Tidak seperti halnya Bogor atau Bandung yang mempunyai
berbagai jenis tujuan wisata, di Cilegon sedikit sulit menemukan tempat yang
asyik untuk mengajak anak bermain. Pantai, kolam renang, mall, atau makan;
paling itu pilihannya. Nah, kalau sudah hari Sabtu dan Minggu, bingung deh mau
kemana. Biasanya kita hanya kelalang-keliling ngga jelas tujuan. Ujung-ujungnya
ML kuadrat, alias Mall Lagi, Mall Lagi. Di tengah kebingungan itu Aisya
tiba-tiba ingin makan kemplang. Itu lho, sejenis kerupuk khas Palembang yang
berbahan dasar ikan. “Aku ngidam makan kemplang Bu,” begitu ucapannya.
Saya teringat satu tempat yang diceritakan teman saya, dimana
dia membeli berbagai macam oleh-oleh khas Lampung. “Aku beli di Pelabuhan
Merak, Mbak. Ngga sangka, ternyata dalamnya bagus juga,” cerita teman saya. Dia
tahu, saya ingin menyeberang ke Lampung melalui jalur pejalan kaki, karena
selama ini saya selalu melalui jalur kendaraan bermotor jika hendak menyeberang
ke Lampung. Hmmm, kenapa tidak ke Pelabuhan Merak saja, pikir saya.
“Beli kemplangnya di Merak aja yak,” ajak saya. “Dih,
kok di Merak Bu? Emang ada apa di sana? Kita mau nyeberang?” Tanya anak-anak
ribut. “Pengen lihat aja dalamnya seperti apa. Katanya sih banyak dijual
oleh-oleh khas Lampung.”
Perjalanan menuju Merak, tidak menghabiskan waktu
terlalu lama. Sekitar 30 menit sudah memasuki kawasan Merak. Dari jalan
perairan Selat Sunda sudah mulai terlihat. Banyak kapal ferry lalu lalang di
sana. Di ujung kanan terlihat beberapa tangki storage chemical milik beberapa
perusahaan kimia di daerah Merak. Si Jenderal Hitam memasuki jalur pintu
pelabuhan sebelah kiri, yang dikhususkan bagi penumpang yang berjalan kaki.
Terus terang, ini baru pertama kalinya saya ke sini.
Area parkirnya lumayan luas dan bersih. Sore itu banyak juga mobil yang
diparkir. Bukan, bukan untuk mengantar kerabat yang akan menyeberang ke Lampung
menggunakan ferry, tetapi banyak juga yang hanya sekedar parkir dan kemudian
duduk-duduk di pinggiran tembok yang menghadap ke laut. Oh, rupanya tempat ini
asyik dijadikan tempat wisata sambil menanti matahari tenggelam di ujung Barat.
Di dekat tembok yang berbatasan dengan laut tersebut,
tampak area lengang yang dikhususkan untuk orang berlalu-lalang dan berkumpul.
Beberapa penjual kaki lima, membuka lapaknya masing-masing di atas paving block.
Waaah! Keren! Bisa melihat kapal ferry lalu-lalang sedekat ini. Beberapa ferry mulai
merapat ke dermaga. Saat mendekati dermaga, terlihat beberapa ABK di atas
geladak dengan pakaian seragamnya tampak gagah. Terdengar pengumuman dari
pengeras suara, bahwa kapal telah sandar.
“Neng, beli kopi Neng,” tiba-tiba terdengar suara di
sebelah saya. Saya menoleh ke samping bawah ke arah datangnya suara Seorang perempuan berambut ikat terikat dan
tubuh besar, menatap saya dari tempat duduknya yang beralaskan kertas. Di
depannya terdapat keranjang kecil berisi pop mie dan aneka minuman bubuk
instant. Pandangannya sedikit memelas. “Ada Good Day?” Tanya saya yang dibalas
dengan anggukan riang. “Berapa?” Si ibu menjawab, “Rp. 5.000, Neng.” Tidak
terlalu Mahal. Saya pun memesan kopi Good
Day Granula favorit saya. Inilah salah satu kelemahan saya. Tidak kuasa
menolak jika ditawari sesuatu. Dia menyerahkan satu gelas plastik kopi ke
tangan saya. Hmmm, sore yang indah ditemani anak-anak, ayahnya dan segelas
plastik Good Day.
