Saya
sendiri, selama bulan puasa ini baru 2 kali berbuka puasa bersama. Yang pertama
bersama Nurul Noe, hmmm, tapi entahlah apakah itu bisa disebut buka puasa
bersama karena kenyataannya kedua dari kami tidak ada yang berpuasa saat itu.
Dan yang kedua adalah bersama tim majalah kantor. Jadi, ceritanya sejak
beberapa tahun lalu saya tergabung sebagai anggota tim redaksinya. Bukan
majalah untuk umum sih, tapi lebih ke arah majalah internal perusahaan yang
beritanya pun tentunya sebagian besar bercerita mengenai aktivitas di tempat
saya bekerja, jadi semacam media aspirasi karyawan. Bukan pula sebuah majalah
besar, kami hanya mencetak sekitar 1.000 eksemplar setiap edisinya.
Dulu,
saya sering menyebutnya sebagai majalah “Tempo”. Maksudnya tempo-tempo terbit,
tempo-tempo kagak. #meringis. Tapi, baru 2 tahun belakangan ini, ceritanya kami
agak serius mengelola majalah ini, walaupun para wartawan dan redaksinya masih
bersifat sukarela, nyambi dengan pekerjaan inti. Kami beruntung, karena pihak
manajemen juga mendukung kegiatan ini, sampai pernah juga mengundang Gol A Gong
untuk mengadakan pelatihan menulis. Kenapa Gol A Gong? Karena kami merasa bahwa
tulisan yang bersifat berita, cenderung orang malas untuk membacanya. Apalagi
untuk event-event yang telah terjadi, yang tentunya akan menjadi basi jika
diceritakan dengan gaya bahasa berita (catatan: majalah terbit setiap 3-4
bulan).
Nah,
bersama tim majalah tercinta inilah, saya berbuka puasa bersama. Tempat yang
akhirnya dipilih, setelah melewati perdebatan panjang siang malam di group Whatsapp,
adalah Greenotel. Berhubung tempatnya baru saya dengar, antusias dooong pengen ikut bukber. Haha.
Greenotel? Di mana itu tempatnya? Saya pun
bertanya-tanya dalam hati. Saya sempat salah baca pesan di Whatsapp. Saya pikir
tempatnya adalah di BSD, karena sebelumnya teman yang mengatur acara bukber ini
menyebut-nyebut BSD. Saya pun sempat pamit sama misua sebelum berangkat kerja, “nanti
mau bukber di BSD yak, sama tim majalah.” Misua hanya merespon, “BSD? Ngga
kurang jauh bukbernya? Keburu magrib di jalan dong.” Saya pun hanya mengangkat
bahu saat itu.
Dan
ternyata, Greenotel itu letaknya di Green Mega Block Cilegon. Satu area dengan
Cilegon Waterpark. Hellow! Saya
kemana saja selama ini, ngga tahu ada hotel ini. Padahal saya cukup sering juga
ke Cilegon Waterpark mengantar anak-anak berenang.
Perjalanan
dari Anyer lumayan lancar. Mobil Innova yang membawa kami meluncur dengan mulus
di Jalan Lingkar Selatan. Sempat mengobrol-ngobrol tentang tempat-tempat
kuliner baru yang lagi ngetrend di Cilegon yang ternyata saya belum tahu sama
sekali, seperti tempat makan yang mempunyai konsep argowisata. Wah, wajib dicoba nih libur nanti.
Tepat
jam 5.30 sore, kami pun tiba di Mega Block Cilegon dan memasuki kawasan
Greenotel. Mega Block ini semacam kawasan integrasi terpadu. Di dalamnya
terdapat perkantoran, hotel, restoran, waterpark, dan katanya sedang dibangun
shopping mall.
Saat
kami turun dari mobil, saya langsung terperangah melihat hiasan lampu gantung
yang terbuat dari rotan melingkar-lingkar menghiasi bagian depan hotel. Dan,
tidak memerlukan waktu yang lama untuk saya tersadar bahwa konsep hotel ini
adalah green environment.
