Jika Jawa terkenal dengan
sebutan Pulau Seribu Candi, rasanya tidak salah jika menyebut Bali dengan
sebutan Pulau Seribu Pura. Kemana pun kita pergi, di situ ada pura. Hampir
setiap rumah mempunyai pura, begitu pengamatan saya sepanjang perjalanan menuju
Pura Taman Ayun yang merupakan pura besar peninggalan kerajaan Mengwi.
Setiap membahas soal kerajaan, dalam bayangan saya selalu
terlintas kisah raja dan ratu atau putra-putri raja. Berjalan di istana
diiringi pada abdi dalem dan dayang-dayang. Begitu pula saat saya menjejakkan
kaki di pelataran Pura Taman Ayun. Terbayang, seorang ratu, ibunda raja,
berjalan mengenakan pakaian ada Bali yang berwarna keemasan, diiringi para
dayang. Rambut panjangnya menjuntai ke depan melewati bahu dengan hiasan bunga
- bunga kamboja.
Tidak salah saya membayangkan. Jika di Banten ada Kaibon, maka di
Bali ada Paibon. Ternyata, Pura Taman Ayun memang merupakan Pura Ibu (Paibon)
di Kerajaan Mengwi, Bali.
Seperti halnya Kaibon di Banten, Pura Taman Ayun juga dikelilingi
oleh air. Sehingga seolah-olah pura ini terlihat berada di tengah danau.
Sayangnya, saat saya ke sana, sedang ada perbaikan saluran air sekeliling pura.
Tetapi tampak jelas, saluran-saluran besar mengelilinginya. Entahlah apakah
fungsinya sama dengan yang ada di Kaibon atau tidak.
Pura Taman Ayun dibangun
pada abad ke-17 oleh raja pertama Kerajaan Menghwi, Tjokerda Sakti Blambangan.
Terletak 18 Kilometer di Utara Kuta. Karena keindahan arsitektur dan juga
keagungan peninggalan sejarah ini, Pura Taman Ayun menjadi objek wisata yang
sering dikunjungi wisatawan jika berkunjung ke Bali.
Di kompleks Pura Taman Ayun juga terdapat candi bentar. Seperti
halnya di Kaibon, candi bentar ini diduga sebagai gerbang pemisah bagian luar
dengan bagian dalam (area biasa). Pura ini sempat hancur pada saat terjadi
gempa bumi hebat yang melanda tanah Bali pada tahun 1917. Baru kemudian di
tahun 1937 dilakukan perbaikan besar-besaran, juga di tahun 1949 dilakukan
perbaikan gapura, candi bentar dan pembuatan wantilan.
Kompleks Pura Taman Ayun
mempunyai luas sekitar 100 x 125 meter persegi. Di pelataran luar, kompleks
pura ini dikelilingi oleh saluran air. Sedangkan bagian dalam terbagi menjadi
beberapa bagian. Hmmm, sepertinya zaman dahulu di setiap tempat sudah ada
pembagian area berdasarkan tingkat kesuciannya yak. Tiba-tiba saya pun teringat
dengan pembagian area di Keraton Kaibon, peninggalan Kesultanan Banten yang
juga telah memisahkan area biasa dengan area suci seperti ruangan masjid
keraton.
Taman hijau dan air mancur di area bagian dalam pertama Pura Taman Ayun. |
Bagian dalam pertama dari
Pura Taman Ayun disebut Nista Mandala atau Jaba Pisan. Untuk masuk ke bagian
dalam pertama ini kita melewati candi bentar. Di sebelah kiri terdapat bangunan
yang di dalamnya terdapat miniatur kegiatan sambung ayam. Banguan tersebut
sering digunakan untuk pertemuan ataupun pertunjukan seni. Sedangkan di sebelah
kanan, terdapat air mancur besar.
Bagian kedua dari kompleks
Pura Taman Ayun disebut Madya Mandala atau Jaba Tengah. Di sini terdapat sebuah
komplek pura kecil yang diberi nama Pura Luhuring Purnama. Ada sebuah bangunan
pura yang disebut dengan sebutan Bale Pengubengan yang berhiaskan relief Dewa
Nanga Sanga atau 9 Dewa Penjuru Mata Angin.
Gerbang candi bentar menuju area bagian dalam kedua Pura Taman Ayun. |
Bale Pengubengan dan bangunan lain di area dalam kedua Pura Taman Ayun. |
Beranjak pada bagian
ketiga yang merupakan bagian tertinggi dan paling suci dari Pura Taman Ayun.
Bagian ini disebut Utama Mandala atau Jero. Untuk memasuki area ini harus
melewati sebuah gerbang besar yang bernama Candi Gelung. Bagian ketiga ini
tertutup. Sekelilingnya terdapat dinding tembok yang tinggi untuk ukuran saya.
Sehingga terpaksa saya jinjit untuk melihat bagian dalamnya. Sebel deh punya
badan kecil, sehingga tidak leluasa untuk mengambil gambar bagian dalam Utama
Mandala ini.
Candi Gelung, gerbang pembatas area paling suci Pura Taman Ayun. |
Gerbang Candi Gelung, area ketiga Pura Taman Ayun dikelilingi air juga. |
Bagian dalam ini berisikan
bangunan-bangunan panjang yang disebut Weru.
Sepintas bangunan weru ini mirip dengan bangunan pagoda. Bentuknya menjulang
tinggi dengan atap yang bertumpuk-tumpuk khas bangunan pura Bali. Ada sekitar
11 weru dengan ukuran yang berbeda-beda.
