“Ayo bangun, bangun, bangun!” Pagi-pagi saya sudah
sibuk membangunkan anak-anak dari peraduannya yang penuh dengan bunga mimpi.
Hari libur begini memang enaknya tidur lagi setelah sholat subuh. “Ayo dong!
Kan hari ini kita mau sail to Krakatau,” seru saya lagi sambil menarik selimut
tebal yang menutupi tubuh mungil mereka.
“Hah? Krakatau?” Si bungsu, Aisya, langsung terbangun
dan mengucek-ngucek matanya. “Krakatau itu yang Dede lihat di TV, gunung yang
katanya meletus itu?” Tanyanya dengan ekspresi melongo. “Iiiih, ngga ah, Dede
ngga mau ikut. Takut. Dede di rumah aja,” lanjutnya sambil menggidikkan
badannya. Mulutnya sedikit memberengut.
“Haa? Ngga ikut? Ih, Ade kok tega. Harus ikut
pokoknya. Ibu kan sudah bayar muaahal,” saya membujuknya dengan hiperbola,
membuat gerakan tangan membulat besar. “Berapa emang bayarnya?” Tanyanya
penasaran. “Hmmm, pokoknya lumayan deh,” jawab saya singkat. Dia pun mangut-mangut dengan ekspresi muka yang enggan untuk
ikut pergi. Saya juga jadi ikutan berpikir, cukup besar juga ya, hanya demi
melihat Krakatau dari atas kapal. Sedikit sesal muncul di dalam hati.
“Duh, jangan pasang muka takut gitu dong. Ini kan
hanya anaknya,” canda saya ketika melihat ekspresi Aisya yang tampak berat
sekali untuk pergi. “Ibunya emang kemana?” Aisya pun terlihat mulai tertarik.
“Kan ibunya meletus, terus dari letusan itu muncul deh anaknya yang sekarang
diberi nama Anak Gunung Krakatau,” jelas saya lagi. “Ih, ibunya kok tega
ninggalin anaknya. Kan kasihan anaknya sendirian,” dengan muka polosnya Aisya
mengasihani Anak Gunung Kratakau yang ditinggal ibunya.
Ya, hari ini rencananya kita akan berlayar menuju
Gunung Krakatau yang melegenda, bahkan namanya pun dikenal seluruh antero
dunia. Eh, sebenarnya sih Anak Gunung Krakatau, karena gunung aktif ini muncul
setelah letusan tahun 1883. Acara Sail to Krakatau ini diadakan dalam rangka
ulang tahun kota Cilegon ke-17 dan ASDP ke-43. Sebanyak kurang lebih 1.500
orang akan mengikuti tur menuju kaldera Krakatau Purba. Hmmm, perjalanan yang
menarik, sekaligus membuat hati berdebar-debar.
Kisah Krakatau Purba Hingga Anak Gunung Krakatau
Mendengar namanya, orang akan teringat dengan letusannya
pada tahun 1883 yang konon katanya suara letusannya terdengar hingga 3.000 mil
jauhnya. Letusannya diingat sebagai letusan yang paling mematikan dan paling
merusak dan sejarah manusia. Bagaimana tidak, sekitar kurang lebih 36.417 orang
menjadi korban akibat letusan dan dasyatnya tsunami yang terjadi. Beberapa
sumber malah mengatakan bahwa korban jiwa melebihi 120.000 orang.
Penduduk Perth Australia Barat dan Mauritius yang
berjarak 3.000 mil jauhnya, mengira ledakan tersebut berasal dari meriam yang
ditembakkan dari kapal terdekat. Rata-rata suhu global turun sebesar 1,2oC
dan cuaca di seluruh dunia tetap tidak beraturan beberapa tahun setelah
ledakan. Tapi betulkah letusan pada tahun 1883 merupakan letusan yang pertama
kalinya?
Para ahli geologi menyimpulkan dari hasil analisis
lapisan vulkanik di sekitar Krakatau, letusan tahun 1883 bukanlah merupakan
letusan yang pertama. Sebelumnya pernah terjadi beberapa kali letusan yang
bahkan lebih hebat dari letusan tahun 1883. Duh, ngga kebayang seperti apa
dasyatnya letusan sebelumnya. Tahun 1883 saja sudah sedemikian hebatnya
sehingga bisa mempengaruhi perubahan cuaca dunia. Konon katanya letusan pertama
kali dari Krakatau Purba sampai memisahkan Pulau Jawa dan Sumatera.