Menjelang matahari terbenam, di pelataran paving block
mulai di atur bangku-bangku plastik di depan sebuah cafe-cafean. Boleh juga
idenya. Menikmati makanan sambil menikmati matahari tenggelam atau menikmati
kerlap-kerlip cahaya lampu dari ferry-ferry yang melintas ataupun cahaya lampu
dari pabrik-pabrik di sekitarnya. Malam hari terbayang indah di sini.
Tembok pembatas yang panjang pun telah penuh terisi
orang-orang yang duduk-duduk diatas tembok pendek tersebut. Banyak pasangan
muda-mudi bercengkerama menikmati malam minggu murah meriah tapi menakjubkan
ini. Selain muda-mudi, banyak juga keluarga kecil yang menyengaja datang untuk
melihat hilir mudiknya kapal ferry. Anak-anak kecil sangat suka melihat
kapal-kapal ini. Pandangan takjub terlihat di mata mungilnya. Bagi mereka
pemandangan ini merupakan pemandangan yang tiada duanya.
“Duduk saja Neng,” si Ibu bersuara kembali saat
melihat saya tidak berani duduk di tepian tembok. Saya menoleh kembali dan
tersenyum. Entah awalnya dari mana, tiba-tiba obrolan itu mengalir.
“Orang sini asli Bu?” Tanya saya.
“Bukan, Neng. Jauh saya mah. Dari Ciruas,” jawabnya.
Rupanya ibu ini sengaja datang dari Ciruas untuk berjualan kopi susu dan pop
mie di pelataran parkir pelabuhan penyeberangan Merak. Beliau tinggal bersama
saudaranya di Merak. “Itu anaknya dua? Umur berapa tahun?” Dia balik bertanya
kepada saya sambil menatap Azka dan Aisya yang sedang berlarian di antara
kursi-kursi plastik berwarna-warni. “9 dan 10 tahun, Bu. Beda 18 bulan,” jawab
saya.
“Seumuran anak saya yang paling kecil ya,” ujarnya
dengan mata menerawang. “Anak-anak dimana Bu?” Tanya saya mulai kepo. “Ditinggal
di Ciruas. Sekolah. Suami saya sudah meninggal. Diabetes, Neng,” mengalirlah
cerita seputar kehidupannya. Suaminya baru saja meninggal karena terkena
diabetes. Si ibu mengatakan bahwa sudah keluar uang banyak, tetapi tetap saja
suaminya tidak tertolong.
“Emang di sini diperbolehkan berjualan ya Bu?” Saya
penasaran bagaimana si ibu menjalani kehidupannya sehari-hari dari sore hingga malam
di sini. Dia bilang, sebetulnya berjualan di pelabuhan dilarang. Terkadang kalau
lagi ada inspeksi, dia harus secepatnya beres-beres. “Kalau tidak jualan
seperti ini, dari mana saya dapat uang Neng,” katanya. Si ibu mengaku setiap
harinya ada saja yang beli walaupun tidak banyak.
“Berapa sering pulang ke Ciruas Bu?”
“Ngga juga sih. Ini juga lagi pusing. 40 hari
meninggalnya suami saya. Harus ada uang. Lah, daripada pusing mending berjualan
disini,” jelasnya.
Saya hanya bisa bilang “Oh”, dengan hati mencelos. Duh
ternyata banyak orang yang masih harus bekerja keras demi sesuap nasi.
Jangankan untuk memikirkan beli handphone android keluaran terbaru, bisa makan
setiap hari pun mungkin sudah lebih dari cukup. Jangankan memikirkan baju baru atau
sepatu baru, bisa membayar uang sekolah anak-anaknya pun sudah sangat berarti. Saya
tersenyum perih. Andai saya bisa membantu lebih. Terpanjat doa di hati saya, Tuhan, seandainya Engkau berkenan, jadikan
tangan ini untuk membantu mereka-mereka yang membutuhkan.
“Ayo lempar uangnya!” Tiba-tiba terdengar teriakan
dari arah sisi perairan dermaga. Saya menengok ke arah suara yang berasal dari
bawah sisi tembok. Rupanya beberapa pemuda berenang di perairan dan mengambil
uang-uang koin yang dilempar pengunjung. “Ayo, Bu Haji, lempar sih uangnya!” Teriaknya
lagi. Sepertinya semua wanita yang berkerudung dia panggil Bu Haji. Dia
mendekati pengunjung. Kulit tubuhnya yang tidak terbalut kain tampak hitam
legam terbakar sinar matahari, demikian juga rambutnya yang berwarna kekuningan.
