Dengan nanar saya menatap tubuh putihnya yang tergeletak tak berdaya. Berbagai macam cara sudah saya coba untuk menghidupkan nyawanya kembali. Tapi apalah daya, dia tak mau juga menunjukkan tanda-tanda kehidupan.
Usianya baru 9 bulan...
(menghela nafas). Belum pula satu tahun usianya. Ibarat bayi, dirinya sedang lucu-lucunya.
Masih belum hilang
diingatan, bagaimana saya sangat menginginkannya untuk menemani
keseharian saya, bersama merajut mimpi dan warna.
"Pengen
banget, Yah. Izinkan saya memilikinya ya," rayu saya pada
suami waktu itu. Suami hanya menggeleng-gelengan kepala menyaksikan
ketengilan istrinya untuk memiliki dirinya walaupun harus menguras isi tabungan
yang telah disimpannya beberapa lama. Ya, saya memang gila kalau sudah
menginginkan sesuatu.
Dan, ketika benda
mungil itu sudah berada di tangan, betapa senangnya hati saya. Tak
henti-hentinya saya mengelus, mengusap, menatap, bahkan mendekapnya dalam
pelukan. Satu hal yang menjadi kesayangan saya adalah kamera yang tertanam di
bodinya yang dengannya saya bisa bebas mengeksplore keingintahuan saya mengenai
photography.
Lho kok pakai kamera
ponsel bukan DSLR? Sssst . . . , pake ponsel lebih ringan, ngga ribet bawanya.
Mau beli mirrorless, belum kekumpul pundi-pundinya.
Kecintaan saya terhadap
dirinya, mungkin sudah bisa dibilang sebagai addicted. Ketika suatu saat dirinya tidak berdaya, mungkin overload akibat pemakaian terus menerus
dengan beragam aplikasi, saya pun merasa seperti separuh nafas terbang
bersamanya. Uhuk!! Eh, tapi iya loh, tanpa ponsel mungil
di tangan, rasanya bingung mau ngapain, bawaannya uring-uringan terus, apalagi
acara mudik sudah di depan mata. Bagi saya, mudik salah satunya adalah untuk
mengeksplore daerah wisata dan kuliner daerah.
“Ambil hikmahnya saja. Yangku harus fokus perbanyak ibadah
selama bulan Ramadhan,” begitu nasihat suami saat saya mengadu mengenai
rusaknya ponsel mungil kesayangan. Saya merengut kesal, sepertinya suami malah
menikmati kesusahan saya tanpa ponsel. Saya membanting kaki, berbalik
meninggalkannya menuju kamar. Numpang minta foto pakai kamera saudara? Iiih, ngga banget, deh! Bisa keburu kehilangan momen dong.
Eh, iya juga yak, mungkin
ini waktunya untuk self reflection,
pikir saya. Entah sejak kapan mulanya saya menjadi kecanduan dengan ponsel.
Yang saya ingat, awal pertama memiliki benda yang satu ini adalah saat pertama
kali mendapat kerja di tempat kerja yang mengharuskan saya jauh dari orang tua.
Saya ingat, waktu itu sekitar tahun 2001, pertama kalinya saya memiliki ponsel
yang kalau ada panggilan telepon bunyinya tiririt,
tiririt, tiririt, plus antena di ujung atasnya. Waktu itu belum ada
kameranya.
Semakin
ke sini, teknologi ponsel semakin berkembang. Muncul smartphone, touch screen,
android, termasuk kamera pun dibenamkan dalam juga di dalam ponsel yang awalnya
hanya berfungsi untuk berkirim pesan atau menelepon. Tidak cukup hanya dengan
kamera belakang, kamera depan pun seolah sudah menjadi fitur wajib sebuah
ponsel.
By the way, apa
sih yang saya lihat pertama kali saat ingin memiliki si mungil yang kini tidak
berdaya? Hmmm, pertama kameranya, terus baterainya tahan lama atau tidak, terus
RAM-nya, eh, kok terus sih. Maksudnya kamera ponselnya, yang utama.
Ngomong-ngomong spesifikasi ponsel seperti ini, jadi inget Zenfone 2 Laser
ZE550KL deh. Katanya sih Zenfone 2 Laser ZE550KL ini kameranya oke punya, belum
lagi ditambah baterainya yang tahan lama. Cocoklah buat profesi Travel Blogger,
kayak saya. Kih, kih, kih, Jadi
pengen ngejajal (kedip-kedip mata, cacingan).
