Rasanya hampir semua orang Indonesia,
terutama yang tinggal di daerah Jawa, pasti mengenal Herman Willem Daendels. Ya, nama
ini pernah sangat melekat di hati rakyat, terutama rakyat sepanjang Anyer – Panarukan, karena
kekejamannya pada suatu masa di sekitar tahun 1808 – 1810. Sebutannya pada waktu
itu beragam. Rakyat mengenalnya sebagai Raden Mas Galak, Raden Guntur, Marsekal Besi.
Daendels Dalam Buku Sejarah Sekolah
Yang saya ingat tentang
Daendels saat belajar sejarah saat di bangku sekolah bahwa orang ini adalah
diktator garis keras. Dia disebut-sebut bertangan besi, yang artinya sangat
kejam saat menjalankan mega proyeknya membangun jalan yang menghubungkan ujung
Barat dan Timur Pulau Jawa. Saya ingat dalam buku sejarah disebutkan bahwa
Daendels menerapkan sistem kerja rodi, yang memaksa rakyat Indonesia untuk
bekerja tanpa upah, dan siapa pun yang membangkang, maka akan dijatuhi hukuman
berat, bahkan tembak mati. Salah satu tugu peringatan mengenai kerja rodi ini
ada saat kita melewati Cadas Pangeran, yang juga merupakan jalur yang termasuk
dalam mega proyek Jalan Anyer – Panarukan.
Di buku-buku sejarah belum
pernah saya temukan mengenai kehidupan lain sang gubenur jenderal ini selain
kehidupan keras seorang tentara. Sampai saya membaca mengenai kedatangannya
pertama kali di Anyer, setelah menempuh perjalanan panjang dari benua Eropa, hampir
1 tahun lamanya (10 bulan).
Siapa menyangka bahwa
ternyata Daendels mendarat pertama kali di Anyer tanpa pengawalan yang berarti.
Konon kabarnya Daendels hanya ditemani seorang ajudan. Daendels berangkat
secara diam-diam di bulan Maret 1807 setelah mendapat perintah langsung dari
raja Belanda saat itu, Louis Napoleon yang masih merupakan saudara Napoleon
Bonaparte. Keberangkatannya yang sembunyi-sembunyi ini dilakukan supaya tidak diketahui
oleh pihak Inggris, karena keberangkatannya ke Pulau Jawa ini mempunyai misi
untuk mempertahankan Jawa dari serangan Inggris. Daendels berangkat melalui
Paris, kemudian ke Lisbon dengan menaiki kapal Amerika setelah mengubah namanya
menjadi H.W. van Vlierden. Dari Lisabon berlayar menuju Pulau Kanari dan selanjutnya
menuju Pulau Jawa. Daendels mendarat di Anyer, dan menuju Batavia melalui
perjalanan darat untuk menemui Gubenur Jenderal yang berkuasa saat itu. Pada
tanggal 14 Januari 1808, Daendels menerima tampuk kekuasaan sebagai Gubenur
Jenderal Hindia Belanda yang baru.
Terlahir sebagai putra dari
Burchard Johan Daendels, seorang walikota (sebagian sumber menyebut sekertaris
walikota), dan Josina Christina Tulleken. Sebelum menjadi tentara, Daendels
mempunyai banyak pekerjaan. Awalnya dia bekerja di perusahaan manufaktur batu
bata sambil menyelesaikan kuliah di bidang hukum tahun. Menjadi pengacara di
Hattem pada tahun 1781. Daendels juga tergabung dalam kelompok politik,
mendukung kelompok Patriot yang dan memimpin pergerakan kaum Patriot menentang
kelompok Orange (kelompok pendukung William V, Pangeran Orange). Tahun 1787
Daendels ikut dalam peperangan melawan tentara Prusia yang menyerang Belanda
untuk mengembalikan kekuasaan William V. Daendels kemudian lari ke Perancis,
setelah kelompot Patriot berhasil dipukul mundur.
Siapa yang menyangka
ternyata sang Gubenur Jenderal yang kejam ini memiliki kisah cinta yang mirip
dengan Romeo & Juliet. Adalah Alieda Elisabeth Reinera, putri dari pasangan
Constantius Vlierden dan Petronella Geertruida Greve, yang membuat Daendels jatuh
cinta. Namun kisah cinta mereka terhalang karena suhu ketegangan meningkat
antara partai patriot dan partai orange. Dimana Daendels merupakan pendukung
partai Patriot yang dianggap sebagai kelompok pemberontak, sedangkan Alieda
datang dari keluarga yang merupakan tentara sejati, pendukung partai Orange.
