Hari Minggu kemarin
ngapain? Hmmm, kami ke Pelabuhan Karangantu, pelabuhan yang pernah menjadi ikon
Kesultanan Banten dan merupakan pelabuhan strategis pada zamannya. Ngga pernah menyangka sebetulnya bahwa dulunya
pelabuhan ini merupakan pelabuhan internasional.
“Iiiih, Karang Hantu,
Bu? Ngga mau ah, ada hantunya dong, Bu?” Seru Aisya dengan ekspresi ketakutan,
ketika saya menyebut nama pelabuhan ini. Ya, Karangantu sering juga dilafalkan
sebagai karanghantu, sehingga ketika mendengarkan pasti dikonotasikan dengan
hantu. Apalagi di pelabuhan ini terletak dengan Benteng Speelwijk peninggalan
Belanda yang dulunya ditinggalkan karena mewabahnya penyakit sampar yang menyebabkan
kematian yang cukup besar.
Tapi apakah benar ada
hantu di pelabuhan ini? Simak terus ceritanya yang akan mengupas riwayat
kejayaannya di masa lampau serta kekiniannya dimana sekarang tempat ini
perlahan mulai dilirik kembali.
Pelabuhan Karangantu
Riwayatmu Dulu
Dahulu hingga sekarang,
bumi Nusantara ini telah menyihir bangsa-bangsa lain karena kekayaan alamnya
dan letaknya yang strategis. Asing selalu punya cara untuk kembali ke sini dari
mulai cara kasar sampai dengan cara halus sekalipun. Entah kita ini bangsa yang
pemaaf atau bangsa yang pelupa, dengan ramah kita mempersilahkan mereka masuk.
Saat Belanda pertama
kali masuk ke Indonesia, konon katanya melalui jasa pelabuhan di ujung Barat
Pulau Jawa. Melihat potensi kekayaan rempah-rempah dan letaknya yang strategis,
mereka ingin menguasai jalur perdagangan rempah-rempah di sini. Belanda
menyebutnya daerah ini dengan sebutan Kota Intan, yang merupakan kota
pelabuhan. Kota pelabuhan ini dibangun dengan mengambil contoh kota di Eropa,
yang kemudian menjadi kota pelabuhan terbesar di dunia dan pusat perdagangan
terbesar di Asia Tenggara. Pelabuhan ini dinamakan Pelabuhan Karangantu.
Awalnya, pelabuhan ini
hanya sebuah pelabuhan kecil yang kemudian bertransformasi menjadi bandar yang
sangat besar. Pelabuhan Karangantu mulai dilirik para pedagang dunia ketika
Malaka takluk di tangan Portugis pada tahun 1511. Para pedagang muslim yang
kebanyakan berasal dari daerah Persia, Gujarat India, juga Arab enggan
melabuhkan kapalnya di Pelabuhan Malaka, dan lebih memilih Pelabuhan Karangantu
yang terletak di ujung barat Jawa ini.
Tahun 1513 Demak gagal
mengusir Portugis dari Malaka, menyebabkan Kerajaan Demak memerintahkan
Trenggana bersama Fatahilah untuk menaklukan Pelabuhan Kelapa kepunyaan
Kerajaan Sunda. Pada tahun 1750, pusat pertahanan Banten pun dibangun. Saat
itu, Banten telah memisahkan diri dari Kerajaan Demak. Maulana Yusuf, putra
dari Maulana Hasanuddin pun naik tahta menjadi raja di Banten.
Banten dengan pintu
masuk Pelabuhan Karangantu berkembang pesat. Puncak kejayaan Banten ada di masa
pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa yang memerintah tahun 1651 – 1682.
Dikatakan pada masa ini, Banten mempunyai armada kapal yang sangat mengesankan
dan dibangun mengikuti kota pelabuhan Amsterdam. Banten bahkan mengirimkan
armada perangnya ke Sukadana (Kerajaan Tanjungpura) dan menaklukkannya pada
tahun 1661. Pada masa ini Kesultanan Banten juga berusaha keluar dari tekanan
VOC Belanda yang terus memblokade kapal-kapal Banten. Pelabuhan Karangantu yang
awalnya merupakan pelabuhan nelayan, berubah menjadi pelabuhan sibuk pada masa
itu.