Tanpa
kamera, apalah arti sebuah ponsel. Eaaaa.
Lah iya toh, zaman sekarang nyari ponsel pasti nyari yang MP kameranya gede.
Apalagi kalau bukan untuk selfie, wefie, atau potret-potret aktivitas traveling
buat pamer di Instagram. Eh?
Bukan
pamer lah yak, lebih kearah tuntutan profesi. Ceila. Sebagai Travel & Food Blogger (ngaku-ngakunya), otomatis
senjata andalan saya adalah kamera dong. Ntar kalau review tempat wisata atau
kuliner tanpa foto dibilang hoax.
Apalagi kalau fotonya nyomot punya orang lain. Hmmm, ngga apa-apa sih, asal
mencantumkan kredit fotonya. Cuma bagi saya, tentu saja akan mengurangi
orisinilitas dari artikel yang saya buat.
Kemana
pun saya pergi, ngga pernah saya lepas dari ponsel mungil kesayangan saya. Lah
kan ada kamera ngapain harus tergantung sama ponsel. Dari segi kepraktisan sih,
menurut saya, lebih enak melalui ponsel. Ngga ribet bawanya, ngga menuhin
tempat, plus ringan. Tinggal jepret, terus bisa langsung upload ke Instagram,
Facebook atau Twitter.
Jadi
bisa dibayangkan dong bagaimana kesalnya dan sebalnya saya, saat si mungil
tidak bisa di start up? Rencana mudik
sudah di depan mata. Itinerary tempat wisata dan kuliner juga sudah. Dan,
tiba-tiba si mungil ngadat. Di bawa ke service center, katanya baru bisa
selesai seminggu sampai dua minggu setelah Lebaran. Rasanya pengen
ngebanting-banting kaki saking kesalnya. Arrrgh!!
I need the camera! I want my phone camera back!
Saya
dan dirinya memang ngga pernah bisa lepas. Mengapa saya dan kamera ponsel bak
pasangan yang tak terpisahkan sih? Ini dia alasan saya:
1.
Capture Ekspresi
Anak-Anak
Saya
paling suka menangkap ekspresi anak-anak dengan kamera ponsel dari berbagai
sudut. Mereka berdua adalah model utama saya. Itulah kenapa saya sering
traveling bareng mereka. Kayaknya ngga indah tempat wisata tanpa kehadiran dan
gelak tawa mereka.
Kamera, Saya & Ekspresi Anak. Paling suka mengabadikan ekspresi-ekpresi mereka. |
Foto dengan pose lompat, selain berolah raga, juga bisa menghasilkan foto yang aduhai kan? Ayo difoto sambil lompat! |
Mengabadikan
momen bersama mereka sangatlah berharga buat saya, termasuk momen-momen kenaikan kelas atau saat mereka harus melakukan performance tarian di sekolahnya. Kalau ngga ada kamera ponsel, gigit jari deh.
2.
Foto Tempat Wisata Agar Ngga Dibilang Hoax
Ya
namanya travel blogger, minimal ada satu-dua foto lah yak mengenai tempat
wisata yang dituju. Terus terang dengan adanya ponsel, traveling lebih mudah.
Kamera
ponsel sekarang canggih-canggih, malah ada yang udah dilengkapi autofocus,
manual mode mirip kamera DSLR, fish eye,
filter effect, blur effect atau mode capture. Kadang suka ngiri dengan yang
punya kamera ponsel canggih-canggih begini. Hmmm, tapi disyukuri aja ya apa
yang ada. Kata para master, hasil foto mah tergantung the women behind the camera (edisi menghibur diri).
Kamera, Saya & Wisata. Kamera ponsel sangat membantu saya saat mereview tempat wisata. Nih, cantik juga kan walaupun pakai kamera ponsel? |
Oya, satu
hal yang bikin sebel kalau low light
atau cuaca mendung atau di malam hari. Keindahan tempat wisata ngga bisa
di-capture dengan sempurna seindah aslinya. Kira-kira ASUS punya ponsel dengan
kamera yang mumpuni ngga yak, yang bisa hasilnya okeh untuk low light? Kalau ada, boleh dong
rekomendasinya.
3.
