Setiap negara pasti mempunyai festival yang
menarik sebagai ikon wisata. Salah satu yang terkenal dengan festivalnya adalah
Jepang. Di sana masih banyak festival-festival yang dilaksanakan setiap
bulannya, yang dinamakan matsuri.
Saya ingin sekali menyaksikan festival di Jepang secara langsung. Hanya saja sampai
saat ini belum kesampaian, biasalah...budget limited. Nah, sebelum beneran
pergi ke Jepang menyaksikan matsuri, saya share dulu saja artikel mengenai
salah satu matsuri yang ada di Jepang, yaitu Hina Matsuri. Apa itu Hina Matsuri?
Baca terus yuk artikelnya.
gambar via deviantart.com |
Hina Matsuri dirayakan setiap tanggal 3
Maret di Jepang. Perayaan ini diadakan untuk mendoakan pertumbuhan anak
perempuan. Perayaan ini sering disebut Festival Boneka atau Festival Anak
Perempuan.
Setiap keluarga di Jepang yang memiliki
anak perempuan, pada perayaan ini akan memajang satu set boneka yang dinamakan
hinaningyō (boneka festival).
Satu set boneka ini menggambarkan
suasana upacara perkawinan tradisional di Jepang, yang terdiri dari boneka
kaisar, permaisuri, puteri istana (dayang-dayang). Para boneka ini mengenakan
pakaian kimono gaya zaman Heian.
Perayaan berawal dari permainan boneka
di kalangan putri bangsawan yang disebut hiina asobi (bermain boneka puteri).
Itu sebabnya disebut Festival Boneka.
Walaupun disebut matsuri, perayaan ini
lebih merupakan acara keluarga di rumah, dan hanya dirayakan keluarga yang
memiliki anak perempuan. Sebelum hari perayaan tiba, anak-anak membantu orang
tua mengeluarkan boneka dari kotak penyimpanan untuk dipajang.
Sejarah Hina Matsuri
Pada awalnya, Hinamatsuri dirayakan
setiap hari ke-3 bulan 3 menurut kalender lunisolar yang mana hari ini disebut
juga momo no sekku (perayaan bunga persik), karena bertepatan dengan mekarnya
bunga persik.
Semenjak Kalender Gregorian mulai
diberlakukan di Jepang, perayaan Hinamatsuri ditetapkan menjadi tanggal 3
Maret. Walaupun demikian, sebagian orang masih memilih untuk merayakannya
sesuai perhitungan kalender lunisolar (sekitar bulan April).
Boneka Hinamatsuri, via japanculture-nyc.com |
Sejumlah literatur klasik menuliskan tentang
kebiasaan bermain boneka di kalangan anak perempuan bangsawan istana dari zaman
Heian (sekitar abad ke-8). Diperkiraan, boneka dimainkan bersama rumah boneka
yang berbentuk istana. Permainan di kalangan anak perempuan tersebut dikenal
sebagai hina asobi (bermain boneka puteri).
Sejak abad ke-19 (zaman Edo), hina
asobi mulai dikaitkan dengan perayaan musim (sekku). Sama halnya dengan
perayaan musim lainnya yang disebut "matsuri", sebutan hina asobi
juga berubah menjadi Hinamatsuri dan perayaannya meluas di kalangan rakyat.
Orang Jepang di zaman Edo terus
mempertahankan cara memajang boneka seperti tradisi yang diwariskan turun
temurun sejak zaman Heian. Kalangan bangsawan dan samurai dari zaman Edo
menilai boneka Hinamatsuri sebagai modal penting untuk wanita yang ingin
menikah, dan sekaligus sebagai pembawa keberuntungan. Dilihat juga sebagai
lambang status dan kemakmuran. Sehingga, Orang tua berlomba - lomba membelikan
boneka yang terbaik dan termahal bagi putrinya yang ingin menjadi pengantin.
Pada awal zaman Edo, boneka yang
digunakan disebut tachibina (boneka berdiri) karena boneka berada dalam posisi
tegak, dan bukan duduk seperti sekarang ini. Boneka dalam posisi duduk
(suwaribina) mulai dikenal sejak zaman Kan'ei.
Kyohobina, foto via kyohaku.go.jp |
Zaman Kyōhō, keshogunan Tokugawa
berusaha membatasi kemewahan di kalangan rakyat. Boneka berukuran besar dan
mewah ikut menjadi sasaran pelarangan barang mewah oleh keshogunan. Rakyat
kemudian membuat boneka berukuran mini yang disebut keshibina (boneka ukuran
biji poppy), dan hanya berukuran di bawah 10 cm, sebagai usaha menghindari
peraturan. Namun keshibina dibuat dengan sangat mendetil, dan kembali berakhir
sebagai boneka mewah.
Yusokubina, foto via kyohaku.go.jp |
Sebelum zaman Edo berakhir, orang
mengenal boneka yang disebut yūsokubina (boneka pejabat resmi istana). Boneka
dipakaikan kimono yang merupakan replika seragam pejabat resmi istana.