Pertemuan antar bangsa
di daerah ini menjadikan Banten berkembang pesat. Banten dengan Pelabuhan
Karangantu menjadi pelabuhan terpenting kedua setelah Pelabuhan Sunda Kelapa
(Cortesso, 1941: 168-169)
Sebagai pelabuhan
penting, Banten mengekspor lada dan beras (Cortesso, 1941). Catatan Barbosa
menyebutkan bahwa dari Pelabuhan Banten diekspor 1000 bahar (180.000 kg) lada
(Chijs, 1881:4). Selain sebagai pusat komoditi hasil rempah dan perdagangan,
pelabuhan Banten juga menjadi pintu masuk juga menjadi salah satu tujuan para
korban konflik.
Tahun 1614, imigran
dari China dan saudagar tiba di Pelabuhan Karangantu dengan 4 kapal dengan
berat diperkirakan mencapai rata-rata 300 ton. Catatan JP Coen menyebutkan
bahwa 6 buah perahu China datang membawa komoditi dagangan senilai 300.000
riyal (Clive Day, 1958: 69)
Dengan semakin
banyaknya para pedagang yang melewati Banten, Pelabuhan Karangantu kemudian
menjadi semakin besar, bahkan hampir menyaingi Pelabuhan Sunda Kelapa, dan
dikatakan sebagai pelabuhan terbesar kedua setelah Sunda Kelapa di Jayakarta.
Pelabuhan Karangantu menjadi tempat persinggahan para saudagar yang hendak
melanjutkan perjalanan menuju ke Benua Australia.
Kenapa dinamakan
Karangantu? Kalau cerita mistisnya, katanya zaman dahulu, sebuah kapal Belanda
membawa sebuah guci yang berisikan hantu. Di dalam perjalanan, ketika kapal
mendekati pelabuhan, guci tersebut jatuh dan hantunya lepas. Jadilah masyarakat
setempat menyebutnya karanghantu.
Terlepas dari mitos
adanya guci berisi hantu, daerah pelabuhan ini sebetulnya banyak terdapat
karang-karang di pinggirannya. Seringkali kapal-kapal yang masuk ke sini
terantuk karang jika kurang berhati-hati. Hal ini pula yang menjadikannya
sebagai pelabuhan yang strategis dari sisi militer. Maka tidak mengherankan
jika VOC Belanda membangun benteng pertahanannya di dekat sini.
Pelabuhan Karangantu
Riwayatmu Kini
Sekarang, jika
kalian ke Karangantu, tidak terlihat bahwa dahulunya kota ini merupakan bandar
besar. Pelabuhan Karangantu kini fungsinya sebagai pelabuhan nelayan. Dari sini
pula kita bisa mencari perahu sewaan, jika kita hendak melancong ke Pulau Dua,
Pulau Tiga, Pulau Burung atau pulau – pulau lainnya di sekitarnya.
Di sekitar
pelabuhan, terdapat pasar yang dikenal dengan Pasar Karangantu. Sebagian
pedagang berjualan memakai sebagian jalan, sehingga terkadang menimbulkan
kemacetan di daerah ini.
Oya, di sini juga
terdapat Pelabuhan Pelelangan Ikan. Biasanya, jika saya mencari ikan murah
meriah dan segar, di sinilah tempatnya. Saya lumayan sering ke pelelangan ikan
ini, terutama jika ingin membuat mpek-mpek.
Baru – baru ini,
saya mendengar ada tempat pariwisata baru yaitu hutan mangrove. Katanya sih
tempatnya bagus dan instagrammable banget. Penasaran dong pengen ke hutan
mangrove, berjalan di atas jembatan kayu, di tengah hijaunya daun-daun
mangrove. Menurut kabar, tempatnya tidak jauh dari daerah Pelelangan Ikan
Karangantu.
Berawal dari rasa
penasaran ini, beberapa minggu lalu, kami menyusuri jalan di dekat Pelabuhan
Ikan Karangantu. Ah, ternyata sekarang terdapat jalan baru di bagian belakang
Pelelangan Ikan yang menuju lautan luas. Sepertinya sih akan dibentuk dermaga –
dermaga kapal yang akan menuju tempat wisata. Dan, rupanya jalanan baru yang
buntu ini telah menjadi semacam tempat wisata murah – meriah.