Menangkap Kelezatan Kuliner & Masakan Mamih Tercinta
Nah,
ini juga yang sering bikin suami agak berdecak kesal kalau mau makan di resto
atau hotel. Makanan ngga boleh ada yang menyentuh sebelum saya foto. Wkwkwk.
Kesel ngga sih, perut keroncongan, eh istrinya malah jeprat-jepret?
Kamera, Saya & Makanan. Makanan yang satu ini adalah masakannya si Mamih. Lezaat. |
Kamera, Saya & Kuliner. Ini yang suka bikin sebel anak-anak dan suami. Bukannya dimakan, malah sibuk jeprat-jepret duluan. |
Kamera, Saya & Makanan Apapun. Iiih, dapat coklat kurma dari Arab satu biji saja mesti diabadikan. Untung ada poncam (phone cell camera), xixi. |
“Heran!
Orang mah makanan itu dikerubuti buat dimakan, bukan buat difoto,” begitu
protesnya setiap kali. Saya sih cuek saja, mau dibilang apa terserah.
Tapiii, saya mati gaya saat
harus pergi bisnis trip bersama dengan para bos, dan menginap di hotel mewah
yang breakfast-nya pengen banget saya foto. Duh, tengsin amat yak, kesannya: ini dari kampung mana sih kok udik banget,
makanan kok di foto-foto. Terpaksa kalau perginya bersama mereka, saya menahan
diri untuk tidak mengeluarkan kamera ponsel saya.
4.
Membuat Laporan Pandangan Mata & Street Photography
Saat
mudik kemarin, ingat dong kasus brexit yang katanya kemacetannya ruaar biaasa
itu? Masih segar yak, diingatan. Nah, saya ingin dong bikin laporan pandangan
mata mengenai kondisi lalu lintas saat arus mudik dan arus balik. Harapan saya sih supaya bisa sharing
dan berbagi sesama mudikers.
Setiap
tweet, saya sertakan foto-foto kondisi lalu-lintas yang saya lalui. Demikian pula jika ada hal-hal yang menarik sepanjang perjalanan atau yang lebih keren disebut dengan fotografi jalanan (ngaku-ngaku lagi nih saya).
Kamera, Saya & Jalanan. Apapun bisa jadi objek yang menarik di jalanan. Jadi perlu sekali ponsel kamera biar cepat respon, ngga pakai ribet & ga kehilangan momen. |
5.
Mengirim & Mendapat Informasi Dengan Cepat
Dulu,
untuk mengirim atau mendapat informasi, kita siap sedia dengan peralatan tulis
kita. Tapi, sejak ada kamera ponsel ngga berlaku lagi tuh bawa buku catatan.
Tinggal foto saja bahan penjelasan yang diperlukan. Ya, ngga?
Oya,
terkadang saya juga sering mengirim informasi dengan meng-capture informasi atau
laporan, dan diteruskan ke atasan saya. Pak,
laporannya sudah saya revisi, mohon koreksinya. Begitu caption untuk
fotonya. Informasi pun bisa sampai lebih cepat. Atasan pun bisa periksa di mana
pun.
6.
Video Call
Penting
banget nih punya ponsel yang ada kamera depannya. Bukan hanya buat selfie, tapi
juga supaya bisa video call saat kangen ketemu anak-anak. Pernah saat harus
meninggalkan anak-anak sekitar 40 hari, rasanya hanya mendengar suara saja ngga
cukup. Nah, video call bisa mengobati kerinduan saya dengan mereka. Tuh kan, kamera ponsel juga bisa digunakan untuk keperluan lain selain foto-foto.
7.
Selfie
Sebetulnya
saya paling ngga suka (baca: percaya diri) untuk selfie ataupun foto diri. Entah
kenapa saya selalu merasa, fotonya jauh dari kenyataan, alias jelek. Camera is not work on me. Halah, emang
udah dasar jelek kali yak, malah nyalahin kameranya. Hahaha.
Kamera, Saya & Selfie. Si Abang pegang setir, eneng foto-foto di belakang yak. Iiih, abaikan penampakan yang satu ini, jika mual. |
Itulah beberapa alasan kenapa saya lengket dengan kamera ponsel. Bagaikan nyawa kedua kayaknya. Lebay ngga sih? Pisaaan.