“Nih,
kesetnya berbuat dari batok kelapa,” kata Mbak Tia. Mata saya mengikuti gerakan
kakinya yang menginjak-injak di atas keset besar yang terhampar di depan pintu
masuk yang terbuat dari kaca. “Serius?” Tanya saya ngga percaya. “Iya, batok
kelapa,” jawabnya.
Sambil
memasuki lobi hotel, mata saya menjelajah sekilas, batok kelapa dipotong
kotak-kotak kecil dan disusun membentuk sebuah tikar alas kaki.
“Ini
yang aku ceritain tadi. Dindingnya terbuat dari batok kelapa juga,” terang Mbak
Tia lagi, berjalan mendekati tembok, dan menyentuhnya. “Ini beneran ya Mas,
batok kelapa?” Tanya Mbak Tia, penasaran, kepada resepsionis yang duduk manis
di depan meja sedang menghadapi salah satu anggota tim redaksi lainnya, Omiq,
yang juga merupakan fotografer handal.
Si
Mas mengiyakan. Saya, bersama kedua teman lainnya mendekati dinding untuk
memastikan. Memang batok kelapa, friend!
Salah seorang dari kami pun kalap langsung. “Duh, ini interior gue banget!
Menyatu dengan alam!” Serunya sambil jeprat-jepret dengan kamera handphonenya.
Saya ngga tahu deh hasil jepretannya.
Saya
ngapain? Ya sibuk juga lah jeprat-jepret.
Tidak
puas jeprat-jepret di lobi, kami pun beranjak ke bagian dalam dan belakang
hotel. Rupanya hotel ini menyatu dengan Cilegon Waterpark!! Wooow keren! Ruang
makan dan cafe langsung berhadapan dengan view kolam renang. Seperti halnya di
lobi dan lorong lobi, di area ini pun tidak lepas dari interior alam,
memanfaatkan potongan kayu, rotan, juga batok kelapa.
“Mereka
mengusung konsep recycle, atau daur ulang,” kata Omiq. Itu loh memanfaatkan barang-barang bekas untuk
bisa digunakan kembali dan mempunyai nilai tambah. Omiq ini tahu sekali tentang
hotel ini, karena si om ini sering wara wiri diundang untuk sesi pemotretan di
sini.
Sesi
pemotretan? Emang view-nya bagus? Hmmm, kece sih kalau menurut saya. Banyak spot-spot
menarik yang instagrammable banget.
Di
bagian ujung cafe, ada satu spot yang bernuansa masa lampau gitu.
Jendela-jendela kayu model zaman dahulu tersusun bersama dengan seng dan plat
nomor yang bertuliskan Greenotel. Terus terang saya melihat ini saya ingat
review hotel yang ada di Jogja itu. Yaaa, ngga sama persis sih, tapi mirip-mirip lah dikit. #
Wah, ngga mesti jauh-jauh ke Jogja pengen
foto-foto di tumpukan jendela-jendela tua. Di Cilegon pun ada. Saya pun langsung
meminta untuk difoto oleh Omiq. Entahlah lagi kesamber setan dari mana,
biasanya saya jarang tuh minta difoto. Haha.
Terus
bagaimana cerita berbuka puasanya? Tenaaang. Baru akan diceritakan.
Setelah
puas berfoto-foto ria, yang norak dan kampungan, akhirnya kita pun pada duduk
di meja, nunggu adzan magrib berbunyi. Di meja sudah terhidang es kuwut, bubur
sumsum, tumis sayuran, ayam kentang kecap, bakwan dan nasi. Wah, ternyata masih
cukup lama menuju waktu berbuka. Kami mengamati orang lalu lalang menuju kolam
renang juga yang baru berdatangan untuk buka puasa bersama.