Pagi itu banyak
sekali pemuda, anak – anak, keluarga yang sekedar berjalan – jalan menyusuri
jalanan beton baru itu. Mereka berlarian ke sana ke mari, dan ada pula yang
duduk – duduk di pinggir jalanan menikmati pemandangan langit lepas.
Sinar matahari
pagi, perlahan mulai naik. Serabut kuning keemasan mewarnai langit Timur. Hmmm,
indah juga ternyata di sini. Lautan luas tampak tak berujung membentang dari
Barat ke Timur. Saya pun menyadari, bahwa di tempat ini, kemungkinan bisa
mendapatkan sunrise dan sunset lebih besar.
Dduuuarrr!!!
Terdengar suara
ledakan. “Astagfirullah!” Saya berteriak kencang mendengar suara yang
mengagetkan hati tersebut. Terlihat anak – anak lelaki dewasa berlarian sambil
tertawa terbahak – bahak. Rupanya mereka melemparkan petasan ke rawa – rawa yang
ditanami pohon mangrove. Entah apa yang sedang mereka lakukan.
Duuuh, ada – ada saja
membuat orang kaget.
Ya, di sekitar
jalanan itu juga terdapat tumbuhan mangrove. Ternyata keren juga lho
berfoto-foto di sini. Nih, coba lihat gayanya Aisya dengan berbagai ekspresi
muka. Haha, berlagak kayak model terkenal saja yak.
Tuh, ngga perlu
jauh – jauh kan untuk menemukan tempat bagus untuk foto – foto. Yang orang
Serang bisa merapat ke sini. Kalau cuaca bagus, sepertinya sunrise dan sunset
di sini pasti indah.
kaya mana sih pelabuhan yang dulu berjaya di zaman kolonial,kalo denger guru sejarah bercerita jadi pingin masuk ke zaman tersebut, Banen salah satu yang terkenal ya mbak
BalasHapusIya bener Mbak Evrina, kalau baca-baca sejarah kayaknya pengen yak bisa time capsule gitu menerobos ruang dan waktu. Eh, tapi serem juga kali yak, kalau tiba-tiba munculnya di tengah medan pertempuran...xixixi.
HapusPernah ngelewatin tempat ini, tapi ga sempet buat berhenti. TApi yang selalu mengingatkan saya dengan Pelabuhan Banten, yaitu kisah penghalauan belanda oleh orang2 Banten, plus Jalan Raya Pos yang sampai sekarang masih digunakan.
BalasHapusSaya selalu penasaran dengan kisah-kisah para raja dan sultan di Indonesia Mbak. Pengen tahu kisah-kisah mereka. Bikin penasaran, apa dulu kerajaan-kerajaan ini megah dan hebat atau gimana gitu. Masalahnya kan ngga seperti halnya di China atau Jepang atau Korea, di mana bangunan-bangunan sejarahnya masih kelihatan bentuk nyata dan cantiknya. Di Indonesia, rata-rata cuma tinggal puing-puing atau batu bata, susah banget jadinya ngebayangin....
Hapusseneng deh baca2 soal suatu tempat dan sejarahnya, kerennn... eh sama yah di mana2, kalo nemu spot bagus pasti foto2, dan kalo udah ibu2 gak jauh2 yang difoto pasti anak, hihihi..,.
BalasHapusIya bener Mbak...korbannya anak-anak. Xixi. Tapi katanya perlu hati-hati juga yak...:(
Hapustempatnya memang bagus untuk foto-foto yah Mba Levina, cocoklah buat orang-orang yang doyan foto seperti saya, sayangnya tempatnya jauh :(
BalasHapusLumayan sih..sekarang sedikit-sedikit diperbaiki. Mudah2 an sih seterusnya tambah bagus. Untuk meningkatkan pariwisata Banten
Hapustempatnya rapi dan bersih ya... ga nyangka sejarahnya panjang jg...
BalasHapusYang bagian sini agak rapi dan bersih..ada beberapa area yg masih kumuh...
HapusSejarahnya mengesankan sebenernya mah Mbak, sayang tempat ini ngga cukup perawatannya. Tapi memang perlu kesadaran semua pihak sih, termasuk masyarakatnya.
ikannya juga sudah mulai berkurang akibat pencemaran
BalasHapus