“Pulau Seram?” Tanya saya memastikan, yang dijawab
dengan anggukan kecil. Wah, ternyata Lampung juga memiliki pulau yang bernama
Pulau Seram, seperti halnya di Maluku.
Pulau Seram merupakan salah satu pulau di Kecamatan
Ketapang Lampung Selatan. Totalnya ada 9 buah pulau kecil yang terletak di
Kecamatan ini, yaitu: Pulau Mundu, Pulau Seram, Pulau Seram Kecil, Pulau Kopiah,
Pulau Rimau Balak, Pulau Rimau Lunik, Pulau Tumpel, Pulau Tumpel Lunik, Pulau
Suling. Dua pulau yang disebutkan terakhir ini saya tidak menemukannya di Google
Earth. Entah dimana keberadaan kedua pulau ini. Pulau Seram yang akan kita
kunjungi adalah Pulau Seram Besar, atau warga nelayan setempat sering
menyebutnya Pulau Gede. Mungkin karena ini adalah pulau paling besar yang dekat
dengan Desa Nelayan Ketapang.
Untuk mencapai Pulau Seram dari pelabuhan nelayan
Ketapang tidak memerlukan waktu lebih dari 10 menit. Jarak yang dekat sekali
ya? Tidak heran jika pulau ini sering dijadikan tempat rekreasi warga nelayan
Ketapang, lepas dari rutinitas sehari-hari. Semua orang exciting menikmati perjalanan menyeberang ke Pulau Seram. Bunyi
motor perahu menderu memecah lautan. Buih putih mengikuti dengan setia bak
bayangan yang tidak pernah lepas dari badan. Terik matahari yang tepat berada
di atas kepala membuat wajah-wajah di atas perahu menyeringai dengan mata yang
terpicing.
“Biasanya kalau Hari Raya Lebaran atau Tahun Baru,
Pulo penuh,” kata kakak ipar Erna, pengasuh anak teman saya saat
menginjakkan kaki di Pulau Seram. “Tiap ada saudara datang dari Cilegon, ya
kita makan-makan di Pulo,” lanjutnya lagi. Anak-anak gadis remaja yang ikut
bersama rombongan kami membantu menggelar barang bawaan. Wow! Cumi bakar, ikan
bakar, cumi balado, sambal goreng teri, sambal mentah dan terasi, sayur yang
terhidang kembali membuat perut keroncongan.
“Ayo ah makan dulu, lapar nih,” celetuk seseorang.
Semua orang menyerbu makanan di atas blue sheet yang menjadi alas untuk duduk-duduk
bersantai di Pulo. “Maaf ya, makanannya jelek,” kata kakak iparnya Erna. Duh,
ini sih bukan jelek. Ini enak sekali! Mantaaap pokoknya! Daging cuminya tidak
alot dan daging ikannya juga manis. Ya iyalah, masih segar-segar dan baru
ditangkap.
Pulau Seram penuh dengan pohon-pohon kelapa yang menjulang tinggi. Tidak jauh dari tempat kami menggelar blue sheet, terdapat sebuah bangunan saung. Masuk ke pulau
ini tidak dipungut biaya sepeserpun alias gratis dan tidak ada yang melarang. Sepertinya
pulau ini tidak berpenghuni dan tidak cukup terawat, karena memang tidak ada
pengelolanya. Sebetulnya pasir pantainya berwarna putih, hanya saja banyak
terdapat pecahan karang. Jadi tanpa alas kaki, karang-karang itu sakit menusuk
telapak kali. Orang sini menyebutnya kampakan. Kata kakak lelakinya Erna yang juga seorang nelayan, airnya sedang pasang, jadi pasir
yang terlihat hanya sedikit.
“Disebut Pulau Gede karena ini pulau paling besar ya?”
Tanya saya. “Sebetulnya ada lagi yang besar di sebelah sana,” Tunjuk Dewi,
sepupu Erna ke sedikit ke arah Utara (jika saya tidak salah perkiraan), “Pulau
Mundu kan ya namanya?” Lanjutnya lagi dengan mencoba mencari dukungan dari
saudara-saudaranya. “Kalau itu pulau apa?” Tanya saya menunjuk ke arah pulau
yang kecil di samping Pulau Seram. “Itu bukan pulau, itu tanaman bakau
terapung,” jawabnya. “Di sebelah sananya ada Pulau Kecil, sebelah sananya lagi
Pulau Jepun.” Sepertinya yang dimaksud Pulau Kecil itu adalah Pulau Seram
Kecil, sedangkan Pulau Jepun mungkin adalah Pulau Kopiah. Entahlah.