Daendels dipanggil pulang
dan kekuasaan diserahkan kepada Jan Willem Janssens. Banyak pejabat yang tidak
suka dengan aturan yang diterapkan Daendels. Mereka membuat laporan bahwa
Daendels memperkaya diri sendiri dan memberlakukan kerja rodi dalam pembangunan
Jalan Anyer – Panarukan. Daendels sendiri melaporkan langsung ke Perancis,
sehingga bukti-bukti semua aktivitasnya banyak tersimpan di Perancis. Sedangkan
di Belanda, banyak informasi yang menyudutkannya, sehinggaDaendels dianggap sebagai biang penyakit.
Di Gold Coast, Daendels
mencoba menata ulang koloni perkebunan orang Afrika yang bobrok. Di Gold Coast,
Daendels juga berambisi menghubungkan jalan antara Elmina dan Kumasi di
Ashanti. Pemerintah Belanda memberikan bantuan dan menyediakan budget untuk
rencana proyeknya yang sangat ambisius. Dilain pihak, Daendels juga melihat
peluang bahwa penunjukannya sebagai Gubernur Jenderal Gold Coast adalah
kesempatan untuk membangun monopoli bisnis pribadi. Hanya sayang, sebelum
rencananya terlaksana, Daendels harus menyerah pada malaria yang akhirnya
merengut hidupnya dari dunia fana ini.
Pendaratan Daendels Pertama Kali di Pulau Jawa
Foto via Wikipedia |
Mega Proyek Ambisius Jalan Anyer – Panarukan
Ada cerita bahwa Jalan
Anyer – Panarukan yang terbentang sepanjang kurang lebih 1.000 kilometer ini
sesungguhnya bukan membangun jalan baru secara keseluruhan, tetapi membangun
jalan untuk menghubungkan jalan-jalan yang telah ada sebelumnya. Jalur Anyer –
Batavia, menurut het Plakaatboek van Nederlandsch Indie jilid 14, sudah ada
sebelum kedatangan Daendels. Sang jenderal hanya tinggal meratakan dan
mengeraskan jalan. Daendels mulai membangun jalan dari Buitenzorg (Bogor)
menuju Cisarua dan seterusnya sampai Pekalongan. Jalur Pekalongan – Surabaya telah
ada, karena tahun 1806, Gubenur Pantai Timur Laut Jawa telah menggunakan jalan
ini saat membawa pasukan dari Madura ke Cirebon. Peranan Daendels hanya
memperlebar jalan ini. Daendels kemudian memerintahkan pembukaan jalan dari
Surabaya hingga Panarukan yang menjadi pelabuhan ekspor paling ujung Jawa Timur.
Mungkin itu sebabnya jalan sepanjang 1.000 km, selain karena kedisiplinan,
sikap keras serta kekejaman Daendels, dapat diselesaikan dalam waktu 1 tahun,
yang pada waktu itu merupakan prestasi yang sangat luar biasa.
Tapi betulkan Daendels
mempekerjakan pribumi tanpa upah? Disebut dalam salah satu sumber dari Majalah
Historia, ternyata Daendels menerapkan sistem kerja upah. Direktur Jenderal
Keuangan saat itu, Van Ijsseldijk menyiapkan dana untuk upah pekerja dan
mandor, peralatan, dan konsumsi. Daendels menyiapkan dana sebesar 30.000
ringgit ditambah uang kertas dalam jumlah besar. Menurut berita dari Majalah
Historia ini, besarnya upah disesuaikan dengan beratnya lokasi. Konon kabarnya
ada bukti-bukti pemberian dana ke level prefek (setingkat residen) dari
pemerintah, kemudian dari prefek ke para bupati. Tetapi dari bupati ke para
pekerja, belum ditemukan bukti.
Daendels menjelaskan de grotte postweg. Foto via Historia.id |
Diberitakan pula saat
pembangunan jalan di daerah Sumedang yang medannya cukup sulit karena harus
membelah batuan cadas, Daendels memerintahkan komandan pasukan zeni Brigadir
Jenderal von Lutzow untuk mengatasinya, setelah mendapat laporan dari Pangeran
Kornel yang meminta pengertian Daendels atas penolakan para pekerja melanjutkan
pembuatan jalan. Bebatuan cadas pun digempur dengan tembakan artileri dan
berhasil diratakan sehingga pekerjaan dapat dilanjutkan. Daendels juga
mengundang semua bupati di pantai utara Jawa, pada Juli 1808 saat dana 30.000
gulden yang disediakan habis diluar dugaan. Dalam pertemuan di Semarang ini,
Daendels menyampaikan bahwa proyek pembuatan jalan harus terus berlangsung
karena kepentingan mensejahterakan rakyat. Daendels memerintahkan para bupati
untuk menyediakan tenaga kerja dan para pekerja yang bekerja untuk pembangunan
jalan dibebaskan dari tugasnya melayani bupati. Para bupati juga bertanggung
jawab untuk menyediakan segala kebutuhan pangan bagi para pekerja.