Jadi bagaimana sejarah letusan Gunung Krakatau ini? Yuk
kita baca kisah tentang ibu Krakatau.
Menurut para ahli, awal mulanya terdapat Gunung
Krakatau Purba yang kemudian meletus dan hancur berkeping, sehingga hanya
menyisakan 3 bagian di tepi yaitu: Rakata, Panjang (Krakatau Kecil) dan Sertung
dengan kaldera di tengah. Rakata yang masih aktif kemudian semakin membesar,
dan dari tengah kaldera Krakatau Purba muncul 2 gunung aktif baru yaitu Danan
dan Perbuatan dengan letak tidak berjauhan dari Rakata. Sehingga sebelum
letusan pada tahun 1883, di bekas tempat Krakatau purba, terdapat 3 puncak
gunung aktif, yaitu: Rakata, Danan dan Perbuatan.
Keberadaan Gunung Krakatau Purba ini tercatat dalam teks Jawa Kuno, Pustaka Raja Parwa yang diperkirakan berasal dari abad ke 416 Masehi. Gunung Krakatau Purba ini disebut sebagai Gunung Batuwara yang letusannya memisahkan Pulau Jawa sehingga terbentuk daratan Sumatera. Menurut kitab ini, Gunung Batuwara mempunyai ketinggian 2.000 meter di atas pemukaan laut.
Kedua gunung api yang muncul belakangan dari tengah kawah Krakatau Purba, kemudian menyatu dengan Gunung Rakata yang telah muncul terlebih dahulu. Nah, gabungan ketiga gunung api ini yang kemudian dinamakan Gunung Krakatau. Gunung ini diberitakan pernah meletus pada tahun 1680. Kemudian pada tahun 1880, diketahui bahwa Puncak Perbuatan aktif mengeluarkan lava meski tidak meletus. 20 Mei 1883, ada letusan kecil di Gunung Krakatau yang disusul dengan letusan-letusan kecil lainnya, sebagai pertanda awal letusan dasyat Krakatau. Puncaknya, Senin, 27 Agustus 1883, jam 10.20 terjadi ledakan dasyat di Selat Sunda, yang terdengar sampai 4.600 km dari pusat letusan.
Begitulah kisah leluhur Anak Gunung Krakatau yang muncul dari tengah kaldera Kratakatu yang meletus tahun 1883. Jadi gunung yang ada saat ini, yang akan kita tuju, merupakan anak dari Krakatau.
30 April 2016, We’re
Heading to The Famous Krakatau
Yes! We’re heading
to Krakatau!
Setelah menunggu dari jam 13.00, akhirnya kami berlayar menuju Krakatau pada
pukul 15.00 WIB. Semua orang yang ikut tur ini sudah tidak sabar untuk segera
mengarungi perairan Selat Sunda.
“Ini kesempatan langka. Jarang ada acara seperti ini,”
kata seorang ibu separuh baya asal Cilegon yang ikut dalam Sail to Krakatau
bersama anaknya. “Terakhir tahun 2003, kalau tidak salah. Ini baru diadakan
kembali,” sahutnya lagi.
Peserta tur Sail to Krakatau telah mulai berdatangan
dari pukul 12.00 siang. Begitu juga dengan kami yang antusias untuk datang
lebih awal. Hampir saja kami tidak bisa melewati pintu pelabuhan untuk parkir
di dalam, karena tiket masih dipegang teman saya. Jadi ingin ketawa sendiri
kalau ingat bagaimana akhirnya kami bisa lolos dari pemeriksaan tiket masuk
tanpa tiket ditangan.
“Maaf Pak, bisa ditunjukkan tiketnya?” Pinta penjaga
yang sepertinya sih penjaga pelabuhan Merak kalau dilihat dari seragamnya.
Beberapa orang panitia juga terlihat bergerombol memeriksa tiket masuk. Mereka
bisa dengan mudah dikenali dari kaos seragam putih dengan logo khas Pesona Indonesia.
“Ikut sama mobil depan,” tunjuk suami saya ke mobil yang sudah melaju masuk di
depan kami. “Ditunjukin aja Pak tiketnya,” si petugas memaksa.
Saya makin panik, mulai mencubit si Bebeb, sebal
karena dia nyelonong saja, percaya diri tiket ngga bakal diperiksa. Mau
mundurpun tak bisa, karena jalan hanya satu arah untuk masuk menuju pelabuhan.