“Wah, dalam ternyata!” Teriak suami teman saya, yang
mencoba berenang ke arah air laut yang lebih jernih. Sepertinya pantainya agak
curam, sehingga bergeser sedikit ke arah perairan yang lebih jernih, langsung
berasa dalam. Tetapi anak-anak nelayan yang ikut bersama kami justru seakan
tidak peduli, mereka malah semakin asyik berenang, mengapung, dan berselancar menggunakan
fiber penutup box penyimpanan ikan. Haha, anak nelayan memang keren ya. Padahal
kalau ditilik dari usia dan badannya, mereka relatif lebih muda dari Azka dan
Aisya. Bahkan ada yang baru berusia 5 tahun, tapi sudah berani berenang dan
mengapung duduk di atas fiber.
Sebetulnya saya penasaran ingin mengelilingi pulau
ini. Hiii, tapi ternyata saya belum mempunyai keberanian sebesar itu untuk
sendiri menyusuri pantai Pulau Seram dari ujung ke ujung. Sempat berjalan
beberapa jauh dan berfoto-foto. Pulaunya betul-betul masih apa adanya, belum terkena
imbas kemajuan zaman. Ini foto-foto yang diambil di pesisir pantai Pulau Seram.
Cantik kan?
Dari sini kami tidak berani melanjutkan perjalanan dan
lebih memilih untuk kembali ke tempat semula. Terlihat anak-anak kampung
nelayan berkerumun sambil berteriak-teriak. “Ada apa itu?” Seru saya,
mempercepat langkah, diikuti oleh anak-anak dan ayahnya. “Wah, sedang berburu
lubang kepiting!” Mereka mencari lubang-lubang di pasir, kemudian mengisinya
dengan air laut dari botol Aqua, dan dengan cepat tangan mereka menggali. “Aaaah!
Kejepit kepiting!” Saya kaget. Si anak nelayan malah tertawa-tawa. Rupanya
mereka hanya berpura-pura. Kemudian mereka berpindah ke lubang lain untuk
menangkap kepiting. Azka dan Aisya terlihat takjub mengamati aktivitas
anak-anak nelayan ini.
Melihat keseruan yang dilakukan anak-anak, saya jadi
berpikir bahwa bahagia itu ternyata sederhana. Sesederhana tawa dan teriakan
anak-anak pantai. Mungkin Pulau Seram tidak seindah Pulau Pahawang yang
terkenal dengan terumbu karang atau tempat snorkelingnya. Pasir Pulau Seram
juga mungkin tidak seindah pasir putih di Pulau Kelagian. Air Laut di sekitar
Pulau Seram juga mungkin tidak sejernih Pulau Tanjung Putus. Tapi menikmati kesederhanaan
bersama warga nelayan Kampung Ketapang, berinteraksi dengan anak-anak pantai
yang pemberani, sungguh merupakan wisata yang tiada ternilai harganya. Saya
tidak menyesal telah datang ke sini, walaupun di awal situasi sempat sedikit memanas.
Setelah puas mengamati aktivitas mereka, saya pun
kembali ke tempat kumpul dan duduk di atas blue sheet, bergabung bersama para
ibu. Seorang anak nelayan tampak sedang dipeluk ibunya dengan erat. “Kenapa Bu?
Ngantuk ya?” Tanya saya sambil memberi isyarat kepada anak yang sedang
dipeluknya. “Tadi hampir tenggelam,” jawab si ibu. “Oh, ngga kenapa-napa kan
tapi Bu?” Tanya saya kembali kaget. Rupanya tadi yang berkerumun itu karena ada
anak yang hampir tenggelam. Untungnya anaknya tidak kenapa-napa, mungkin hanya
sedikit kaget.
Kami pun menghabiskan waktu dengan mengobrol kesana
kemari sambil menunggu anak-anak selesai berenang. Teman saya mengobrol asyik
dengan keluarga pengasuh anaknya. Terus terang saya kurang begitu mengerti,
karena mereka berbicara dalam Bahasa Jawa. Saya malah asyik memotret kuda laut,
mereka menyebutnya sebagai Pangkur Laut. Bentuknya sih tidak mirip kuda laut
yang suka dilihat di kartun-kartun atau di televisi. Kuda laut ini berwarna
kehijauan dan tubuhnya lurus, mirip buaya kecil kalau kata saya. Tapi setelah
dipikir-pikir, itu memang mirip kuda laut, hanya saja ekornya tidak meringkel.