Diceritakan bahwa tujuan
pembuatan Jalan Raya Pos ini adalah untuk mempercepat informasi dan sebagai
upaya menghalangi Inggris dari merebut Pulau Jawa. Tetapi sepertinya ini bukan
alasan utama Daendels membangun Jalan 1.000 km ini. Melihat daerah-daerah yang dipilih
untuk disatukan melalui jalan ini, kepentingan ekonomi sangat kental terasa. Kenapa
dipilih Anyer sebagai titik awal dan Panarukan sebagai titik akhir?
Anyer pada masa Kesultanan
Banten sangat terkenal sebagai penghasil rempah-rempah. Banyak kapal pedagang
internasional singgal di Pelabuhan Banten Lama. Pada masa Daendels, Sultan
Banten diminta untuk mengerahkan rakyatnya untuk membantu pembangunan pelabuhan
militer di daerah Panimbang Pandeglang dan membantu pembangunan jalan di Anyer.
Banyak percabangan jalan dari jalan utama yang dibuat pada masa Daendels.
Jelas, ini untuk mempermudah pengangkutan rempah-rempah dari seluruh pelosok
Anyer untuk dikirim ke Belanda sebagai upeti. Demikian juga Panarukan yang
berfungsi sebagai pelabuhan ekspor. Manfaat dari pembuatan jalan ini adalah
produk-produk dari pedalaman semakin banyak dapat di angkut menuju pelabuhan-pelabuhan,
sehingga produk-produk ini tidak membusuk di gudang-gudang setempat. Contohnya
kopi dari pedalaman Priangan yang selama ini sering tertimbun dan membusuk di
gudang-gudang kopi di Sumedang, Limbangan, Cisarua dan Sukabumi. Kopi dapat
diangkut semakin banyak ke pelabuhan-pelabuhan di Cirebon dan Indramayu,
sehingga otomatis menggerakan roda perekonomian. Yang paling signifikan adalah
jarak tempuh perjalanan. Yang sebelumnya jarak Batavia dan Surabaya ditempuh
kurang lebih 40 hari, dengan adanya jalan ini dapat dipersingkat menjadi 7
hari. Tentu saja ini sangat bermanfaat bagi pengiriman pos yang kemudian oleh
Daendels dikelola dalam dinas pos.
Selain alasan ekonomi ini,
tentunya ada strategi militer dan politik. Saat datang ke Indonesia,
satu-satunya koloni Belanda yang belum jatuh ke tangan Inggris, Daendels
menyadari bahwa kekuatan Belanda tidak mungkin untuk menghadapi pasukan Inggris.
Daendels bertindak cepat, selain membangun jalan yang akan mempercepat
pengerahan tentara dari satu tempat ke tempat lainnya, Daendels juga membangun
rumah sakit-rumah sakit, pabrik senjata, pabrik meriam, sekolah militer, dan
benteng-benteng pertahanan.
Hmmm..., jadi sebetulnya
Daendels itu orangnya seperti apa yak? Di satu sumber disebutkan sangat kejam
sekali, disumber lain terlihat sisi humanisnya juga kepintarannya mengatur
strategi ekonomi, militer dan politik. Apa yang terjadi jika Daendels tidak
memerintahkan pembangunan jalan Anyer – Panarukan ini yak? Lah, kok tiba-tiba
saya sedikit kagum ya sama Daendels. Ups!
Kehidupan Herman Willem Daendels Sebelum Menjadi Gubernur Hindia Belanda
Herman Willem Daendels
lahir di sebuah kota di Belanda pada 21 Oktober 1762. Hattem nama tempat itu,
terletak di provinsi Gelderland, Belanda. Berjarak sekitar 81 km dari Amsterdam,
127 km dari Den Haag.
Dengan Krayenhoff, 1795. Foto via Wikimedia.org |
Daendels kembali ke Belanda
pada tahun 1794 sebagai jenderal dalam pasukan tentara revolusioner Perancis.
