Bandung sudah seperti rumah kedua bagi saya. Walaupun hanya kurang lebih 6
tahun efektif tinggal di Bandung, selalu ada yang membuat saya ingin kembali ke
sini. Nah, kalau ditanya momen apa yang tidak terlupakan tentang Bandung,
rasanya banyak sekali yang selalu terkenang. Dari yang menyenangkan,
menyakitkan, menyedihkan, menyebalkan hingga memalukan pun ada.
Hmmm..., coba saya ingat-ingat bagian mana dalam hidup saya selama di Bandung
yang paling The Unforgettable Bandung.
Jalan Purnawarman, Jalan Merdeka dan Jalan Riau bisa dibilang pusat
keramaian kota Bandung. Area tersebut dekat dengan Bandung Electronic Center
(BEC), Bandung Indah Plaza, juga keramaian daerah Dago. Jika menyusuri
sepanjang Jalan Purnawarman, berbelok di dekat Ganesha Operation dan memotong
jalan melalui Gramedia, kita akan sampai di Jalan Merdeka dan percis di
depannya adalah Bandung Indah Plaza. Daerah sekitar sini melemparkan saya
hampir ke masa 21 tahun silam dimana pertama kali saya menginjak kota Bandung.
Terasa segar diingatan, Bapak mengantar saya kesana kemari, mendaftarkan
bimbingan belajar, mencarikan tempat tinggal, mengurus tetek bengek perkuliahan
seperti menyiapkan barang-barang aneh untuk Ospek, sampai mengajari saya
menyeberang perempatan Jalan Dago, Merdeka dan Riau. Sebagai anak yang datang
dari pelosok, Bandung waktu itu rasanya bak kota metropolitan. Mobil-mobil
berseliweran dengan cepat tiada henti, membuat saya kebingungan dan ketakutan
saat menyeberang jalan. Bapak dengan sabar menuntun dan mengajari cara-cara
menyeberang jalan di kota besar. Ini pertama kalinya saya pergi merantau, jauh
dari kedua orang tua. Melewati jalanan ini, mengingatkan saya pada Bapak yang
rela bolak balik Kuningan – Bandung untuk mengurus keperluan saya.
Kawasan Bandung Indah Plaza juga mengingatkan saya saat pertama kalinya
mengenal eskalator. Duluuu, daripada menaiki eskalator, lebih baik saya
mengambil jalur memutar melalui tangga samping untuk naik ke lantai atas.
Dipikir-pikir sekarang, waktu itu saya udik banget yak, ditambah rambut
dikepang dua. #tepokjidat!
Kampus Singaperbangsa ini terletak dekat dengan Gedung Telkom, tidak jauh
dari Lapang Gasibu. Biasanya di pagi hari atau sore hari, Gasibu penuh dengan
orang yang jogging. Kampus Kimia Singaperbangsa ini juga dekat dengan Museum
Geologi Bandung dan Yoghurt Cisangkuy yang terkenal. Kalau lagi punya sedikit
uang lebih, Cisangkuy menjadi tempat tongkrongan sehabis selesai kuliah. Setiap
hari Minggu pagi, Gasibu disulap menjadi pasar kaget yang menjual barang-barang,
pernak-pernik dan makanan murah. Dijamin ini pengen itu pengen, kalau datang ke
pasar kaget Gasibu. Entah sekarang pasar kaget itu masih ada atau tidak. Yang
pasti tempat ini merupakan salah satu tempat keramaian waktu saya kuliah di
Bandung.
Kampus Singaperbangsa menyimpan banyak kenangan yang tidak terlupakan. Ada
pohon yang bukan sembarang pohon. Itu pohon penuh kenangan, karena salah satu
teman saya pernah dihukum menaiki pohon ini dan membacakan puisi keras-keras,
“Jambu Klutuk Jambu Monyet! Saya dikutuk jadi nyemot!” Masa-masa bimbingan
mahasiswa memang paling asoy kalau dikenang kembali. Jalan jongkok keliling
kampus, push up, tugas berjibun yang seolah ngga ada habisnya. Hanya ada 2
aturan yang diingat. Aturan pertama, senior selalu benar dan aturan kedua, jika
senior salah lihat aturan pertama. Kembali ke masa sekarang, terkadang saya
merasa bersyukur, gemblengan dari mereka-mereka yang menurut aturan kita sadis
saat itu, justru menjadikan saya lebih tahan dan cuek.