“Tiketnya di teman Pak,” jawab si bebeb. Si petugas mungkin tambah curiga
sekaligus kebingungan, akhirnya memanggil panitia. Seorang perempuan mengenakan
kaos putih berlogo Pesona Indonesia pun mendatangi kami dan menanyakan
masalahnya. Si Bebeb dengan tenang menjelaskan bahwa tiket kami dipegang oleh
teman kami. “Boleh tahu Pak, nama temannya?” Tanyanya. “Windy,” jawab si Bebeb.
“Oh, Windy. Berapa orang?” Si Mbak menanyakan jumlah kami. Saya sendiri
keheranan, wah si Mbaknya kenal dengan Windy, teman saya. Ngga heran sih kalau
si Mbaknya kenal, soalnya teman saya yang satu ini memang punya banyak relasi.
“Ini tiketnya ada di Mbak Windy, 4 tiket. Mbak Windy-nya udah di dalam,” Si
Mbak menoleh ke petugas tadi dan mempersilahkan kami lewat. Dan, saya pun
bengong, jelas-jelas teman saya masih di rumah, lah kok sekarang tiba-tiba ada
di dalam?
Sepertinya si Mbak salah orang. “Makanya, pede aja
kali,” kata si Bebeb, “ini malah panik ngga jelas. Yang penting kan kita ngga
bohong. Tiketnya memang masih di Windy kan.” Saya hanya bisa geleng-geleng
kepala. Bersama si Bebeb memang harus selalu siap-siap sport jantung. “Harusnya
kita nunggu yang lain biar rombongan. Nih, kata teman parkirnya di parkiran
khusus partisipan, parkiran PT. Kajima, jangan di Dermaga 2,” saya menunjukkan
message teman pada si Bebeb, “kepedean sih,” ledek saya sebal. Kami pun parkir
di tempat parkiran sesuai arahan petugas. “Parkir di sini kan kejauhan.
Harusnya di sana kali tuh, lebih dekat
ke kapal,” tunjuk saya pada mobil-mobil yang lewat, sepertinya mobil
yang membawa tamu VVIP.
Si Bebeb ngeloyor ke arah sebuah gapura yang menanjak,
mungkin pusing karena istrinya ngomel melulu. “Sholat dulu,” katanya. Saya
mengikuti bersama anak-anak di belakangnya. Terbaca di atas gapura tulisan:
Makan Kramat Syeikh Djamaluddin. Eh? Tempat apa ini?
Sebuku, Kapal Motor Terbesar Karya Anak Bangsa,
Berlayar Menuju Krakatau
Kapal yang membawa kami menuju Krakatau adalah KMP
Sebuku, salah satu kapal terbaru ASDP. Duh, saya pikir pakai kapal pesiar,
mengingat jumlah peserta yang diangkut sekitar 1.500 orang. Hihi, berkhayal
boleh dong.
KMP Sebuku ini ternyata merupakan kapal penumpang
terbesar yang diproduksi galangan kapal dalam negeri yang biasanya untuk kapal
sekelas ini diimport dari luar negeri. KMP Sebuku ini dibuat di galangan kapal
Palembang. Oh, pantas di lambung kapal tertulis kata: Palembang. Keren ya!
KMP Sebuku diresmikan oleh Menteri Perhubungan EE
Mangindaan pada 19 Agustus 2014. Kapal motor ini merupakan satu dari tiga unit
kapal pesanan Dirjen Perhubungan Darat yang dibiayai dari APBN Negara tahun
2012-2014. Hmmm, jadi KMP Sebuku punya dua saudara kandung. KMP Legundi, yang
dibangun di galangan kapal Surabaya, telah diluncurkan lebih dahulu pada 12
Agustus 2014, dan KMP Batu Mandi yang dibuat di Lampung. Ketiga kapal ini
diserahterimakan pada Desember 2015. Hmmm, saya harus bilang salut lagi nih,
ternyata pemerintah sebelumnya telah concerned
dalam pengembangan pelayaran Indonesia juga menghargai hasil karya anak bangsa.
Semoga terus dilanjutkan oleh pemerintahan ke depannya ya.
Berhubung kami hanya kebagian tiket kelas ekonomi,
jadi dengan sangat terpaksa harus mencari sendiri tempat strategis di geladak
kapal. “Yah, kan tujuannya mau lihat Krakatau. Ngapain cari yang ruangan AC?”
