Selamat malam, gaeys . . .
Ngga
terasa ya, sudah memasuki minggu ke-3 Ramadhan. Biasanya memasuki awal minggu
ke-3, di perkampungan sebelah perumahan mulai ramai mempersiapkan acara Qunutan,
yang menandakan puasa telah memasuki hari ke-15. Kalau di tempat lain
bagaimana? Jangan-jangan sudah mulai
untuk persiapan menjelang Lebaran nih kayaknya. Menyiapkan nastar, kue wajib,
yang harus ada sebagai salah satu sajian Ramadhan? Atau mungkin ada yang lagi
bingung, tahun ini mudik ke mana yak?
Well, yang
lagi bingung mikirin mudik, tos dulu dong dengan saya.
-- Tradisi Qunutan atau Kupatan di Serang Banten, ditandai dengan memasak ketupat dan kawan-kawannya di hari ke-15 Ramadan -- |
Selain
masalah mengenai biaya, ada beberapa hal lainnya yang menjadi sumber
kerempongan tersendiri untuk “ritual” mudik Lebaran ini.
Setiap
tahun, pengaturan mengenai tempat Lebaran Hari Pertama selalu bikin runyam
dunia persilatan, secara saya dan suami saya bukan berasal dari daerah yang
sama. Sebagai istri yang shalehah (ceilah), ya maunya sih mengikuti suami yak.
Tapiii, terkadang saya juga ingin dong sekali-kali berlebaran hari pertama di
rumah orang tua saya.
Berhubung
jarak Cilegon – Kuningan, lumayan melelahkan dan kayaknya ngga mungkin juga
balik di hari kedua Lebaran ataupun sebaliknya, akhirnya kami membuat
kesepakatan untuk mudik gantian. Misalkan, jika Idul Fitri tahun ini di rumah
orang tua saya, berarti Idul Adha di rumah orang tua suami. Tahun depannya
berlaku kebalikan, lebaran Idul Fitri di rumah suami, kemudian Idul Adha di
orang tua saya. Rempong ngga sih? Atau ada yang punya pengalaman seperti saya?
Sudah hampir belasan tahun sih mudik seperti ini berjalan lancar, walaupun ya
harus ada adjustment juga, seperti ketika ibu mertua sakit parah akibat
stroke.
Masalah
pengaturan tempat selesai, eh, masih ada mengenai permasalahan selanjutnya,
yaitu izin cuti. Karena kami berdua adalah pegawai swasta, otomatis kalender
libur kami ya hanya yang dibulat-bulat merah di kalender. Tidak ada yang
namanya libur cuti bersama. Ya, kalau cuti habis dan maksa ngga masuk sih boleh
saja, hanya dipotong gaji. Kejam? Ngga juga. Dunia kerja memang dituntut
profesionalisme. Toh kita memang digaji untuk bekerja.
Karena
pekerjaan saya tidak langsung berhubungan dengan line produksi, ya sedikit
lebih longgar untuk mengambil izin cuti. Beda dengan suami saya yang
bersinggungan langsung dengan line produksi, sehingga di departmentnya selalu
digilir siapa yang boleh mengambil jatah ambil cuti Lebaran. Sadis? Menurut
saya ngga. Perusahaan tempat kami bekerja merupakan pabrik manufaktur yang
harus running 24 jam. Kalau tidak
begitu, banyak customer yang akan complaint
karena pasokan terganggu. Jadi, untuk mensiasati ini, biasanya ketika suami
giliran kena standby Lebaran, itu berarti Lebaran di rumah mertua.
Masalah
selesai? Ternyata ngga. Hiks.
Kali
ini masalahnya dengan anak-anak. Bukan karena mereka belum libur sekolah.
Justru mereka jauh-jauh hari sudah libur panjang. Masalahnya adalah yang jagain
mereka. Pengasuh mereka juga tentunya ingin mudik juga kan? Biasanya mereka
mudik seminggu Seminggu sebelum dan seminggu sesudah Lebaran. Ada jeda waktu
2-3 hari dimana kami belum cuti. Bingung dong, yang jagain anak-anak siapa? Akhirnya
masalah ini pun selesai, walaupun saya harus capai, setiap pagi, sehabis sahur
harus menitipkan anak-anak dahulu ke rumah kakak ipar. That’s what families are for, right?
-- Mudik berarti Azka dan Aisya bertemu dengan sepupu-sepupunya. Bikin keonaran pakai kostum aneh, jalan-jalan ke taman kota. Hahaha -- |
Sekarang,
setelah orang tua suami tidak ada kedua-duanya, yang menjadi sentral tempat
berkumpul saat lebaran dari suami adalah rumah kakak ipar yang tertua yang
tinggal di Bandar Lampung. Jadi mudik kami kali ini lebih jauh, ke Lampung dan
ke Kuningan, yang notabene berlawanan arah.
Tradisi
mudik saat lebaran memang sudah menjadi tradisi di sebagian besar masyarakat
Indonesia. Berapapun biaya yang dikeluarkan, rela asal bisa mudik.