Kampus Singaperbangsa lebih difokuskan pada laboratorium praktek. Di sini
ada beberapa laboratorium: Lab Kimia Analitik, Lab Kimia Fisik, Lab Kimia
Organik dan Lab Biokimia. Sebagian bangunan merupakan bangunan zaman dahulu,
sehingga kalau di laboratorium malam-malam suka bikin bulu kuduk berdiri.
Laboratorium-laboratorium ini menjadi saksi sejarah berseliwerannya jurnal
praktikum di udara, alias yang dilempar oleh para asisten dosen. Sebelum
praktikum, biasanya suka ada tanya jawab mengenai kesiapan praktikum hari itu.
Saat itu nightmare dimulai! Jurnal
praktikum bisa nyungsep di wastafel atau disuruh keluar untuk menghafal kembali
prosedur kerja.
Di kampus ini pula saya mengenai dosen-dosen yang penuh dedikasi untuk
keberhasilan mahasiswanya. Ada dosen wali saya, yang walaupun galak kata
sebagian besar mahasiswa, bagi saya beliau sangat perhatian terhadap anak
walinya. Ada dosen pembimbing saya yang selalu membantu. Namun sayangnya, kalau
ada istilah mahasiswa durhaka, mungkin saya termasuk salah satunya. Sejak lulus
kuliah dan merantau ke Cilegon, belum satu kali pun saya kembali ke kampus atau
pun sekedar menyapa melalui telepon kepada beliau-beliau yang telah banyak
berjasa. Di unforgettable moment giveaway-nya Nia Haryanto ini, saya
jadi self reflection. Semoga segala kebaikan beliau-beliau, para dosen
tercinta, mendapat imbalan dari Allah SWT.
Saya pernah jalan kaki dari Terminal Cicaheum sampai ke Antapani. Yang
tinggal di Bandung tahu dong jaraknya berapa? Yang pasti lumayan sukses membuat
betis membesar dan pegalnya ngga hilang selama 2 hari.
Bus Damri adalah moda transportasi murah meriah buat mahasiswa kere(n)
model saya. Apalagi kalau pakai karcis langganan yang diperoleh pakai acara
antri di pool Bus Damri di sekitar Gedebage. Nah, kok bisa saya jalan kaki dari
Cicaheum ke Antapani? Saat tahun 1998, pas marak-maraknya demo, hampir semua
jalanan dikuasai lautan manusia, jadi banyak angkutan umum yang tidak bisa
berjalan seperti biasanya dan kalau adapun jumlahnya terbatas. Akhirnya
daripada kemalaman di Jatinangor, ya angkutan apapun sampai manapun jadi,
termasuk jalan kaki dilakoni.
Banyak cerita di dalam Bus Damri, selama perjalanan dari Dipati Ukur menuju
Jatinangor. Berlari mengejar bus, berdesakan & berebut naik demi mendapat
satu bangku keras Damri, hampir terlelap saat bergelantungan di bis, membaca
rangkuman perkuliahan untuk ujian yang biasanya SKS (sistem kebut semalam), atau
mengerjakan laporan praktikum, yang kalau saya pikir sekarang rasanya kok amazing.
Bayangkan menulis di atas kertas HVS putih di dalam bis yang penuh sesak
diselingi dengan pengamen jalanan yang suaranya cukup merdu. Coretan pena sudah
oleng kanan kiri mengikuti irama laju bus kota.
Kembali ke masa sekarang, ada kalanya saya rindu dengan suara kecrekan dan
gendang botol Aqua pengamen jalanan yang mengalunkan melodi lagu. Saat ke
Bandung tahun lalu, saya menyengajakan diri mengajak anak-anak menikmati bus
kota berkeliling Bandung, suatu pengalaman baru untuk anak-anak.