Saya membujuk anak-anak yang mulai mutung karena tidak bisa masuk ruang ber AC
yang diperuntukan bagi kelas bisnis dan eksekutif. Mahal bo! Kelas eksekutifnya Rp 500.000/orang sedangkan kelas bisnis beda
Rp 50.000 dengan kelas ekonomi. Dan
akhirnya kami memilih di lantai kapal paling atas, yang sepertinya digunakan
untuk helipad, dilihat dari tanda lingkaran di tengah.
“Gelar tikarnya Ka, bantuin,” seru saya membuka tikar
princess dan menempatkannya percis di tepian kapal. Sepertinya beberapa mata
memandang ke arah kami. Hihi, niat amat bawa tikar dan bantal tidur. Yeap!
Saatnya duduk manis, berleha-leha menikmati angin laut yang berhembus dan
melihat pemandangan sekitar.
Sail To Krakatau & Titanic
Titanic? Lho kok bisa? Jauh kali kalau mau
dibandingkan. Haha.
Perjalanan menuju gunung yang terletak di Selat Sunda
ini memakan waktu cukup panjang, sekitar 2 jam untuk tiba di Krakatau. Perjalanan
tanpa kegiatan yang berarti di atas Sebuku, membuat saya tanpa sadar mengamati
orang-orang yang berlalu-lalang di dalam kapal. Berbagai macam kalangan ada di
sini. Dari mulai yang backpacker hingga yang luxury. Para wanita berpakaian
modis, demikian juga dengan para ibu tidak mau ketinggalan. Berbagai macam
model hijab masa kini pun menjadi pemandangan yang menarik, dipadu dengan baju
muslim dan sepatu boot yang lagi tren sekarang. Di atas helipad orang-orang
bergantian berpose dengan bermacam-macam gaya. Ada yang membentuk formasi
panjang berpegangan tangan dengan orang yang paling ujung memegang payung
seolah-olah mau terbang terbawa angin ke angkasa. Ada yang ala-ala koboy, ada
yang gaya ngedeprok di tengah
lingkaran helipad. Lucu juga mengamati tingkah polah orang-orang berselfie dan
berwefie ria. Berbagai gaya inspiratif bermunculan, terutama untuk foto
bersama kelompok.
Di lantai dua kapal, dikhususkan untuk area kuliner
Cilegon dan panggung budaya. Bermacam makanan tersedia, seperti nasi samin,
nasi rabeg, nasi kebuli, sate bandeng, ayam bakar, dan aneka jajanan lainnya.
Adapun panggung budaya diisi dengan musik juga pagelaran seni dan tari.
Sayangnya untuk kulinernya sendiri, mungkin karena
untuk keperluan wisata, jatuhnya lebih mahal. Semangkuk kecil nasi kebuli dan
sepotong daging dihargai Rp 25.000/porsi, sedangkan nasi samin seharga Rp
20.000/porsi kecil. Rasanya? Menurut saya sih enak. Haha, maklum dalam kamus
saya mengenai kuliner hanya kenal enak dan enak banget. Yang kalau teman saya,
“jangan percaya lidahnya Ina. Di kamusnya hanya ada kata enak.”
Hiruk pikuk di area kuliner, pertunjukan seni dan tari
yang hingar bingar, kapal yang segala fasilitas yang bagus serta fashion yang
memenuhi isi kapal, mau tidak mau mengingatkan saya, saat menonton film
Titanic-nya Kate Winslet. Terlebih kapal akan segera memasuki perairan
Krakatau. Dari Kejauhan pulau Sebuku dan Sebesi mulai menghilang, berganti
dengan pemandangan puncak Rakata yang hijau dan puncak anak Krakatau yang
hampir sebagian besar merupakan sisa-sisa lumpur vulkanik. Tiada kehidupan di
puncak anak Krakatau. Hanya sebagian ujung Timurnya yang hijau penuh dengan
vegetasi tanaman. Mungkin sebelah itu tidak terkena semburan material vulkanik
yang dikeluarkan Gunung Anak Krakatau saat sedang aktif.
