam 10 malam, kita makan malam dulu.
"Makan malamnya martabak Har, yuk. Katanya ada lho, di dekat
Carrefour," ajak saya, sambil melirik ke yang megang setir.
"Oh, yang kayak di Palembang itu ya, Bu?" tanya Azka,
sumringah, "yang ada kuah karenya itu kan, Bu?"
"Emang ada juga di sini?" Tanya Aisya, dengan pandangan
lurus ke depan dan nada tidak percaya.
"Katanya ada. Coba kita cari dulu."
Si Jenderal Hitam pun meluncur membelah jalan A.Yani, Serang.
Menyusuri sepanjang jalan menuju ke arah Carrefour.
"Di sebelah mana yak? Ngga mungkin yang ke arah Cinanggung,
atau ke arah MOS," saya bergumam. Sampai belok ke arah bunderan yang dekat
Es Kuwut, itu warung martabak ngga juga ketemu.
"Katanya sih dekat martabak Assen. Tapi, Assen bukannya di
Pasar Lama?" Saya mulau bingung.
"Lho, tadi Caca lihat tulisan martabak Assen di sebelah sana
sebelum KFC," timpal Azka dengan tampang polos.
Aiiish. Kenapa ngga bilang dari tadi, Nong. Eh, tapi kan saya juga
ngga bilang sama mereka dekat martabak Assen ya sebelumnya. Haha.
Jadi akhirnya kita pun berbalik arah kembali menyusuri Jalan
A.Yani. Tak berapa jauh dari belokan Carrefour, ada martabak Assen, dan tidak
jauh dari itu ada martabak Tambi.
"Ada martabak Tambi, Bu. Bukan Har," kata Azka.
"Iya, sama. Tuh, ada keterangannya, martabak Palembang,"
tunjuk saya.
Martabak Tambi ini terletak di dalam sebuah ruko kecil, yang
mungkin menyatu dengan rumah. Ada 3 set meja di dalamnya. Kami pun duduk, di
salah satu mejanya.
"Ini martabak Palembang kan, Bu?" Tanya saya pada Ibu
berkerudung yang melayani kami.
"Iya," jawabnya dengan tersenyum.
"Kok, namanya martabak Tambi? Bukannya martabak Har ya?"
"Ngga boleh kalau pakai nama Har. Karena itu kan nama
orang," jawabnya masih dengan tersenyum. Ah, ya. Saya teringat, nama
martabak Har itu sebetulnya kepanjangan dari martabak Haji Abdul Rozak,
keturunan India yang memulai bisnis martabak di Palembang.
"Okay deh, Bu. Pesan 3 ya Bu, martabaknya," kata saya
sambil melihat-lihat menu. Lho? Tapi kok martabaknya ada 3 jenis nih. Yang mana
ini yang mau dipesan?
Ada martabak Tambi telur bebek, martabak Tambi telur ayam dan
martabak Tambi special. "Ini apa ya, Bu, bedanya martabak Tambi telur dan
martabak Tambi special?" Tanya saya.
"Kalau yang telur, isinya hanya telur, Bu. Tapi kalau yang
special ada irisan daun bawang dan daging cincang juga," jelas si ibu.
Hmmm, kalau ada irisan daun bawang dan lain-lain kayak martabak
biasa dong ya malah. "Saya pesan martabak Tambi telur bebek saja
deh," akhirnya saya memutuskan.
"Ukurannya seberapa ya, Bu?" Saya jadi kepikiran, kalau
ukurannya besar ngapain pesan banyak-banyak. "Satu martabak isinya 2
telur, Bu."
"Oh, kalau begitu pesen 2 porsi ya, Bu," pesan saya.
Harga satu porsi martabak Tambi telur bebek Rp. 18.000, sedangkan
Tambi telur ayam Rp. 15.000/porsi (lebih murah). Yang special? Ya, lebih mahal
lah, namanya juga special, Rp. 23.000/porsi.
Sambil menunggu martabaknya jadi, saya mengedarkan pandangan ke
sekelilingnya. Hmmm, ternyata ada dijual es kacang merah juga. Es ini memang
khas Palembang. Enak jika diseruput bareng dengan mpek-mpek. Eits, ternyata ada
menu mpek-mpek dan tekwan juga. Jadi tergoda juga. Eh, jangan. Tujuannya kan
mau icip martabak Har. Nanti cita rasanya tercampur deh.