Hari
ini, pagi-pagi, pengasuh anak-anak sudah mengeluh bahwa ongkos bus untuk mudik,
harganya sudah gila-gilaan. “Belum juga dekat lebaran, sekarang harga tiket
sudah Rp 150.000, katanya nanti kena tuslah jadi Rp 200.000,” keluhnya sambil
bersungut-sungut, “mana mau mereka ngikutin harga pemerintah. Berani bayar ya
dapat kursi, ngga berani bayar ya masih banyak penumpang lain yang mau.”
“Udah,
ngga usah mudik,” canda saya, “nanti pulang mudik gigit jari, ngga punya duit.”
“Ngga
mau tahu, pokoknya pengen mudik,” jawabnya sambil agak cemberut.
Kampung
pengasuhnya anak-anak terletak di Ciamis, Jawa Barat. Duh, saya pun mulai
menghitung berapa pengeluaran untuk mudik tahun ini. Untuk ongkos pp, baju
lebaran, kue-kue, thr-nya. Hmmm, lumayan besar juga. Saya pun garuk-garuk
kepala. Harga-harga di bulan Ramadhan dan menjelang Lebaran kayaknya tidak
masuk akal dibanding kondisi normal. Harga wortel 1 batang pun Rp 3.000 kok,
dari yang biasanya Rp 5.000 – Rp 6.000 perkilogramnya.
Tapi
kalau dipikir lagi, wajar juga kali yak, armada bus mengambil aji mumpung,
menaikan harga gila-gilaan. Lah wong jalanannya muacet parah gitu. Paling
sehari yang seharusnya bisa 1 kali pp, mungkin saat mudik cuma bisa satu kali
jalan. Tekor dong yak kalau pakai harga normal.
Saat
mudik, kondisi jalan sangat tidak bisa diprediksi. Kemacetan ada di mana-mana. Kalau
lagi beruntung kami bisa mendapatkan jalanan lancar. Cilegon – Kuningan bisa
ditempuh dalam waktu 12 jam (kondisi biasa 6 – 7 jam). Pernah juga berangkat
sehabis sahur, tiba di Kuningan malam hari. Badan rasanya sudah ringsek
seharian di perjalanan. Bagaimana yang mudik berkendaraan ke daerah Jawa Timur
ya? Tak sanggup saya membayangkannya.
-- Mudik berarti saatnya menikmati kuliner nostalgia zaman sekolah dulu. Xoxoxo -- |
Pernah
juga kami terjebak kemacetan yang sangat panjang di Jalan Tol. Dan, yang paling
saya benci saat kemacetan adalah saat dorongan alamiah melanda, alias perut
melilit pengen kebelakang atau kebelet pipis. Hadooow, ini sih bener-bener
penyiksaan. Kalau laki-laki kebelet pipis bisa melipir di pinggir jalan, lah
kalau perempuan? Kan ada tempat peristirahatan? Sumpah deh, itu tempat
peristirahatan juga ngga bisa diandalkan, karena kalau dalam kondisi kemacetan
seperti itu, terkadang penuh, sampai dipasang plang: “Tempat Peristirahatan
Penuh, Silahkan ke Pemberhentian selanjutnya”. Atau, saat ada yang kosong, eh
airnya ngga ada. Karena orang udah pada kebelet akhirnya pada pe-i-pe-i-es tanpa
siram. Kebayang dong pesingnya seperti apa.
Untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang bisa terjadi, biasanya saya selalu menyiapkan peralatan tempur untuk bepergian jauh. Mau tahu senjata saya saat mudik? Ini dia daftar yang wajib dibawa:
1.
Makanan (Camilan, Roti, Buah)
Ini
untuk persiapan kalau kondisi perjalanan macet banget, siapa tahu magrib masih
di jalanan. Sering lho saya mudik ke Kuningan kena magrib di jalan. Jarak yang
biasanya bisa ditempuh dengan 6 jam perjalanan, saat mudik bisa 12 jam
perjalanan.
2.
Buku Cerita & DVD Anak
Juga
untuk persiapan macet. Daripada mati gaya, anak-anak bad mood, buku cerita dan
DVD anak-anak bisa menjadi alat untuk mengalihkan perhatian anak-anak.
3.
Obat-Obatan
Karena
Azka menyandang alergi berat, yang timbulnya tidak mengenal tempat dan waktu.
Terpaksa setiap perjalanan, kami selalu membawa obat-obat alergi, termasuk
nebulizer.
4.
Tissue (kering dan basah)
Tissue
sangat berguna saat tidak ada air. Terutama kalau ke WC umum di pemberhentian.
Saya tidak pernah lupa untuk membawa tissue basah dan kering untuk perjalanan.
Selain itu juga bisa dimanfaatkan untuk membersihkan tangan.
5.
Air Minum
Hmmm,
puasa ya. Sebetulnya ngga bawa air minum pun ngga apa-apa. Azka dan Aisya pun
sudah berpuasa penuh. Cuma ya itu, untuk persiapan jika harus buka puasa di
jalan. Selain itu, bisa dipakai untuk cuci tangan atau membasuh sesuatu kalau
kepepet.
6.