Apa yang spesial dengan perpustakaan? Apa saya ditembak cowok pertama kali
di sini? Wah, meleset tebakannya!
Perpustakaan Universitas Padjadjaran terletak percis di depan kampus Dipati
Ukur. Sebelahnya kalau tidak salah ada semacam cafetaria mahasiswa. Pada
hari-hari kuliah, di depan perpustakaan, penuh dengan mahasiswa yang nongkrong sambil
nunggu waktu kuliah tiba. Di bagian depan gedung terdapat tangga undak-undakan,
dan di tepian paling bawah disemen dengan kemiringan.
Nah, suatu saat sehabis makan bersama teman (pria), bukan pacar lho ya,
kami melewati gedung perpustakaan ini. Entah kenapa saya iseng, berjalan di
tepian yang miring. Tiba-tiba saya hilang keseimbangan hingga terpeleset jatuh.
Buk! Lumayan keras jatuhnya. Rasanya semua mata tertuju pada saya. Aaaarghh...!
Malunya.
Terlepas dari kejadian jatuh, di Jalan Dipati Ukur banyak tempat-tempat
kuliner asyik dan murah, seperti rumah makan prasmanan di Jalan Bagusrangin,
mpek-mpek Pak Raden, rumah makan Ampera, Steak & Shake, dan lainnya. Untuk
penikmat kuliner, daerah ini bisa menjadi salah satu alternatif.
Loji adalah nama daerah di belakang Universitas Winaya Mukti, dekat dengan
Giri Gahana Golf, Buper Kiara Payung di bawah kaki Gunung Manglayang. Pencinta alam
pasti tahu daerah ini. Jarak dari Jalan Raya Jatinangor menuju Loji lumayan
cukup jauh. Sepanjang jalan dipenuhi pepohonan tinggi dan rimbun serta tanah
kosong. Jika siang hari ada angkutan mahasiswa UNWIM atau ojek. Selepas Isya,
biasanya sudah tidak ada angkutan, jadi terpaksa harus jalan kaki.
Di Jatinangor ini saya tinggal bersama saudara yang rumahnya terletak di
Loji. Saat itu hanya tinggal satu-satunya rumah yang ada di Loji. Di sini ada
satu menara putih yang kabarnya merupakan peninggalan Belanda. Katanya sih ini
menara berfungsi untuk memantau para petani perkebunan. Dan bisik-bisiknya,
lumayan angker juga. Nah biasanya, saat mendekati menara ini saya lari dengan
dipenuhi rasa was was, pandangan lurus kedepan tanpa berani tengok kanan kiri. Entah
kenapa saya suka merasa ada yang mengawasi. Konon kabarnya menara putih ini
adalah bangunan dari zaman Belanda. Dan sepertinya sekarang telah menjadi Taman Loji Jatinangor.
Rumah ini juga selalu tersimpan di lubuk hati saya. Kebaikan
saudara-saudara di Loji, makanan enak dan Pare Belut Teh Cucu, nonton piala
dunia, dan lainnya. Sampai akhirnya rumah ini pun akhirnya terpaksa kena gusur
juga.
Kenapa Gedung Sate masuk dalam daftar unforgettable moment saya?
Tidak lain karena saya pernah ada di era tahun 1998, saat mahasiswa seluruh
Indonesia turun ke jalan menyerukan reformasi, dan diakhirnya pengunduran diri
Presiden Suharto waktu itu. Apa hubungannya dengan saya? Apakah saya seorang
aktivis reformasi? Oh, tentu saja, bukaaan. Maunya sih dibilang begitu, tapi back
to that day, saya malu mengakuinya, sepertinya saya hanya ikut merasakan
euforia kumpul sana kumpul sini, bukan tujuan reformasi. Hanya penasaran dengan
apa yang sedang terjadi, karena that was the 1st experience to me
when the nation wanted for the win of change, and I wanted to be a part of it.
Gedung Sate ini mempunyai ciri khas yang unik, yaitu tiang menara yang
mirip dengan tusuk sate. Gedung ini juga dekat ke Kantor Pos Pusat. Dulu saya
sering mengunjungi Kantor Pos Pusat hanya untuk perangko sampul hari pertama.