Agak lama sih menunggu martabaknya jadi. Tapi, akhirnya penantian
kami pun terbalaskan dengan 2 piring martabak Tambi yang warna kulitnya
kekuningan cantik jelita. Uuuurgh, kayaknya kriuk-kriuk banget tuh. Crispy.
"Tahan dulu! Jangan ada yang sentuh, pokoknya. Foto dulu
yaaa...," seru saya, saat melihat Aisya, Azka dan Ayahnya langsung
memegang sendok dan garpu begitu martabaknya terhidang.
Haiish.
Mereka pun tampak kesal. "Lapaaar, Bu! Buruan!" Teriaknya.
Dan, maafkan pemirsa, fotonya kurang bagus, karena diteriakin
disuruh buru-buru. Maklum pasukan kalap! Kalaparan ... Hahaha.
Ini dia penampakannya martabak Tambi. Bentuknya kotak sebesar
piring dan dipotong menjadi 9 bagian.
Kulit Martabaknya kelihatan kriuk-kriuk yak. Hmmm, ga sabar! |
Ini dia Martabak Tambi, Martabak Palembang. |
Perbedaan dengan martabak lain, martabak khas Palembang ini
disajikan dengan kuah kecap/cuko yang diberi irisan rawit dan kuah kare kental.
Wah, kuah karenya dikasih satu piring, banyak banget! Eh, datang
lagi satu piring. Uhuk, ternyata satu porsi martabak Tambi dilengkapi 1 piring
penuh kuah kare kental dan 1 mangkuk kecil kecap irisan rawit. Wah, betul-betul
terpuaskan nih.
Dan, setelah berdoa, ngga sabar pada memotong martabaknya.
Euh, ternyata telurnya masih utuh. Tampak kuning telurnya di
terselimuti kulit martabak. Oh, ternyata telur kuningnya ngga dikocok, beda
dengan yang Tambin Special yang kata si ibunya telor dikocok dengan irisan bawang
dan lainnya.
Saya tidak ingat saat makan martabak Har di Palembang, kuning
telurnya masih utuh atau sudah tercampur. Tapi kayaknya sih tercampur.
Kulit martabaknya, seperti halnya penampakannya, kriuk-kriuk
garing.
"Hmmm, enak, Bu!" Seru anak-anak. Langsung deh kalau
enak, emaknya ngga diinget-inget. Itu martabak langsung dikavling-kavling, ini
punya Caca, ini punya Aisya.
Jiiah, emaknya gigit jari. Ah, colek punya ayahnya saja. Hihihi.
Kuah karenya sedikit beda dengan yang saya pernah makan di Palembang.
Di sini kuah karenya ada potongan kentangnya, dan kalau beruntung, kita
menemukan irisan daging. Hahay.
Martabak Tambi dan Kuah Kare Kentang sebagai pelengkap. |
Saya makan Martabak Tambinya dicelup ke kuah kare kentang. |
Alhamdulillah, enak sekali nih martabak. Perut kenyang, hati
senang. Yuk ah, siap meluncur ke pendopo kabupaten untuk penjemputan jemaah
haji.
Buat kamu yang kangen makan martabak Palembang tapi berada di
Serang, mampir saja ke Martabak Tambi, Jalan Ahmad Yani, No. 165, Telepon:
0819-1125-8026
Walau tidak ke Palembang tapi kesampaian juga makan martabak Palembang di Serang ya mbak. Lepas kangennya. Dari Fotonya kelihatan martabak ini memang enak :)
BalasHapusIya Mbak Ev. Lumayan mengobati pengen ke Palembang. Hahay. Belum puas waktu itu keliling-keliling Palembangnya.
Hapusbumbunya itu yang buat beda mba. penasaran juga sih pengen coba
BalasHapusIya pakai kuah kare. Kalau kata saya yang doyan makan mah enak aja. Haha. Cocok di lidah saya.
HapusSiang-siang bikin ngeces, Mbak... :) Sayang, saya jauh dari Serang atau Palembang. Hehe...
BalasHapusSebetulnya sih martabaknya gampang Mbak, kata yg suka bikin. Hehe. Cuma telur isinya. Bisa diisi irisan daun bawang atau cabe. Tinggal dicocol kuah kare. Tapi saya pun belum pernah coba. Heuu...ngga pede masak karenya.
Hapusbelum pernah cobaaaa.. akh pengin banget ngerasain pakai kuah kare :')
BalasHapusSaya sempat search di google cara bikin martabak HAR Palembang. Martabaknya gampang...karenya wah saya nyerah..belum pede bikin masakan kayak gini.