Kaleng Bekas Biskuit & Plastik Hitam
Isi
kue? Buat buka puasa lagi? Hmmm, ngga sih. Kaleng bekas buat siap-siap jika
kebelet kencing disaat semua tempat pemberhentian tidak bisa menerima
pengunjung lagi saking penuhnya. Nah, kaleng ini bisa jadi salah satu
alternatif. Perempuan kan susah ya, terutama anak-anak yang belum bisa menahan pe-i-pe-i-es. Masih mending pakai kaleng, lah ada orang
yang pakai sarung buat nutupin pipis di pinggir jalan.
Kantong
kresek buat apa? Kalau saya sih buat persiapan mabuk. Terkadang kalau kondisi
badan kurang bagus dan jalanan meliuk-liuk, biasanya anak-anak suka sedikit
mabuk.
By the way, pernah ngga sih terlintas dipikiran bahwa tradisi mudik Lebaran itu sebetulnya pemborosan? Pengeluaran kita akan lebih besar dibandingkan dengan kondisi normal. Belum lagi kelelahan menghadapi
kemacetan yang mengular mirip lekukan Tembok Cina yang membentang 21.196,18 kilometer
(lebay dot com). Belum lagi kita
menghitung berapa banyak bahan bakar yang terbakar dan emisi yang terbuang ke
udara. Halah, itu meuni susah amat ya ngitungnya juga.
Tapiii,
kenapa tiap tahun kita ngga pernah kapok mudik Lebaran? Mbaknya Azka sama Aisya saja selalu mudik setiap Lebaran, padahal kalau
dipikir-pikir, sudah ongkosnya lebih mahal, berdesak-desakan, plus macet parah
lagi di daerah Nagreg.
“Ya,
kalau ngga macet mah, namanya bukan mudik.” Hahaha, iya sih, super kemacetan
memang ada saat mudik Lebaran dan Tahun Baru.
“Kayak
ngga berasa Lebaran kalau ngga mudik.”
Nah, sebetulnya apa sih arti mudik bagimu? Apa mesti
setiap tahun saat Lebaran kita mudik? Kenapa ya kita susah memindahkan
mudik ke hari lain, selain Lebaran? Padahal pengeluaran untuk Lebaran dan mudik
bisa 2 sampai 3 kali lipat dari biasanya. Lah, kalau mudik, emang ngga mikirin
bawa oleh-oleh? Ngga ingin kasih angpau sama keponakan dan saudara? Ngga doyan
kuliner tempat kuliner sambil bernostalgia zaman dahulu? Ngga kepengen explore
tempat wisata setempat?
-- Mudik adalah saatnya berkumpul seluruh sanak-saudara, daaan traveling time alert! Hehehe -- |
Tapi
buat saya, mudik adalah saatnya berkumpul seluruh sanak saudara. Momen bertemu
orang tua. Tahu sendirikan, di zaman serba
digital ini, rasanya susah sekali untuk hanya sekedar bersapa, bertatap muka.
Kalau ngga dipaksa dengan keadaan, impossible deh bisa ngumpul bareng. Yang tinggal serumah pun kadang-kadang serasa hidup di planet yang berbeda.
Masing-masing sibuk dengan gadgetnya. Iya ngga sih?
Sharing yuk, apa sih arti mudik bagi kamu? Serta apa tips kamu untuk menghadapi ke-bete-an saat harus macet puluhan jam?
Kalau saya sih lebaran kali ini gak ada namanya mudik. Gak bisa pulang. Lebaran ditempat orang. Mau ngerasain lebaran ditempat orang.
BalasHapusBuundaa, saya baru tau itu qunutan. ditempat saya namanya apaan ya?hihi.
BalasHapusWah Lebaran sebentar lagi, blum ad prsiapan beli baju apalagi buat kue nih bun :D xixi.
mudik lebaran? kayaknya saya jagain rumah 24jam deh bun T.T
ngapain aja dirumah? ngabisin kueeeee lebaraan :D haha
Kalo di keluarga saya sih, Lebaran itu momen berkumpul para cucu-cucu. Kalo bahasa sunda mah, bebenyit hehe.
BalasHapusMudik berarti waktu untuk berkumpul bersama sanak saudara.Setahun sekali loh bisa kumpul semua.Yaah pas lebaran itu.Bermacet macet ria tetapi ngangenin.
BalasHapusMudik lebaran bagiku quality time sama keluarga besar :)
BalasHapusAku mudik cuma sehari doank, ngikut ibu mertua yang asli Boyolali. Nah tahun ini giliran halbil di rumah bumer, jadi ya nggak mudik.
BalasHapuskalau buat aku mudik yah harus... eh hampir sama yah persiapannya kalau mudik kita :)
BalasHapusMudik saya jauh. Tinggal di Pemalang, deket sama mertua tapi jauh sama orang tua di Jambi. Sekali mudik buat ongkos aja terkuras deh tabungan setahun, hahaha. Makanya mudiknya dua tahun sekali, modusnya biar gantian. Hihihi...
BalasHapusWah, aku udah 4 taunan gak pernah ikut2an mudik lebaran nih. kudu jaga kandang (baca:kantor). padahal kangen jg ikut2an ngeramein bandara gitu buat mudik. hahaha
BalasHapus