Mungkin ekornya hanya meringkel saat ada di dalam laut kali ya. Coba deh
perhatikan, ini kuda laut kan?
Mereka juga mengambil Lambu Kasang. Menurut saya sih
mirip-mirip rumput laut. Warnanya hijau tua. Bentuknya awut-awutan jelek. Tapi
katanya ini enak dibikin urap. Di Cilegon urap lambu kasang ini juga banyak
dijual. Terus terang, mendengar namanya saja baru kali ini, dan hampir 15 tahun
tinggal di Cilegon belum pernah sekalipun mendengar nama kuliner yang satu ini.
Ah, nanti kalau pulang ke Cilegon, mau cari yang namanya urap lambu kasang ini.
Matahari sudah mulai condong ke Barat, walaupun
teriknya hanya sedikit berkurang. Kami pun mulai berkemas. Satu persatu naik ke
dalam perahu. Duh, kelihatannya airnya sedikit lebih dalam sehingga menyulitkan
saya untuk naik ke atas perahu. Saya mencoba memasukkan kaki kanan terlebih dahulu
dan kedua tangan bertumpu di atas permukaan pinggiran perahu. “Aduuuh, tunggu,
tunggu!” Saya berteriak-teriak. “Kaki saya kram!” Saya panik, karena posisi
kaki kanan sudah berada di atas perahu sedangkan kaki kiri saya mengalami kram,
masih tergantung dan tercelup di air laut setinggi lutut. Duh rasanya pengen
nangis. Ya Allah, kenapa harus mengalami kram dalam posisi seperti ini.
Bersambung bagian – 4 Click Here
Weih ada tow mbak Pulau Seram di lampung? Aku kok malah baru dengar ya?hehehe,,, Tapi sayang ya mbak ya, pulaunya kurang terawat dan banyak pecahan batu karang yang terselebar disini,,, jadi kalau nggak ati - ati ya bisa terkena pecahan batu karang tersebut,,,, keren mbak pulaunya :-)
BalasHapusIya ada Nis, Pulau Seram di Lampung. Di daerah Ketapang Lampung Selatan, 30 menit dari Menara Siger lah kira-kira. Kayaknya emang agak-agak remote gitu ya, walaupun dekat ke Jawa. Haha. Soalnya, pasar, alfamart, indomart kayak gitu ngga ada di sini. Sekalinya perlu belanja keperluan sehari-hari, mereka harus ke pasar yang di deket Menara Siger itu. Whidiw, lumayan jauh lah kalau untuk beli-beli sesuatu atau jajan. Kalau si tetehnya temen itu pulang kampung, dia mau dibawain oleh-olehnya yang susah didapet di sana, kayak martabak gitu.
HapusCuma memang suasananya masih alami banget. Pulau Seram juga cuma jadi konsumsi masyarakat sekitar saja, dan memang kurang terawat, karena tidak ada pengelolanya.
Pulau yang tenang dengan kehidupan yang masih asli. Seperti halaman belakang para anak nelayan ya Mbak, tempat mereka bermain dan bersenang-senang. Sebuah potongan alam yang kaya (saya belum pernah melihat kuda laut sebelumnya :hihi). Makanannya juga menggoda banget buat disantap, pasti enak sekali makan siang di hadapan laut yang mendebur :)).
BalasHapusPengibaratan yang keren, seperti halaman belakang para anak nelayan. Iya, malah mungkin arena bermain mereka. Asyik deh melihat mereka bersenda gurau dan cuek berenang hanya dengan selembar kain di badan. Betul-betul masih alami dan murni. Saya juga baru lihat yang namanya pangkur laut ini. Kata saya kok mirip buaya kecil, hihi. Jauh dari bayangan kuda laut yang ada di kartun-kartun Ariel. Makanannya bikin kalap. Hehe.
HapusIh keren bgtt ya bunda..
BalasHapusEhmm, nyummyy - selera bgt bun sm cumi-cumi dan ikan bakarnya :D
Cuminya empuk ngga alot dan agak sedikit manis gitu, manis gurih. Ikan bakarnya juga enak.
HapusCuminya empuk ngga alot dan agak sedikit manis gitu, manis gurih. Ikan bakarnya juga enak.
HapusSemoga next time bisa lebih terawat lagi pulau seramnya ;)
BalasHapusIya, memang pulaunya banyak kerang-kerang berserakan di pantainya. Kalau ngga pakai alas kaki lumayan sakit juga sih nusuk-nusuk. Haha. Tapi namanya anak-anak dimana pun nemu air dan pantai kayaknya seneng banget.