HapusWah belom pernah coba martabak tambi, coba ada yang kirim ke Bekasi hihi
BalasHapusHaha...dilemparin dari Serang gitu ya Mbak..kayak lagi main piring terbang. Whuuush...nyampe Bekasi. xixi.
HapusWalah saya kog blm pernah coba ya hadeh... padahal sumatera ni :(
BalasHapusAwalnya ngga sengaja juga. Ngara-ngara nongkrong di mesjid Palembang, eh liat toko ini. Kebetulan perut lapar. Jadi mampir dulu. Nah, abis balik liburan kangen juga pengen makan martabak pakai kuah kare kayak di Palembang. Eh, nemu martabak Tambi ini di Serang. Life is good. Hehe.
HapusAaaaaa.. Tau gini waktu di Palembang dulu aku nyobain ya. Jadi ngiler. Enak banget kayaknyaaaa :'
BalasHapusIya Mbak..mungpung lagi ke kota orang , cobain kulinernya. Kadang suka ragu sih enak apa enggaknya.
HapusWaduuuh... Yummy nih Teh. Aku belom pernah nyoba makan martabak Palembang. Seringnya martabak kubang. Samakah rasanya? Pinisirin nih. :D
BalasHapusNah, martabak Kubang belum pernah coba. Wah, ini khas mana lagi yak? Ntar mesti cari nih.
HapusMartabak Tambi sama sih kayak martabak biasa cuma isinya lebih simple. Hanya telur saja. Terus dicocol kuah kare kentang daging.
Jadi kangen Palembang niiihh, akk di Bogor ada tak yaaa..
BalasHapusSama..jadi pengen ke Palembang lagi. Pengen makan di warung goyang. Eh, warung perahu maksudnya. Hehe.
Hapusnyam nyam nyaaam, ini yg jual org keturunan Arab yak? Aku pernah ke sono kayaknya, duluuuuu banget :)
BalasHapusbukanbocahbiasa(dot)com
Kalau di Palembangnya katanya sih iya. Keturunan India. Kalau yang di Serang, namanya martabak Tambi.. mirip-mirip martabaknya. Tapi bukan orang India ... xixi
Hapusternyata harganya standar martabak, jadi pengen nyobain, bumbu rawitnya terutama.
BalasHapusiya..harganya sih standard martabak xixi. Saya sukanya saat dicocol ke kuah karenya..
Hapusakhirnya ketemu juga ya? hehehee ..
BalasHapusharus dicoba nih martabak Tambi nyah :)
Iya, berhasil menemukannya. Padahal tadinya udah ngeces aja inget martabak Palembang. Xixixi.
HapusAda lagi martabak har... Kelihatannya enak banget, kirim dong ke Depok
BalasHapusDi kirim ya ... terima yak...
HapusFotonya ... hehe
ihhhh aku pengeeeen :D.. tp di jkt ada banyak sih resto palembang gini mba, cuma kmrn2 tiap kesana kita pesennya pempek mulu...
BalasHapusbaru2 ini suami dr palembang dinas.. dia sengaja bgt deh pamerin makanan2 di path nya :D.. mulai dari martabak har, pempek, ampe udang yg sumpah ngences bgt liatnya -__-.. aku sampe bertekad hrs bisa susun cuti k palembang
Waaah...cuma bisa ngeces dong ya Mbak, dipamerin kuliner..xixi. Iya, Mbak, cuti ke Palembang. Saya juga jadi pengen ke sana lagi ... belum puas kmrn dulu untuk explorenya...
HapusMartabak kuah kari emang enak banget ya. Porsinya kecil2 gitu jadi bisa pesen satuan ya
BalasHapusIya Mbak, pesennya bisa satuan ... cukup lah ukurannya .. buat satu orang. Dua orang juga bisa sih...tapi kyk y kurang. Hehe. Duh, saya mah gembul soalnya.
Hapusmartabaknya langsing ya, memang seperti itu ya? kl di Jakarta tebel2 isinya *sayur dan daging*
BalasHapusLangsing yak. Hahaha. Iya Mbak, kriuk kriuk garing. Cuma telornya masih utuh ... saya lebih senang kalau telurnya dikocok sih sebenarnya.
HapusDeskripsinya keren .....
BalasHapuscoba cicipi
Mantap, nice refference kalo mau wisata kuliner di Palembang
BalasHapus