KMP Sebuku mulai memasuki area di tengah antara Rakata
dan Anak Krakatau. Terdengar di speaker, suara seorang perempuan yang
menjelaskan bahwa kita telah sampai di Krakatau. Disusul penjelasan singkat
mengenai sejarah Krakatau. Bagian helipad kapal mulai penuh sesak. Setiap orang
ingin mengabadikan keberadaannya dengan latar belakang Krakatau.
Saya sendiri, tiba-tiba merinding ketakutan, saat
mengamati GPS di LG G4. Kita berada di tengah – tengah pulau-pulau yang
membentuk Krakatau: Pulau Rakata, Pulau Sertung, Pulau Krakatau Kecil (Panjang)
dan Anak Gunung Krakatau. Saat ini kita berada di atas bekas kaldera Krakatau
Purba!! Dan Anak Gunung Krakatau tepat berada di depan mata kita.
Sebuah kapal nelayan penangkap ikan terlihat berlayar
dari arah Anak Krakatau. Kapal kecil itu terseok-seok dengan layar terkembang.
Angin memang agak cukup besar saat itu. Kapal nelayan memotong jalur dengan
posisi agak miring. Akhirnya kapal nelayan itu pun berhasil keluar dari area
Krakatau. Saya menghela napas lega.
Anak Krakatau, Keindahan yang Menakutkan
Anak Krakatau terlihat anggun dan cantik di atas
permukaan laut yang biru. Awan putih tipis di puncaknya menandakan bahwa gunung
tersebut aktif. “Pasti panas sekali yak, di dalam,” seorang ibu mengguman di
samping saya. Saya malah berpikiran, betapa tinggi dan besar Anak Krakatau di
bawah permukaan laut, jika atasnya saja sudah sebesar ini. Dan seandainya Anak
Krakatau marah, memuntahkan semua isi perutnya seperti halnya ibunya di zaman
dahulu, apa jadinya Cilegon, Serang dan Pandeglang? Rasanya akan tersapu semua.
Hiiih! Tak sadar, saya pun bergidik.
Indah sekaligus menakutkan! Itulah Krakatau.
Permukaannya yang terlihat berupa pasir berwarna keabuan dengan awan putih
tipis di puncaknya, berpadu dengan latar belakang laut biru sungguh membuat
orang berdecak kagum. “Subhanallah! Allahu Akbar!” gumaman-gumanan kalimat
menggagungkan Allah terdengar tak henti. Kapal berputar 180o, supaya
semua sisi dapat melihat Rakata dan Anak Krakatau dengan jelas.
Letusan Gunung Krakatau pada 1883 telah membuat dunia
gelap selama 2,5 hari. Semburan debu vulkanisnya mencapai 80 km. Material dari
perut bumi berhamburan ke angkasa dan jatuh di dataran Jawa, Sumatera bahkan
sampai ke Sri Langka, Pakistan, India, Selandia Baru dan Australia. Gunung
Rakata, Danan, & Perbuatan runtuh ke bawah laut, membentuk cekungan sedalam
250 meter dengan lebar 7 meter. Akibat longsoran bawah laut, tsunami setinggi
40 meter terjadi dan menghancurkan desa-desa sekitarnya. Seandainya Anak
Krakatau ini meletus dasyat, akan kah letusannya menyamai letusan 1883 atau
bahkan lebih dari itu? Iiih!! Saya
memejamkan mata. Semoga segalanya baik-baik saja.
Anak Krakatau merupakan tipe gunung dengan letusan
Strombolian, yaitu tipe letusan dengan periodik pendek yang biasanya tidak
disertai lontaran abu vulkanik ke angkasa. Letusannya mirip dengan kembang api.
Gunung ini mengalami beberapa kali erupsi dan memuntahkan lava panas berpijar.
Setiap tahun bertambah tinggi sekitar 6 meter. Saat ini ketinggian Anak
Krakatau sekitar 230-an meter di atas pemukaan laut, jika dibandingkan dengan
Gunung Rakata yang meletus pada tahun 1883 dengan ketinggian 813 meter di atas
permukaan laut.
Seandainya waktu itu cuaca cukup cerah, keindahannya
akan sangat sempurna. Sunset di Krakatau, what
amazing scenery ever! Sayangnya awan mendung yang bergelayut sejak pagi,
tak kunjung mau beranjak. Sunset yang ditunggu pun tidak kelihatan.
Pijar Kembang Api Mewarnai Langit Merak
Perjalanan pulang menuju Pelabuhan Merak dihabiskan
dengan mengobrol dan menikmati angin malam serta kerlip bintang. Mendekati
kawasan industri, gemilang cahaya lampu-lampu pabrik menghiasi langit malam.