Daendels membantu politisi melancarkan 2 kali kudeta ditahun 1798 (Januari dan
June). Daendels mengajukan aplikasi 2 tahun cuti tanpa upah di tahun 1800,
setelah adanya invansi Anglo-Rusia di provinsi Noord-Holland, dan kembali ke Hattem.
2 tahun kemudian atas keinginannya sendiri, Daendels mengundurkan diri dari
tentara dan memutuskan menjadi petani di De Dellen, Heerde. Pada masa ini
Daendels tinggal bersama anak dan istrinya di De Dellen House.
Saat Belanda menjadi
kerajaan di tahun 1806, Herman Willem Daendels bergabung kembali dengan militer
setelah dipanggil Raja Belanda, Raja Louis (adik Napoleon Bonaparte) dengan
pangkat Kolonel Jenderal. Ia kemudian berhasil mempertahankan provinsi
Friesland dan Groningen dari serangan Prusia. Pada tahun 1807, atas saran
Kaisar Napoleon, Daendels dikirim ke Hindia Belanda sebagai Gubenur Jenderal.
Kediaman Alieda Daendels di Hattem. Foto via shothotspot.com |
Daendels menuju Hindia
Belanda dengan menggunakan nama samaran H.W. van Vlierden, yang tidak lain
adalah nama keluarga istrinya, Alieda van Vlierden.
Kisah Cinta Romeo & Juliet antara Daendels & Alieda van Vlierden
Foto via resources.huygens.knaw.nl |
Daendels membawa lari Alieda
pada suatu malam di bulan Agustus 1787, meninggalkan Hattem melalui sebuah
gerbang di tembok selatan kota, yang dikemudian hari gerbang tersebut dikenal dengan sebutan Daendelspoortje. Saat itu Alieda berusia 19 tahun. Mereka melangsungkan
pernikahan di Lage, Jerman, tanpa restu kedua orang tua. Dari pernikahannya,
mereka memiliki 15 orang anak, 5 diantaranya meninggal.
Daendels & Korupsi, Another Side of Herman Willem Daendels
Kedatangan Daendels sebagai
Gubenur Jenderal Hindia Belanda membawa dua misi utama dari Louis Napoleon,
yaitu membela Jawa dari serangan Inggris dan membuat pemerintahan bersih di
Hindia Timur. Yang harus dihadapi Daendels di Jawa, selain ancaman serangan
Inggris, juga ketidakefisienan serta korupsi dalam pemerintahan kompeni Belanda.
Bukan hanya menghubungkan desa-desa dengan Jalan Raya Pos, Daendels juga
menyusun kembali administrasi pemerintahan. Dibentuknya badan-badan seperti
kehakiman, perpajakan, keuangan, dan membuat undang-undang yang ketat. Daendels
melahirkan berbagai kebijikan untuk memberantas korupsi. Para pejabat negara
dilarang terlibat dalam bisnis perdagangan, tidak boleh ada suap untuk pejabat,
timbangan barang juga diatur, termasuk penetapan bobot minimum. Daendels juga
memberlakukan larangan penebangan kayu liar (ilegal logging). Penebangan kayu
jati di Utara Jawa Tengah dilarang. Di Semarang, Daendels mengeluarkan peraturan
untuk melestarikan hutan.
Daendels melarikan Alieda melalui gerbang ini. Foto via Wikiwand.com |
Korupsi dianggap sebagai
tindak pidana. Pegawai yang korupsi, menyalahgunakan aset negara akan divonis
dengan hukuman mati. Daendels berusaha menaikan gaji karyawan. Ia beranggapan
bahwa korupsi terjadi karena rendahnya upah. Para bupati diberikan sebidang
tanah sebagai gaji atas kesetiaannya pada Belanda yang pada zaman sebelumnya Bupati
tidak pernah mendapat gaji. Daendels membuat peraturan baru yang menyebutkan
pemberian gaji kepada semua pegawai, termasuk Bupati dan para staff.