Gedung bersejarah lainnya di sekitar sini adalah RRI. Sekarang di dekat Gedung
sate pun ada Taman Lansia.
Terletak bersebelahan dengan universitas terkenal se-Indonesia, yang tidak
lain dan tidak bukan adalah Institute Teknologi Bandung (ITB), yang
mahasiswanya kadang nyebelin itu lho, hahaha. Gimana ngga sebel? Masa katanya,
monyet aja kalau diajarin bisa masuk Unpad. Whuuuaaa! Teganya! Eh, tapi banyak
juga tuh yang jadian sama anak PAAP Unpad. Atau, bagi yang kurang beruntung
alias ngga lolos masuk ITB, suka menghibur diri dengan menjawab kuliah di ITB
ketika ada pertanyaan kuliah di mana. ITB yang ini sih bukan Institute
Teknologi Bandung, tapi Universitas Tikungan Bypass. Hahaha.
Balik ke Kebun Binatang Bandung, awal mula saya mengenal tempat ini karena
diajak teman. Kalau dipikir-pikir setelahnya, sepertinya saya memainkan peranan
setan (laki-laki dan perempuan berduaan, yang ketiganya setan), menemani yang
lagi PDKT. Tapi jauh setelah itu, ketika saya bertemu suami, dia bilang waktu
itu ada di Kebun Binatang Bandung juga. Bisa jadi sebetulnya kita berpapasan di
Kebun Binatang Bandung ini saat itu, hanya saja baru 6 tahun kemudian
betul-betul dipertemukan di tempat yang lain. Ini kali yang dinamakan akai
ito, atau benang takdir.
Pernah suatu ketika, setelah puas bermain ice skating di gelanggang es Paris Van Java,
kami putar-putar di Bandung ngga dapat penginapan (murah). Untungnya di mobil
selalu tersedia tenda, dan akhirnya kita terdampar di Buper Grafika Cikole.
Ternyata membuka tenda ditengah udara Lembang, bukanlah suatu keputusan buruk.
Keesokan harinya, kami menuju Bosscha yang terletak di Lembang juga. Wisata
perbintangan di Bosscha cukup menarik untuk menambah pengetahuan anak-anak.
Setelah puas dengan menikmati area Bosscha kami menuju Kampung Gajah.
Di Kampung Gajah, banyak sekali permainan. Ada seluncuran, ada wisata
memetik strawberry, ada lembah teletubis, dengan lubang-lubang kelinci yang
bisa dimasuki anak-anak. Ada balon udara juga! Anak-anak exciting ingin menaiki
balon udara. Waktu itu saya hanya bisa membeli 2 tiket naik balon udara.
Menyesal juga waktu itu ngga ikut naik balon udara.
Nah, saat setelah event memperingati konferensi Asia Afrika tahun lalu,
saya bersama anak-anak, adik serta seorang teman menyusuri daerah alun-alun,
Jalan Asia Afrika sampai Braga City Walk. Banyak hal yang menarik yang bisa
diamati selain tentu saja keindahan dan kebersihannya. Sepanjang gedung-gedung
bersejarah di Bandung ini, seringkali club arsitektur mengadakan gathering dan
melukis sketsa mengenai arsitektur gedung-gedung lawas ini. Tidak jarang orang
luar negeripun bergabung. Azka & Aisya terkagum-kagum melihat hasil sketsa
mereka. Ditambah lagi wisata pengetahuan, mendengar sejarah dan mengagumi
indahnya interior art deco Gedung Merdeka. Siapa bilang liburan perlu mahal?
Hanya modal kaki dapat liburan yang menyenangkan.