Buat saya ponsel tidak hanya sekedar untuk selfie, karena sebetulnya saya paling ngga pede kalau untuk urusan foto diri. Lihat saja, jarang deh saya ada dalam frame foto traveling. Hahaha. Maklumlah, saya mah orang introvert kayaknya. Eh, tapi ponsel kamera pernah juga loh mengangkat percaya diri saya. Gara-gara menang lomba dari hasil jepretan kamera ponsel, padahal saya sempat minder karena yang lain kameranya canggih-canggih. Emang rejeki mah ngga pernah ketukar yak. Kalau sudah rejeki, ngga bakal lari gunung dikejar, yang penting berusaha terlebih dahulu. Siapa tahu rejeki juga ada yang lempar Zenfone 2 Laser ZE550KL. Plakkk! Bangun woi!
Terus bagaimana nasib Lebaran kemarin tanpa ponsel? Bukan saya namanya kalau ngga nekad. Saking
ngga bisa bertahan sendirian tanpa kamera, biar kata dipelototin suami, nekad
deh call a friend. Minta dibawain ponsel buat mudik dari koperasi. Maaf ya, Ayah, Bubu perlu kamera ponselnya. Ponsel apa ajalah, yang penting
ada kameranya. Wkwkwk, edisi pasrah. Iya dong, mudik tanpa kamera, bagaikan
sayur tanpa garam, jiaaah. Terbayang kecantikan kampung halaman,
melambai-lambai di pelupuk mata, minta diposting di Instagram, facebook, dan
twitter.
hihihi... setuju ih tanpa kamera apalah artinya ponsel, krn skrg ini kan memang kanera ponsel dibutuhin banget :)
BalasHapusMati gaya ya Mbak. Apalagi kalo lihat orang jeprat jepret sedangkan kita ngga bawa ponsel atau kamera. Beuh, serasa terlempar ke dunia antah berantah.. xixi
HapusKalau saya malah kurang jodoh dengan kamera ponsel, Mbak. Afdolnya baru sama DSLR, meski berat dan (kadang) ribet tapi namanya sudah cinta, tetap usaha dibawa ke mana-mana. Saking cintanya pas kemarin lupa bawa baterai DSLR (dan saya uring-uringan banget), rasanya menyesal dan kurang banget kalau cuma pakai kamera hape. Sekarang saya sudah bertekad buat kembali ke sana hanya untuk memotret pakai DSLR, hahaha...
BalasHapusDSLR saya belum terbiasa pakainya. Kadang pencahayaannya ngga sesuai yg diinginkan.. harus adjust dulu. Hiks.. masih harus belajar. Memang hasilnya juga oke yak. Tapi kalau lagi butuh cepat karena momen, kamera ponsel mbantu banget. Trus sekarang fiturnya udah tambah mantep aja.. ada autofocus sama adjust cahaya langsung.
HapusMba itu foto yg penjual makanan pake kamera? bagus yah
BalasHapusIya Mbak, pakai hape itu. Kalau efek blurnya sih pake editing lagi... hehe.
HapusIbarat kata, kamera ponsel harus selalu menemani setiap detik aktivitas kita hehehe #jepretsana #jepretsini asyik-asyik
BalasHapusHihi betul... udah jadi bayang-bayang sepertinya. Bayang-bayang sepanjang badan..
HapusMudik tanpa kamera,bagai sayur tanpa garam. Banget, mbak
BalasHapusmeski ga ngerasain mudik. Tapi kurang lengkap tanpa adanya kamera ponsel. huehee
btw... fiksi d awal paragrap kereen :D
Banget Mbak... ngerasain kemarin sebelnya tanpa Hp. Yang awal sebenernya kenyataan sih... Hp nya ngga bisa start up 6 hari menjelang Lebaran...xixi. Kelabakan deh. Hari ini pun masih masuk rumah sakit handphone alias service center. Foto2 jepretran ponsel hilang deh di situ. Hiks.
Hapusibu levina semoga bisa ikut merasakan sensasi kamera asus yah
BalasHapusAamiin... :)
HapusKalo gw tetep merasa mantep kalo pake camera beneran, kamera Hp cuman buat manja2 ngak jelas hahaha
BalasHapusMaklum Om Cum, gaptek saya pakai kamera, masih suka agak belibet. Jadi pengennya sih henpon yang punya kamera canggih, biar cepet tinggal jepret. Hihi.
HapusTerima kasih sudah ikutan GA Aku dan #KameraPonsel. Good luck.
BalasHapus