Akhir Kisah Hidup Sang Gubenur Jenderal, Herman Willem Daendels
Almina Castle, tempat Daendels meninggal. Foto via ancient-origins.net |
Di salah satu sumber
disebutkan bahwa pemanggilan pulang Daendels ini sehubungan dengan rencana
penyerangan ke Rusia. Napoleon memerlukan seorang jenderal yang handal dan pilihannya
jatuh pada Daendels. Daendels ditugaskan memimpin kesatuan legium asing Perancis
(berisi tentara-tentara dari raja-raja sekutu Perancis). Saking pentingnya Daendels, Napoleon sendiri
yang menyambutnya dengan permadani merah di Istana Tuiliries, Paris. Daendels
kemudian bergabung kembali dengan tentara Perancis dan ikut serta dalam
penyerbuan ke Rusia. Setelah Napoleon dikalahkan di Waterloo, dan Belanda
kembali menjadi negara bebas, Daendels menawarkan diri berbakti pada Raja Willem
I. Sayangnya raja diliputi ketakutan bahwa Daendels akan menjadi pemimpin oposisi
yang membahayakan istana, karena track recordnya menjadi pemimpin kelompok
Patriot yang revolusioner. Di tahun 1815, akhirnya pemerintah Belanda menunjuknya
sebagai Gubenur Jenderal di koloni Belanda di Afrika, Gold Coast (sekarang
Ghana). Sekali lagi Daendels meninggalkan keluarganya menuju benua Afrika.
Daendels dikuburkan di Elmina, Ghana. Foto via engelfriet.net |
Daendels meninggal di
Elmina Castle (St. George d’Elmina). Jurnal Elmina hanya mencatat sedikit mengenai
penyakit Daendles. Dalam jurnal tersebut dituliskan pada tanggal 2 Mei, Daendels
meninggal, dan pada tanggal 3 Mei, jam 4 sore, jasad Daendels dikebumikan ditandai
dengan 15 tembakan. Daendels dikebumikan di central tomb, pemakaman Belanda di
kota Elmina. Alieda sendiri meninggal di Hattem pada tahun 1848, 30 tahun setelah kematian Daendels.
Hikmah Perjalanan Hidup Herman Willem Daendels
Begitulah dua sisi
kehidupan sang jenderal. Dicaci sekaligus dipuji. Dibenci di negerinya sendiri, tetapi menjadi kepercayaan Napoleon di Perancis. Entah yang mana yang benar.
Apakah Daendels memang sangat kejam seperti yang diceritakan dalam sejarah? Atau
Daendels masih memiliki rasa kemanusiaan? Hmmm..., kalau menilik romantisnya
saat melarikan Alieda untuk dinikahinya, mungkin sebetulnya Daendels adalah
pribadi yang hangat. Tapi Daendels juga merupakan pribadi yang tegas dan
enerjik, melihat bagaimana Daendels selalu terlibat dalam momentum-momentum
perubahan.
Belajar dari catatan sejarah
Daendels, saya jadi berpikir bahwa akan selalu ada dua pandangan, pro dan kontra.
Bisa jadi apa yang menurut kita benar, dimata orang lain belum tentu sama.
Begitu pula dengan atasan atau pemimpin kita. Bisa saja mereka membuat aturan
atau kebijakan yang kejam menurut kita, misalkan tiba-tiba kita dirotasi,
justru sebetulnya mereka ingin kita maju dan terus bergerak. Bisa jadi yang
menurut kita baik, mungkin ke depannya malah membawa kerugian atau malah
membuat kita terlena. Semua tergantung dari sudut pandang kita. Jadi komunikasi
dan keterbukaan adalah solusinya.
Referensi
1. Encylopaedia Britannica, www.britannica.com
2. Herman Willem Daendels - Rijksmuseum, Amsterdam, www.rijksmuseum.nl
3. Daendels biography, www.frenchempire.net
4. Historia, Daendels, Napoleon Kecil di Jawa, www.historia.com
5. Alieda Elisabeth Reiniera van Vlierden, http://resources.huygens.knaw.nl
6. Dutch cemetery, central tomb, Elmina, www.engelfriet.net
1. Encylopaedia Britannica, www.britannica.com
2. Herman Willem Daendels - Rijksmuseum, Amsterdam, www.rijksmuseum.nl
3. Daendels biography, www.frenchempire.net
4. Historia, Daendels, Napoleon Kecil di Jawa, www.historia.com
5. Alieda Elisabeth Reiniera van Vlierden, http://resources.huygens.knaw.nl
6. Dutch cemetery, central tomb, Elmina, www.engelfriet.net
Eh baru tahu kalo emang beneran dibayar. Tapi ma bupatinya mungkin ditilep hingga gak sampe rakyat. :(
BalasHapusKatanya sih dibayar berdasarkan beratnya lokasi Mak. Kalau menurut majalah historia rute Cisarua-Cianjur (10 ringgit perak per orang/bulan), Cianjur-Rajamandala (4 ringgit perak per orang/bulan), Rajamanadala-Bandung (6 ringgit perak per orang/bulan), Bandung-Parakanmuncang (1 ringgit perak per orang/bulan), Parakanmuncang-Sumedang (5 ringgit perak per orang/bulan), dan Sumedang-Karangsembung (4 ringgit perak per orang/bulan). Terus si pekerja juga mendapatkan beras dan garam.