Satu-satunya kain yang melekat di tubuhnya adalah celana pendek sebatas lutut.
“Ibu! Itu ada yang loncat dari atas perahu!” Teriak
Aisya. “Aiih! Aiih!” Jari tangannya menunjuk ke arah kapal ferry yang baru
berbelok masuk menuju dermaga.
Byuur!! Beberapa sosok
tubuh tercebur atau menceburkan diri ke perairan. Anak-anak muda ini meloncat dari ujung paling
atas kapal ferry dan berenang mengambil uang yang dilemparkan oleh penumpang
kapal. “Ibu, aku mau coba lempar uangnya,” rengek Aisya. Ayahnya menoleh dan
menggelengkan kepala. Aisya cemberut, keinginannya tidak terlaksana.
“Ayo Bu Haji! Lempar uangnya! Jangan pelit-pelit!”
Teriaknya lagi dari bawah. Saya tertawa mendengarnya. Tak seorang pun melempar
uang padanya. Si pemuda tadi mulai bernyanyi lagu dangdut, diselingi teriakan, “Lempar
dong uangnya!” Si pemuda mulai kesal karena tak ada satupun yang menanggapi
teriakannya. Akhirnya dia keluar dari perairan, memanjat tebing-tebing batu
menuju ke arah kami berada. Dia terus menyanyikan lagu dangdut.
Hmmm, what a life!
Hidupnya simple, riang penuh nyanyian,
seolah tanpa beban. Mentari pun terbenam di ufuk Barat. Sinarnya berkilauan di
perairan Selat Sunda. What a perfect
scenery! Keheningan yang syahdu. Mentari terus akan beredar pada orbitnya,
menjadi saksi kehidupan umat manusia.
sebenarnya berbahaya juga ya mbak melihat anak2 kecil berenang dan berebutan mengambil uang dari penumpang kapal. takutnya ada apa2 dengan mereka #SalamBlogger ya mbak :D hehe
BalasHapusitu dia...agak gimana gitu yak. di satu sisi kita melihatnya bahaya banget yak. Saya yang melihatnya aja agak2 ngeri. Tapi melihat kehidupan anak2 nelayan saat di Lampung sepertinya kehidupan mereka memang seputar berenang di lautan.
HapusIndah-indah banget ya pemandangannya :0 jadi pengen ikut berenang nihh
BalasHapusNgeliat air bawaannya memang pengen nyebur yak. Tapi kebayang dalemnya begidik juga. Haha. Maklum saya mah ga bisa berenang. Katanya malah suka ada yang rutin oleh raga renang mengelilingi pulau merak.
HapusIndah-indah banget ya mba pemandangan nya apalagi itu yang lagi berenang jadi pengen ikutan berenang juga :)
BalasHapusWah enak ya Mbak Levina dekat Merak, dekat sekali main - main ke Pelabuhannya... Kemplang - kemplang, biasanya kalau aku ke Jogja belinya ya di Pel. Bakauheni mbak, pas mobil mau masuk kapal....
BalasHapusPernah juga aku ngelempar koin buat mereka,,, tapi tetap saja ya ketemu gitu lho ,,, keren anak - anak pantai itu,,,
Yup dekat ke Merak. Tapi kalau sengaja main-main ke sini sih baru kali ini. Ternyata seru juga.
HapusAnak2 doyan kemplang...trus beli di sini kemplang y masih kres2...ngga umes atau masuk angin.
Anak2 pelabuhan itu emang keren2 yak. Seru melihat mereka sekaligus ngeri melihat mereka meliuk-liuk rebutan koin.
wah asyiknya liburan ke pelabuhan , dan bagus kok pemandangan saat sore hari
BalasHapusAslinya keren sih Mbak. Haha. Ngga ahli nih fotonya. Sunset dengan background kapal ferry hilir mudik dan pulau merak.
Hapusasik sekali
BalasHapusIya asyik banget. Plus ngga perlu keluar budget banyak kalau dari tempat saya.
Hapuskalo jalannya dari Bekasi ya jauh mbak :p
BalasHapusHahaha. iya ya kalau dari Bekasi jauh juga. Kalau dari saya ini alternatif wisata murah meriah. xixixi.
Hapusmelihat gambar kapalnya, mengingatkanku pada beberapa tahun silam saat saya naik kapal untuk pulang kampung setiap liburan semester atau idul fitri menjelang :)
BalasHapusKangen pengen naik kapal lagi..