Cahayanya yang warna-warni menambah keindahan perjalanan kami.
Angin malam berhembus kencang. Si Bebeb memberikan
jaketnya untuk menyelimuti tubuh mungil Aisya yang tidak mengenakan kain tebal.
Sedangkan saya masih berusaha mengambil keindahan malam tanpa menggunakan
tripod, yang hasilnya pun sudah bisa ditebak. Hancur!
“Ibu! Ada kembang api!” Teriak Aisya berlari-lari
mendekati saya. “Ayo Bu, ke sana. Minta kembang apinya!” Dia pun menaik tangan
saya untuk mengikutinya. Terlihat panitia dikerubuti anak-anak, membongkar
kardus berisi kembang api yang berbentuk silinder panjang.
Tak lama, kapal pun berhenti. “Lho kok berhenti?
Nunggu dermaga kosong kah?” Gumam saya. Tapi rupanya kapal berhenti bukan
karena dermaga penuh, tetapi sengaja untuk pesta kembang api. Panitia
membagi-bagikan kembang api kepada para peserta yang berada deck kapal paling atas.
“Diarahkan ke laut ya!” Teriak ABK kapal sambil
mencontohkan menyalakan petasan kembang api mengarah ke laut. Panitia pun
mengingatkan bahwa 1 selongsongan petasan kembang api berisi 5 lontaran. Langit
Merak pun menjadi semarak dengan pijaran bunga-bunga api di langit. Happy
birthday Kota Cilegon ke-17. Happy birthday ASDP ke-43.
“Waah, cantiknya!” Teriak Aisya. “Ibu! Bagus sekali!”
Teriaknya lagi. Azka pun tak mau kalah berteriak penuh kekagumaman dan
berloncat-loncat. Sail to Krakatau pun berakhir. Setiap orang pulang dengan
kenangan yang terpatri dalam benaknya masing-masing. Begitu pula Azka dan Aisya. “Bagaimana Ka,
De, kesannya?”
Bunyi terompet panjang telah dibunyikan sebagai tanda bahwa kapal sudah merapat di dermaga.
Perjalanan yang sangat mengesankan...
BalasHapusiya...petualangan baru selalu seru. xixixi.
HapusAku kalau pulang ke Lampung, selalu mengamati Gunung Anak Krakatau dari atas kapal Mbak, memang indah banget.... Tapi ya ya mbak, menakutkan. Ini yang namanya menjebak setelah tak pikir mbak,,, cantik - cantik tapi menakutkan, hahaha. Iya ya, itu ibunya tega banget meninggalkan anaknya, hehehe
BalasHapusIya...suka agak-agak gimana gitu kalau mendengar krakatau siaga. Dulu katanya seluruh pandeglang. cilegon, serang dan merak habis tersapu tsunami katanya yak. Gunung berapi masih ada tanda-tanda kalau mau meletus. Jadi masih ada waktu. Beda sama tsunami yang waktunya cepet banget terjadinya.
Hapuskerennyaaa menggodaaaaaaa bundaa :)
BalasHapusliburan nya puass bgt ya bun. amazing ^.^
Ini dalam rangka hut Kota Cilegon dan hutnya ASDP. Jarang-jarang sih katanya. Tapi mudah-mudahan sail to krakatau ini jadi acara rutin.
Hapushallo mba apa kabar? terima kasih sudah bergabung di acara sail to krakatau dan terimakasih juga suda membuat dan share artikel mengenai trip mba dan keluarga, kami dari panitia pelaksana sail krakatau sangat berterimakasih. alhamdulillah acara sail menjadi acara rutin tahunan dan tahun 2018 ini kami berencana untuk melaksanakan kembali trip sail to krakatau 3. semoga mba dan keluarga bisa kembali bergabung dengan kami mungkin untuk kembali mengulang trip mendebarkan yang seperti mba ceritakan. jangan lupa untuk mengajak sahabat, kerabat dan koleganya. salam dari kami panitia sail to krakatau
HapusIngin kesana belum kesampaian.
BalasHapusKalo nyebrang selat sunda sudah sering, beberapa kali.
Kapal Seibu cakep, interior masih bersih.
Dibanding dengan Jatra, dan ferry lainnya yg pernah saya naiki hihi.