“Eh,
itu orang-orang pada nenteng apa sih?”
Tanya teman. Saya pun memperhatikan orang-orang yang berjalan membawa
mangkuk-mangkuk kecil berisi risoles, cilok, dan lainnya. “Oh, itu yang ada di
lorong lobi, sebelum masuk ke ruang makan,” jawab saya. Ya, sebelum masuk sini,
saya sempat melihat ada meja penuh makanan di samping ruang makan hotel.
“Gratis
kali ya?” Katanya lagi. “Iya kali. Tuh, orang bebas wara wiri ngambil.”
“Mau
diambilin tah?” Tanya saya, sambil bangkit menuju meja hidangan. Saya pun
mengambil dua potong risoles, dan cilok yang menggoda hati.
“Nih,
udah gue ambilin. Bebas kok kayaknya. Tuh, Omiq aja ngambil.”
Eh,
baru saja saya menyimpan piring kecil berisi risol dan cilok di depan teman
saya, datanglah pelayan hotel, dan dengan sedikit tidak enak hati dia pun
bilang, “maaf Pak, Bu, kalau yang itu ngga boleh diambil, khusus untuk tamu
kamar.”
Ceeeeuuup.
Langsung deh kami pandang-pandangan. Malu hati. “Terus gimana? Udah telanjur
lah,” kata teman saya. Kalau saya sih pura-pura ngga denger. Setelah pelayannya
pergi, baru deh kita ngakak ketawa. “Hayo, tadi sapa yang bilang gratis?”
Tunjuk saya. “Ye, lagian kalau buat tamu kamar, jangan ditaruh di situ dong,”
elak teman saya, “bilangin, kalau buat tamu kamar, taruhnya di kamar!”
Alkisah
kami pun saling tuding, siapa yang tadi duluan ngomporin. Sedangkan Omiq,
dengan tenangnya menyantap risoles yang diambilnya tadi bareng saya.
“Puasa
Lo, kurang sempurna Na. Nyolong cilok sama risol,” godanya. “Lah, ngga ada tulisan
di situ, lagian ditaruh di deket pintu masuk. Mana tau itu buat tamu kamar?”
Jawab saya ngawur, sambil ngga tahan menahan ketawa, mentertawakan sok tahu-nya
saya. “Halal yak! Gue makan nih risolnya,” kata teman saya, masih dengan ketawa
ngakak, menggigit risoles. Saya nyengir, ngga berani makan risoles dan cilok
yang tadi saya bawa. Saya lebih memilih menyantap es kuwut, bubur sumsum dan
sup tomyam di hadapan saya.
Hmmm,
es kuwutnya sih standard yak. Di mana-mana memang es kuwut seperti itu, bersisi
serutan kelapa, melon dan biji selasih. Bubur sumsumnya lumayan enak, walaupun
masih belum bisa ngalahin bubur sumsum bikinan Emak. Sup tomyamnya? Ini yang
saya suka banget. Rasanya menurut saya sih pas, asam dan segarnya. Ada irisan
daun sereh yang menambah wangi. Hanya sayang, karena sudah disajikan dari tadi,
supnya sudah agak dingin. Seandainya masih panas, arrrggh, pasti uenak banget.
Lauk
utama, ayam kentang bumbu kecap dan tumis sayuran. Saya mencicipi sedikit ayam
serta sayurnya, tanpa nasi. Rasanya perut sudah penuh hanya dengan memakan es
kuwut, bubur sumsum, tomyam dan bakwan, jadi nasi sudah tidak punya tempat di
perut.
Pelayanannya
bagaimana? Responnya cukup cepat sih kalau menurut saya. Mereka melayani
komplain kami dengan baik. Walaupun sempat ada insiden “nyolong cilok dan
risoles”. Hadeeeuh, maaf ya atas kesoktahuan kami. Oya, saya sedikit galau
untuk memberikan rate terkait makanan. Rasanya sih menurut saya enak, hanya kurang
bervariasi. Mungkin karena sudah merupakan paket berbuka puasa ya, jadi memang
variasinya sedikit. Menu ala carte yang biasanya ada, tidak bisa kami pesan
karena menu saat ini sudah mengikuti standard untuk paket Ramadhan.