Kita tidak diperkenankan
masuk ke area bagian jero ini. Jadi
hanya melihat dari bagian luar dengan cara mengelilingi komplek pura utama ini.
Katanya sih Weru-Weru ini dibangun sebagai pemujaan terhadap para leluhur.
Bagian ini hanya dibuka pada saat ada upacara keagamaan. Sebetulnya ada juga
pintu di kanan kiri dinding yang mengelilingi komplek bagian ketiga ini yang
diperuntukan untuk kegiatan pura sehari-hari.
Bangunan pura yang terdapat di dalam benteng area ketiga, sebagai tempat suci. |
Ketiga bagian di komplek
Pura Taman Ayun ini, yang berbeda-beda level ketinggiannya, menggambarkan
tingkat 3 tingkat kosmologi dunia. Bagian terendah atau paling bawah
melambangkan tempat tinggal manusia (dunia), tempat kedua yang dibagian tengah
melambangkan tempat bersemayamnya para dewa dewi, sedangkan bagian tertinggi
melambangkan surga tempat bertahtanya Tuhan Yang Maha Esa. Kalau dikaji lebih
jauh, keseluruhan komplek Pura Taman Ayun digambarkan sebagai Gunung Mahameru
yang terapung di tengah lautan susu, seperti yang dikisahkan dalam cerita kuno
Adhiparwa.
Selain komplek pura, di
sini terdapat pula museum dan bale-bale untuk melepas lelah. Museumnya bernama
Manusa Yadnya, merupakan museum yang memamerkan upacara-upacara yang berkaitan
dengan siklus kehidupan manusia dari mulai di dalam kandungan hingga meninggal.
Banyak wisatawan asing
yang mendatangi Pura Taman Ayun. Mereka asyik mendengarkan penjelasan pemandu
di setiap bagiannya. Sepertinya mereka terkagum-kagum melihat bangunan-bangungan weru yang masih terjaga hingga kini. Sayangnya saya tidak mengerti yang mereka bicarakan, sepertinya sih bukan bahasa Inggris. Dan si pemandu pun ternyata bisa bahasa yang mereka gunakan. Salut deh saya.
Untuk mencapai Pura Taman
Ayun ini saya menyewa mobil seharian, dengan tujuan Pura Taman Ayun dan Tanah
Lot, karena area ini terletak dalam satu jalur. Sebetulnya ada lagi tempat
wisata yang bisa dilalui di jalur ini. Hanya saja karena waktunya kurang, jadi
kami hanya mengunjungi dua tempat ini.
Adapun entrance fee untuk masuk ke Pura Taman
Ayun adalah sekitar Rp 10.000/wisatawan. Untuk mobil ditarik iuran juga sebesar
Rp 5.000/mobil. Harganya kalau menurut saya sih masih sopan yak. Yaaa,
itung-itung bersumbangsing untuk penataan kawasan wisata ini. Kalau bagus dan
banyak didatangi wisatawan, kitapun pasti ikut bangga dengan warisan budaya
ini.
Pura Taman Ayun sendiri kalau dari Denpasar, kira-kira berjarak 19 kilometer, atau 30 menit berkendaraan. Untuk mencapai
Bali sendiri bisa dilakukan melalui perjalanan darat ataupun udara. Tentunya
perjalanan darat jika dari ujung Barat Pulau Jawa seperti saya akan melelahkan
yak. Perjalanan udara lebih saya pilih, karena lebih menghemat waktu juga
tenaga. Banyak kok sekarang ini maskapai penerbangan yang melayani rute ke
Denpasar, Bali.
By the way, buat yang mau jalan – jalan keliling Bali
dan ingin mencari tiket pesawat murah, mampir saja di Tiket2.com, siapa tahu
kamu beruntung mendapat promo tiket murah. Lumayan kan buat menghemat biaya
traveling kamu. Aduh, saya pun jadi pengen ke Bali lagi nih, belum kelar semua
tempat saya datangi. Jika ke Bali lagi, saya ini ke daerah Karangasem dan Kintamani.
Siap – siap berburu tiket pesawat nih . . .
Cakep y mba :) belum kesampean pengen ke Bali
BalasHapusKalau saya sih suka Mbak tempat-tempat kayak gini. Pengen menggali cerita di baliknya...hehehe.
HapusNapak tilasnya unik ya mba..lebih ke monumental bangunan/ situs
BalasHapusHihihi...makanya saya sebut sebagai tapak aja Mbak. Maksudnya bukti sejarah gitu...bukti pernah adanya kerajaan Mengwi...
HapusWah bangunan yang indah
BalasHapusIndonesia itu unik..., kaya akan budaya, termasuk juga seni bangunannya yak...
HapusAku bolak balik lewat depan nya tapi ngak pernah berhentimampir ehehehe
BalasHapusWaktu itu bingung mau kemana. Kalau yg jauh-jauh waktunya ngga keburu. Akhirnya ngejar ke Tanah Lot plus tambahan Pura Taman Ayun.
Hapusini mba ada sedikit koreksibuat tilisannya biar engga terlanjur salah pengucapan nantinya, dewa nanga sanga harusnya dewata Nawa Sanga, weru Harusnya Meru ,sama candi gelung biasanya disebut Kori Agung kalok di bali
BalasHapusSaya sudah di Bali,500m dari Pura Taman Ayun.How I proud to be a Balinese.
BalasHapus