Emang seru ya Mbak naik kapal ya. Yang belum kesampean adalah ngajak anak2 naik kapal besar. Pengen suatu saat ngajak mereka naik kapal besar.
Hapusseru juga piknik dadakan ke pelabuhan hehehe.. tapi sayangnya itu apa gak bahaya ya
BalasHapusSaya juga berpikirnya begitu. Apa ngga bahaya yak mereka berenang sambil mengejar koin yg dilempar penumpang. Mungkin karena mereka terbiasa jadi ahli kali yak. hehe.
HapusAsyik ya, sayang waktu itu saya malam hari jadi yang ada malah agak menyeramkan ahahha
BalasHapuswah kebalikannya sama saya. eh, kalau di deket pelabuhannya atau deket pabrik2 sih seru, lampu2nya bagus banget. tapi kalau ditengah laut yang gelap banget, saya juga ngga suka. xixixi. seraaam.
HapusWiiih indah :D Pingin menikmati senja di sana juga
BalasHapusAyo mbaaak..kesini...hehehe.
Hapusaku suka ngayal, pgn bisa jago berenangnya kayak anak2 itu :).. tapi ini baru masuk air aja udh kelelep -__-. kdg lgs iba ya mbak kalo udh dgr curhat org2 kecil begitu... trs lgs malu sndiri ama masalah kita yg kyknya ga ada apa2nya dibanding mereka.. makanya palingan bantuan yg bisa aku ksh kalo ketemu ama org2 kyk ibu tadi, ya beli brg dagangannya tanpa ditawar :). kecuali ya kalo mereka ngemplang hrga. Good day se sachet yg normalnya 5rb, dibilang 25 rb ;p.. yg bgitu sih lgs aku tinggalin ;p utk ibu tdi, salut setidaknya dia tetep ga ngemis ..
BalasHapusHihi sama, kalau liat air bawaannya pengen nyemplung, eh tapi inget bahwa ga bisa renang. Batal deh.
HapusBetul, kadang kalau mendengar curhatan kayak gini suka malu dengan diri sendiri. Dari traveling ini saya jadi suka berkaca diri Mbak. Ternyata banyak pahlawan-pahlawan yang tidak pernah tersebut namanya. Kadang-kadang mah walaupun ga butuh tetep ku beli barang dagangannya. Pernah juga di lampu merah ada bapak-bapak kakinya ngga ada satu, tapi dia berjualan. Duh terenyuh deh. Dia dengan susah payah nyamperin ke mobil2, tapi di tolak. Padahal buat jalan aja susah. Sampe akhirnya dia balik lagi ngedeprok di pinggir pembatas jalan. Hiks. Sempet berantem juga ma suami, gara-gara ngasih uang di lempar. Suami saya bilang jauh, kalau suruh jalan ke sini kasian. Eh, iya juga. Tapi si Bapak malah nyamperin ngasih kacangnya. Whuuua. Pengen nangis ngga sih. Aduh, maaf ya Pak, bukan bermaksud menghina melempar uangnya. Akhirnya saya tambah beli agak banyak dan uangnya saya lebihin. Semoga Bapak tersebut tambah banyak rejekinya. Jadi curhat Mbak...
Walaupun menurutku berbahaya buat anak-anak disana, tapi aku kok dulu suka ya liat mereka yang berenang di bawah kapal cuma buat ndapetin beberapa koin :'
BalasHapusiya, saya juga agak ngeri-ngeri asyik melihat mereka berenang berebutan uang yang dilempar penumpang. Menurut kita sih bahaya yak, apalagi kalau ngelihat mereka berada puncak kapal paling atas terus terjun ke laut. Alamak! Tapi saya salut bener sama anak-anak ini.
Hapuswah, udah lama gak menikmati perjalanan nyebrang di Merak. sejak kakakku da pindah ke serang
BalasHapusbtw blognya sdh saya folow ya
Tinggal di Serang kah? Di sebelah mana? Iya kalau dari Serang agak lumayan juga yak kalau ke Merak. Salam kenal Mbak. Sudah saya follow juga blognya.
Hapusketika awal kerja saya pernah berkunjung ke pelabuhan merak karena belajar project mbak
BalasHapustapi nampaknya bukan di bagian kapal penumpangnya
btw pengalaman berkesan banget, saat itu :)
Wah keren yak. Belajar projek tentang pelabuhan kah? Seru dong yak.