Prototipe boneka Hinamatsuri yang digunakan di Jepang sekarang adalah kokinbina
(translasi literal: boneka zaman dulu). Perintis kokinbina adalah Hara Shūgetsu
yang membuat boneka seakurat mungkin berdasarkan riset literatur sejarah.
Boneka yang dihasilkan sangat realistik, termasuk penggunaan gelas untuk mata
boneka.
Semula boneka Hinamatsuri yang mulanya
hanya terdiri dari sepasang kaisar dan permaisuri. Sekitar akhir zaman Edo
hingga awal zaman Meiji berkembang menjadi satu set boneka lengkap berikut
boneka puteri istana, pemusik, serta miniatur istana, perabot rumah tangga dan
dapur. Sejak itu pula, boneka dipajang di atas dankazari (tangga untuk
memajang), dan orang di seluruh Jepang mulai merayakan hinamatsuri secara
besar-besaran.
Kokinbina, foto via kyohaku.go.jp |
Susunan Boneka Hina Matsuri
Boneka diletakkan di atas panggung
bertingkat yang disebut dankazari. Masing-masing boneka diletakkan pada posisi
yang sudah ditentukan berdasarkan tradisi turun temurun. Panggung dankazari
diberi alas selimut tebal berwarna merah yang disebut hi-mōsen. Satu set boneka biasanya dilengkapi
dengan miniatur tirai lipat (byōbu) berwarna emas untuk dipasang sebagai latar
belakang. Di sisi kiri dan kanan diletakkan sepasang miniatur lampion
(bombori). Perlengkapan lain berupa miniatur pohon sakura dan pohon tachibana,
potongan dahan bunga persik sebagai hiasan.
Tangga teratas
Pada tangga teratas, diletakan dua
boneka. Melambangkan kaisar (o-dairi-sama) dan permaisuri (o-hina-sama). Dalam
bahasa Jepang, dairi berarti "istana kaisar", dan hina berarti
"sang putri" atau "anak perempuan".
Odairi-sama & Ohina-sama di susunan paling atas, foto via injapan.gaijinspot.com |
Tangga kedua
Pada tangga kedua diletakkan tiga
boneka pelayan puteri istana (san-nin kanjo). Ketiga puteri istana membawa peralatan
minum sake. Boneka puteri istana yang paling tengah membawa mangkuk sake
(sakazuki) yang diletakkan di atas sampō. Dua boneka puteri istana yang lain
membawa poci sake (kuwae no chōshi), dan wadah sake yang disebut (nagae no
chōshi). Gigi salah satu boneka puteri istana dihitamkan (ohaguro) dan alisnya
dicukur habis.
Tangga ketiga
Lima boneka pemusik pria (go-nin bayashi)
berada di tangga ketiga. Empat musisi masing-masing membawa alat musik, kecuali
penyanyi yang membawa kipas lipat. Alat musik yang dibawa masing-masing pemusik
adalah taiko, ōkawa, kotsuzumi, dan seruling.
Tangga keempat
Terdapat dua boneka menteri (daijin)
yang terdiri dari Menteri Kanan (Udaijin) dan Menteri Kiri (Sadaijin) pada
tangga keempat. Boneka Menteri Kanan digambarkan masih muda, sedangkan boneka
Menteri Kiri tampak jauh lebih tua.
Tangga kelima
Pada tangga kelima diletakkan tiga
boneka pesuruh pria (shichō). Ketiganya masing-masing membawa bungkusan berisi
topi (daigasa) yang dibawa dengan sebilah tongkat, sepatu yang diletakkan di
atas sebuah nampan, dan payung panjang dalam keadaan tertutup. Dalam boneka
versi lain, pesuruh pria membawa penggaruk dari bambu (kumade) dan sapu.
Selanjutnya, kereta sapi dan berbagai
miniatur mebel yang dijadikan hadiah pernikahan diletakkan di atas tangga di
bawahnya.
Hidangan Saat Merayakan Hina Matsuri
Hidangan istimewa untuk anak perempuan
yang merayakan Hinamatsuri antara lain: kue hishimochi, kue hikigiri, makanan
ringan hina arare, sup bening dari kaldu ikan tai atau kerang (hamaguri), serta
chirashizushi. Minumannya adalah sake putih (shirozake) yang dibuat dari
fermentasi beras ketan dengan mirin atau shōchū, dan kōji. Minuman lain yang
disajikan adalah sake manis (amazake) yang dibuat dari ampas sake (sakekasu)
yang diencerkan dengan air dan dimasak di atas api.
Begitulah cerita mengenai Hina Matsuri.
Masih banyak sebetulnya festival-festival lainnya di Jepang. Hiks, jadi pengen
ke Jepang. Kapan ya, bisa mengunjungi negeri Sakura ini?
Referensi:
1. http://id.wikipedia.org/,
2. http://www.vill.nishiokoppe.hokkaido.jp/
Wah, festival bonekanya keren, ya? :D Jadi pingin tahu beneran
BalasHapusiya betul Mbak. jd pgn lihat festivalnya.
Hapus