Turun ke daratan Krakatau? boleh kah? atau berkeliling kapalnya saja.
Terimakasih sudah membawaku ke Krakatau. Nice trip.
Iya Mbak, Sebuku masih kapal baru jadi masih cakep. Ada semacam pramugarinya pulak. Pas kita turun ada yang berjejer ngucapin terima kasih. Cakep - cakep lagi. Hehe.
HapusKalau pakai kapal kecil bisa Mbak turun. Naik ke Krakataunya kalau lagi ngga aktif nyemburin material boleh. Cuma kalau ngga salah sampai ketinggian tertentu saja. Kalau yg aku dengar mau ke sini juga harus ijin authoritas setempat. Orang sih lebih banyak nyebrang dari Lampung.
HapusJadi kangen ke krakatau lagi, foto2 saat letusan kapan lalu itu bikin deg2an
BalasHapussaya mah ngeliat dari kapal saja udah deg degan. Eh busyet..gede juga yg udah muncul di permukaan laut. Pigimana yang di dalemnya. Cakep sih, cuma ngeri-ngeri sedap. Hiiii....
HapusIh seru sekali perjalanannya...Selama ini hanya melihat dari kejauhan saja. Pengen juga kesana sich tapi sampai sekarang belum kesampaian..
BalasHapusOya...kalau baca sejarah tentang letusan gunung krakatau, serem juga ya mbak...konon katanya banyak merenggut korban jiwa sekitar 36 ribu jiwa pada kejadian itu. Dapat dibayangkan jika bencana yg sama terjadi di jaman sekarang yang populasi manusianya sudah begitu banyak...ngeri bayanginnya...Semoga kejadian itu tidak terjadi lagi. amin
Serem banget. Apalagi jaraknya ke ujung pulau jawa ini dekat sekali. Betul juga populasi bertambah banyak. Sehingga kemungkinan korban juga akan banyak. Tapi mudah-mudahan sih ngga yak. Berharap....
Hapusaduh asyik bangte mbak jadi pingin sekali
BalasHapusIya nih Mbak..pengalaman baru. 15 tahun tinggal di Banten, baru kali ini bisa mendekat ke Krakatau.
Hapuswuihhh seru banget, saya kepingin ke krakatau tapi gak jadi2, katanya panas ya anak gunungnya
BalasHapusBisa jadi iya Mbak. Kemarin sih denger bisik-bisik di kapal, katanya panas banget. Ada asap putih tipis di atasnya kt y sih tandanya panas banget di dalamnya. Haha. Entah juga sih, kemarin ngga bawa teropong yg putih itu asap atau awan. tp pas di atasnya banget sih mbak..nempel ke kawahnya, kemungkinan sih asapnya.
HapusWah, pengalaman yang sangat mengesankan
BalasHapusGunung juga punya anak ya, ini Krakatau, adalagi kaya Rinjani, :)
Btw, anaknya yang berjilbab itu si kakak atai si adek? Kok tidak dua-duanya berjilbab? :) #gagalfokus
Haha..iya kakak adik. Maklum masih angot-angotan pakai kerudungnya. Kalau yang kecil sih tiap ke luar ga mau lepas kerudungnya. Ya, ada sih kadang kalo lagi angot. Kakaknya lebih "fashionable" ngga mau dia pakai kerudung yg tabrakan...wkwkwkwk. Bocah yak. Saat ini sih saya belum terlalu ketat untuk kerudung anak. Tapi tetep harus belajar supaya terbiasa ya nantinya. Saya sih maunya slowly tapi kesadaran sendiri Mbak.
HapusWah saya takjub dengan mbak Levi yang selalu bisa menyempatkan waktu untuk wisata. Dan kali ini ke Krakatau, keren deh. Orang yg biasa wisata aja mungkin jarang berkesempatan ke Krakatau ya mbak. Sungguh pengalaman yang tak terlupakan :))
BalasHapusIya Mbak, dipaksa bareng-bareng. Habis kalau udah di rumah pegangannya semua Hp. Jd kagak ada interaksi kayaknya. Kalau pergi, minimal dipaksa bareng dan ngobrol. Hahaha. Tips yang aneh yak???
HapusWah asyik banget bisa berlayar ke dekat gunung anak krakatau..
BalasHapusacaranya asyik dan keren :)))
Iya, sekaligus ngeri-ngeri sedap. Haha. Cakep sih di sini, cuma ga pengen nginep di sini. Haha.