Hapusbis akah ketemu koinnya? kebayang deh nyari koin di kedalaman air, saya takut air hehe
BalasHapusHaha, itu dia Mbak, saya juga sempet bingung, kalau lempar koin emang bisa ke tangkap koinnya. Trus kalau tenggelem koinnya gimana ngambilnya. Kemarin sih banyak juga yang lemparnya yang lembaran tapi dilipet dulu jadi bisa agak berat ngga terbang kebawa angin.
HapusSeru banget pada minta ngelempar uang ke anak-anak yang berenang di laut, hhee
BalasHapusKalau emaknya sih ngeri-ngeri sedap, sambil ngebayangin bahaya ngga sih yak itu anak-anak berenang ngejar koin yang dilempar penumpang. Tapi buat anak-anak kecil penumpang kapal, itu merupakan suatu keseruan tersendiri.
HapusAwal aku diajak mudik ke Lampung sama suami,lempar2 koin ini jadi hal unik pertama yang menarik perhatian aku. Sampe akhirnya bawa krucil ke lampung pun, lempar2 koin ini jadi daya tarik tersendiri
BalasHapusKalau buat krucil-krucil lempar koin jadi daya tarik ya. Krucil saya juga begitu tuh. Ribut minta koin dan uang recehan. Haha.
HapusAktivitas ini sering saya lakukan saat mudik ke Lampung mbak...setiap saya mudik terminal dan dermaga Merak sering saya jadikan tempat beristirahatsebelum menyeberang ke Bakauheni..Ya..karena saya mudik lebih sering menggunakan sepeda motor, jadinya untuk melepaskan lelah setelah perjalanan dariTangerang ke Merak biasanya saya istirahat, makan dan ngopi di merak.Melempar koin adalah sesuatu yang menyenangkan apalagi saat melihat anak-anak berebut koin di air..walaupun begitu agak miris juga lihatnya, masih anak-anak sudah bertaruh nyawa demi mencari nafkah.
BalasHapusIya betul Mas, antara menikmati hiburan mengasyikan sekaligus miris juga sih. Terkadang di lubuk hati saya bertanya-tanya, duuuh ini bahaya ngga yaaak.
HapusAktivitas ini sering saya lakukan saat mudik ke Lampung mbak...setiap saya mudik terminal dan dermaga Merak sering saya jadikan tempat beristirahatsebelum menyeberang ke Bakauheni..Ya..karena saya mudik lebih sering menggunakan sepeda motor, jadinya untuk melepaskan lelah setelah perjalanan dariTangerang ke Merak biasanya saya istirahat, makan dan ngopi di merak.Melempar koin adalah sesuatu yang menyenangkan apalagi saat melihat anak-anak berebut koin di air..walaupun begitu agak miris juga lihatnya, masih anak-anak sudah bertaruh nyawa demi mencari nafkah.
BalasHapusCiruas ni di jabarkah mb lev?
BalasHapusWah si ibu penjualnya melewati hari yang keras ya untuk dagang kopi, padahal sebenernya ga boleh ada yg jualan
Duh aku jadi inget anak anak laut waktu nyebramg dari jatim ke bali ni hihi
Ciruas itu daerah setelah Serang, deket-deket ke Tangerang Mbak. Deketan sama Ciujung, Balaraja kali yak...Haha, ngga terlalu ngeh juga sih tepatnya. Cuma masih masuk Banten.
Hapuswah itu fotonya dipelabuhan merak, sama kayak saya waktu pertama kali kesana... trus lempar koin juga... hebat tu orang bisa berenang mengapung gtu di laut yang dalem...
BalasHapusIya..loncat dari ujung atas kapal lagi yak. Udah gitu tahan lama berenang mengapung gitu yak. Saya salut juga tuh.
HapusTernyata masih ada atraksi anak anak yang nyebur dari atas kapal, rasanya sudah lama sekali terakhir naik fery dari Merak tahun 1995 kangen liat anak anak pemberani itu
BalasHapusMasih ada. Saya pikir pun tadinya ngga ada. Beberapa kali ke Lampung ngga pernah lihat. Baru saat sore2 ke pelabuhan Merak saya lihat ini. Pun saat pergu ke Krakatau. Pemberani anak-anak ini.
Hapussuka banget lihat foto saat anak anak berenang..warna lautnya..wow..
BalasHapus