Hapusnamanya tidak seseram tempatnya. indah dan menyenangkan untuk dikunjungi bersama keluarga dan teman-teman
BalasHapusEntah kenapa dinamakan Pulau Seram. Warga nelayan sering menyebutnya sebagai Pulau Gede, karena yang kita datangi ini namanya di google map sih Pulau Seram Besar. Ada juga Pulau Seram Kecil, yang terletak tidak jauh dari sini. Buat warga kampung nelayan Ketapang Lamsel, tempat ini memang menjadi tempat wisata mereka. Setiap ada kerabat datang, atau lebaran dan tahun baru, katanya pulau ini selalu menjadi tempat favorit dan ramai.
Hapuskayaknya masih sepi, tapi tetep keren soalnya ada mba levina haha
BalasHapuswkwkwk, terima kasih, terima kasih. tapi ngga ada receh eung.
HapusBetul, pas datang sih sepi. cuma kata warga kampung nelayan kalau tahun baru dan lebaran, ruame banget ini pulau. sepertinya ini salah satu wisata bagi mereka. soalnya kalau mau wisata ngemall juga ga ada alfamart or indomart sama sekali di dekat situ. Pasar paling dekat ya di deket Menara Siger itu, sekitar 30 menit naik motor.
Aiiih mba, aku pikir pulaunya bener - bener serem atau horor hehe.
BalasHapusHaha. Eh, serius, saya pikir juga begitu awalnya. Saya sempatkan dulu searching lewat si Mbah Google, tentang Pulau Seram Lampung ini. Tapi tidak satupun yang mereview tempat ini. Yang ada paling hanya data-data lokasi. Sama berita mengenai anak sekolah yang perahunya tenggelam saat menuju ke Pulau Seram. Duh, sempet takut juga. Xixi.
HapusDaerah ini juga masih sepi. Kalau malam, di jalan Lintas Pantai Timur ini masih kurang penerangan. Kata bapak nelayan katanya sih masih ada kejadian begal gitu.
Nama pulaunya agak menakutkan. Aku pikir ada hubungannya dengan "sesuatu". Hehehe...
BalasHapusKeluarga suamiku orang lampung, tapi gak pernah cerita ttg pulau ini. Jangan2 dia juga gak tau.
Hehe. Lampung Selatan memang jarang terberitakan memang Mbak. Saya juga searching di google susah. Lampung yang sering di ceritakan adalah lintas pantai baratnya. Memang indah-indah pantai di lintas barat. Tapi saya juga belum lihat sih aslinya. Kata orang cakep-cakep.
Hapuswaaaaa... asyik banget itu pulau dan pantainya. amazing Indonesia banget!
BalasHapusbtw makanannya bikin ngiler lho Mba :D
Makanannya enak banget, apalagi dimakan dipantai bareng-bareng saat perut lapar..hehe. Iya, sebenernya Indonesia indah, sumpaah deh. Cuma kadang yang bikin malas ya itu selain pungutannya plus tabiatnya. Kadang saya iri dengan tetangga. Whuuaaa...
Hapusya ampuuun mbak e.... itu makanannya menggiurkan sangaaat ^o^.. makanan segar kayak gitu tuh yg aku paling suka... tapi pulau seram ini ngingetin ama sibolga, kampungku. banyak pulau, banyak pantai dan seafood segar :).. jd kgn mudik
BalasHapusDari Sibolga ya Mbak. Indonesia memang banyak pulau ya Mbak. Ini disekitar ini aja banyak pulau-pulau kecil, yang saya pun ngga tahu sebelumnya. Yang bikin kangen adalah suasana kehidupan nelayannya Mbak, terbayang-bayang di mata, saat senja datang dari berlayar mencari ikan...atau kesibukan di gudang ikan. Mudik kapan Mbak?
HapusMbak ajaklah aku ke pulau seram belum pernah soalnya. Mau banget ih makan cumi pasti lezatos
BalasHapusHayuuuuk....
HapusKapan ya ke sana lagi? Kangen suasana kampung nelayannya.
Cumi bakarnya emang lezatos..xixixi.
Pernah kesini tahun 2008an, jalan dari tepi pantai sampai 100m an dalam nya cuma seperut, sayang dulu kotor pantai nya.... Masih bagusan pulau mundu mbak, air nya bersih.... Kan gak jauh dari ketapang ke pulau mundu
BalasHapusTernyata namanya aja pulau seram ya....lihat dari fotonya, gak ada seram2 nya juga...😁😁
BalasHapus