HapusWuihhh.. seru ya sampai berkeliling krakatau, saya aja blm kesampean :D
BalasHapusHaha. Ini baru pertama kali Mas setelah beberapa tinggal di Cilegon. Makanya exciting banget pas Dinas Pariwisata Cilegon bekerjasama dengan ASDP untuk merayakan ultahnya.
HapusWah, serunya. Pengeeen
BalasHapusYuk. Tapi sekarang katanya gunung Krakatau lagi batuk-batuk. Belum diturunkan statusnya dari siaga. Tp masih bisa trip kok. Hanya saja supaya lebih berhati-hati.
HapusMba Levina jalan-jalan trus nih :)
BalasHapusbelum pernah lihat gunung anak krakatau secara langsung, mendengar ceritanya saja sudah bikin deg-degan..
Awalnya sih degdegan juga mau ke sini. Beuh, mendekati gunungnya aktif dan terus menerus gempa. Trus pas sampai, tetep ajah takut. Hahaha. Duh, ini gunung ditengah lautan, yang nongol sih kepalanya kecil, di dalamnya bearap besar...whuaaa
HapusAisya pinter hihi
BalasHapusTanyanya ibu krakatau tega ninggalin anaknya
Polos
Hihik
Wah aku sempet tegang pas petugas tiket curiga nanya tiket ahahhaha
Jadi kbawa suasana
Btw itu nasi kebuli seuprit muihil juga ya mb lev
Iyah..mahal banget. Eh, begitu terakhir diobral juga sih makanannya. Tapi yang kebuli mah udah habis ternyata. Mahal tapi laku keras. Xixixi.
HapusSaya ajah udah degdegan, bisa masuk apa ngga, xixixi. Kalau inget itu jadi ketawa tiwi sendiri.
seru banget ih mbak, jadi pengin traveling kesana deh :)
BalasHapusKalau yang perjalanan sail to Krakatau ini sebetulnya hanya mirip2 kayak pesiar gitu, hanya lihat dari kapal roro nya. Ngga turun untuk snorkeling atau naik ke gunungnya. Saya dengar sih ada juga yang melakukan snorkeling di pulau sebesinya, juga menaiki Krakatau hingga ketinggian tertentu.
Hapusaku pernah nonton filmnya.. pas krakatau meletus 1883.. merinding mbak.. ga kebayang kalo kita hidup di masa itu.. serem ya kalo bayangin gunung2 api raksasa ini meletus dulu.. kayak danau toba dulu juga terjadi dr letusan gunung apinya.. sedahyat apa coba kalo danaunya aja bisa melewati 3 kota :O
BalasHapusBetul Mbak. Duh apalagi sekarang. Kalau beneran kejadian lagi kayak tahun 1883, whedew, saya ngga bisa bayangin Anyer bakalan kayak apah. Hiks. Untungnya kalau gunung meletus sekarang bisa dideteksi dari peningkatan gempanya. Beda dengan tsunami yang hanya hitungan menit. Saya pernah simulasi (drill) gempa dan tsunami, duh nanti kenyataannya bisa ngga yak lari ke bukit.
HapusWaw. Krakatoa. Liat filmnya aja merinding. Serem seru gimanaaa gitu. Mudahan gak meletus lagilah, bubar Indonesia kalo Krakatoa meletus lagi.
BalasHapusWah, saya malah belum lihat filmnya. Katanya sih letusannya emang dasyat. Tapi kebayang sih, waktu itu 3 gunung berjejer sih yak.
HapusTak banyak yang tahu kalau Krakatau itu sebenarnya aman, letusannya jenis strombolian. Asal berada di jarak aman (2 km) dari puncak, kita sudah aman. Kami beberapa kali mendekat saat erupsi :)
BalasHapusBener Mas Yopie, yang saya dengar juga begitu. Jenisnya stombolian, jd hanya letusan lava, trus material vulkaniknya nambah numpuk ke atas gitu ya Mas. Di sini juga untuk daerah industrinya terkait disaster planning masalah nature disaster suka dibahas dan ada drillnya.
Hapusamazing. rasanya saya juga ingin ikut serta didalamnya. gunung krakatau membayangkan kisahnya yg dlu saja tdk berani.tapi intinya gak mengahalangi aku untuk ikutan tarvelling kesana.
BalasHapus