Overal,
tempat ini okeh buat foto-foto. Keren dengan konsep environmental friendly-nya. Saya suka dengan ornamen-ornamen yang memanfaatkan sumber alami seperti batok kelapa. Sukses selalu, semoga tambah improve sebagai hotel bisnis.
waaa tempatnya keren banget Greenotel ini yah, suka banget deh liatnya, apalagi makanannya juga menggoda semua.., yumm!
BalasHapusTempatnya dan interiornya saya suka sekali Mbak, kayak menyatu dengan alam gitu. Banyak spot kece juga. Makanannya sih lumayan enak, cuma kurang banyak variasi.
HapusHaaha, itu kocak bngt diatas, buka puasa tp dua2nya lg dapet wkwkwk
BalasHapusIya, ala-ala aja buka puasa bersama, padahal mah kagak puasa dah. Pas banget ya barengan datang tamunya.
HapusDesign interiornya kece, asyik buat poto-poto.
BalasHapusKece abis Mbak untuk interiornya kalau kata saya mah. Keren buat foto2 pre wed juga, atau event pemotretan gitu.
HapusNuansa tempatnya keren abiss.
BalasHapusAlah.. Ngadenger istilah bubur sum-sum jadi kebayang... Hehe
jgn dibayangin son, lgsg aja buat/beli bubum sum-sum nya :D
HapusKebayang apa Son? Sumsum tulang kah? Hmmm, ini karena warnanya putih jadi dinamain bubur sumsum...xixi
HapusIya, interiornya kece badai.
mungkin saya bs jd penyumbang batok kelapa ya bun buat Greenotel :D dirumah hbs parut kelapa, ya batok kelapanya dibuang ke belakang rumah, bagus ya di catt dan hias gtu, memancing suasana sejuk dan alami.
BalasHapusHaha..ide yang bagus. waaah, sayang juga ya batok kelapanya dibuang. dulu kalau di kampung saya biasanya batok kelapa bisa juga dijadikan suluh (kayu bakar). Iya, kreatifitasnya ada aja yak, batok kelapa bisa jadi kayak gini.
HapusWah penasaran banget. Benar-benar kreatif, serba batok kelapa. Biasanya kan dibuang-buang tuh
BalasHapusBetul Mbak Anisa. Palingan dulu cuma sebatas dimanfaatkan untuk kayu bakar, lumayan bisa membuat bara api. Tapi sekarang sudah naik kelas, jadi bagian dari design interior.
HapusSuasana yang eksotis. Mantap nih ajak teman-teman ngumpul disini.
BalasHapusBener, asyik buat tempat hang out bareng teman. Cafenya juga lucu. Cuma kalau makanan di cafe-nya belum nyoba sih...kemarin buka puasa nyobanya menu paket, ngikut menu orang lain.
HapusAhaha..
BalasHapusPernah tuh juga aku kejadian yang makan punya tamu yang menginap. Tapi, bukan pas buka puasa sih :D
Hahaha...inget itu saya suka pengen ngakak sendiri. Duh, ngga tahan deh sok tahunya. Mestinya kan nanya dulu ya Mbak, ini mah saya asal ambil saja.
Hapusitu seng dan papan bekas yah Mba?
BalasHapuswalau bekas tapi terlihat indah *jempol*
ini keren bange desainnya, salah deh kesini jam segini, bikin pengin gambar yang terakhir :(
BalasHapusDuh menggugah selera banget menu makanannya jadi pengen coba nih mbak.
BalasHapusAaaaaaakh :D kereeen banget mbak tempatnya :D bikiiiin betaaaah :D
BalasHapus