Nah, itu 9 hal dari sekian banyak hal yang paling The unforgettable
Bandung. Jadi bagi saya, Kota Bandung adalah asa, keluarga, persahabatan dan
perjuangan. Bagaimanapun tidak akan pernah terlupakan. Bandung adalah sebagian
fragmen dalam kehidupan saya. Saya selalu rindu Bandung, apalagi saat
mendengarkan lagu Bandung Kota Kembang, diiringi kecapi suling:
Bandung...., Bandung....,
Bandung nelah Kota Kembang
Bandung...., Bandung....,
Sasakala Sangkuriang
Di lingkung gunung, heurin ku tangtung
Puseur kota numulya
Parahiyangan
Bandung..., Bandung
bus damri inget jaman sekolah dulu
BalasHapusKalau ke Bandung suka kangen naik damri. sekarang udah agak enakan. ada bis damri AC dulu mah adanya AG doang mak. Angin Gelebuk alias pendinginnya hembusan angin dari luar jendela...hehe.
Hapussemoga menang
BalasHapusTerima kasih Mbak...
HapusGak pernah ke Bandung. Jadi pingin ke sana deh. :)
BalasHapusMoga menang
Sekarang banyak tempat wisata baru Mbak. Saya ngiler pengen ke Bandung. Ada farm house, ada dusun bambu, danau sanghyang heuleut, banyak ternyata yang belum saya kunjungi. Cuma ga kuat macetnya itu Mak. Tobat dah.
HapusThank you Mbak Anisa.
Bandung memang bikin addict loh, datang sekali, pengen baliknya berkali-kali :D
BalasHapusBetul sekali Mbak. Selalu ngangenin. Walaupun macet juga tetep wae dikejar. Haha. Bandung teh innovasinya terus jalan, jd selalu ada yang baru di Bandung. Baru juga ke sana udah ada lagi tempat wisata baru, kuliner baru, fashion baru. Ngga ada habisnya. Walaupun bukan warga Bandung, ikut bangga lah saya selaku yang pernah tinggal di Bandung. Hehe.
HapusKeren banget tulisannya,gakpake pisah (n),bikin saya ikut menikmati pengalaman pahit manisnya perjuangan di Bandung
BalasHapussemoga menang mak
Iya ternyata baru kepikiran sekarang...byk juga kenangan tentang Bandung. Belum lagi dulu anak kos pas air PDAM mati...ngga ada jetpump, terpaksa deh kadang nebeng di kos an temen yg ada jetpump y. Atau beli roti bakar Bandung patungan. Nangis bareng-bareng nonton kuch kuch hota hai di kos an. Dulu juga musim drama2 jepang, sama telenovela. Bulan puasa pada masak gantian ada piketnya. Kalo lagi ngga punya duit, makan ngutang dulu sama ibu pengurus kos an. Tapi yang paling bikin setres pas gantian jadi imam sholat subuh, magrib dan isya.
HapusThankyu Mak. Minimal dgn giveaway ini jadi membuka2 kenangan lama dan dituliskan. hehe.
Wah benang takdir. Hebat ya cara kerja takdir pas udah menikah baru tau kalau pernah kekebun binatang yang sama :D Bandung memang tempat yang dari dulu saya impikan mba untuk menuntut ilmu :( tapi sayang belum tercapai. Semoga menang ya mba
BalasHapusBetul Mbak...kadang kita ngga tau takdir hendak menuntun kita kemana. Kadang apa yang kita inginkan tidak selamanya baik. Kadang menurut kita jelek, ternyata sudah disiapkan yang lain yang baik dan terbaik oleh Allah. Menurut kita baik, belum tentu itu yang terbaik. Seperti saya yang dulu pengennya kuliah di ITB ... hehe ... ngga kesampean.
HapusMaahasiswa ITB nyebelin? Waduh.... saya dulu nyebelin ga, ya? Hehehehehe.... Hayuk atuh ke Bandung lagi. Nuhun sudah ikutan GA saya :)
BalasHapusBtw, template-nya keren, teteh...
Waduw...lupa! Mahasiswa ITeBeh yah? Hihi. Maaf...ngga sih...cuma rada2 angkuh kali yak mahasiswa nyah...wajarlah..pinter-pinter. Eh, tapi ngga juga sih...bos-bos saya byk ITeBeh...tapi ternyata baik hati dan tidak sombong.
HapusIya nih template y suka banget saya. Cuma ada beberapa hal yang blm pas di hati. Layout y okeh, pengen nambahin sesuatu...tp teu ngarti html y. Hehe. Jadi wae ngga move on move on..kadung suka sama ini template.