HapusSaya ngga tau Mak, pada zaman itu 1 ringgit - 10 ringgit itu nilainya besar atau tidak. Sepertinya kecil yak? Hanya feeling saya sih, segitu kecil...hehe.
Kok ngefly sendiri sih saya bacanya :")
Hapusooo begitu.
BalasHapusIya begitu...ternyata menarik juga menggali-gali cerita sejarah. Banyak hal baru yang baru tahu. Katanya Sukarno kan jangan sekali kali melupakan jas merah..alias sejarah. Uhuk!
HapusTest commen, e ini dimoderasikah, td aku dah ngetik panjang xixi
HapusWah kisah daendels aleida ternyata mirip romannya shakespeare nih
BalasHapusAku jadi pnasaran, coba klo difilmkan pasti keren ni..kbayang pemainnya bakal pke gaun ala victoria gitu
Btw aku klo baca sejarah tentang perhindia belandaan rasane ngeri ngeri sedep, suka kebayang noni noni belanda hihi
Iya yak...model romantisme zaman dahulu. Saya juga ngebayangin gaun2 gede2 sama topi2 renda gitu ya. Di balik sisi kejamnya ternyata doi punya sifat romantis...
HapusNoni - noni belanda di gedung - gedung tua belanda yak. Iiih...ngebayanginnya ajah udah bikin merinding bulu kuduk. Haha...
Wah keren nih pembahasannya... Saya tertarik pas baca dia memberlakukan larangan penebangan kayu liar (ilegal logging) dan bahkan dari dulu saja dia sudah sadar lingkungan harus dijaga dan dilestarikan. Lepas dari motifnya dia apa, memang sih tokoh seperti mereka ini pasti ada sisi negatif dan positif...
BalasHapusBetul Mbak..setiap tokoh memang selalu ada sisi pro dan kontranya. Tergantung dari sisi mana kita mengambil sudut pandang. Tampang di luaran mungkin jauh berbeda dengan tampang di dalam hati. Jiaah..jadi inget drakor The Mask niy...bahwa manusia itu intinya selalu pakai topeng.
HapusHmm lengkap juga penyampaian ceritanya sangat jelas dan membuat saya puas untuk membacanya.
BalasHapusSalam kenal dari blogger ganteng.
Salam kenal juga blogger ganteng ... hehe.
HapusTerima kasih Mas...
saya baru dengar namanya Mbak dan baru tahu setelah baca postingan ini :( (kudet banget yah saya)
BalasHapusterimakasih infonya Mbak Levina, membaca tulisan ini saya akhirnya tahu :)
terimakasih ni, bisa tambah-tambah pengetahuan sedikit :)
BalasHapusAelah romantis bgt mbak :"")
BalasHapusCerita-cerita seputar memperkaya diri dan kekejaman Daendels itu adalah fitnah yang dilakukan para bawahannya yang anti Prancis. Ditambah dengan intrik kotor mereka agar Dendels cepat-cepat dicopot. Semakin lama Dendels di Jawa artinya mereka rela berada di bawah bayang-bayang kekuasaan Prancis. Padahal Daendels sendiri adalah orang yang tegas dan memperhatikan kesejahteraan serdadu tanpa peduli dari mana asalnya. Ketidak sopanan para serdadu Bumiputera dan penyimpangan para perwira Belanda/Eropa lainnya ia perhatikan serius. Ia menerapkan hukuman tegas kepada serdadu Bumiputera yang melecehkan tradisi Eropa dan pemerasan yang dilakukan para perwira Belanda/Eropa. Ia tidak bisa menerima tindakan indisipliner dalam militer Prancis-Belanda di Nusantara saat itu...
BalasHapusTernyata begitu ya, korupsi sudah ada sejak zaman dulu ya. Seperti mata pisau aja ya mbak, yang satu tajam, tapi sisi lainnya (belakang) tidak.Romantis juga ya Daendels ini.
BalasHapusparah... emg udah dari dulu, sekarang2 baru rame soalnya medianya lebih berani ekspos gak kaya dulu medianya pada ga brani
BalasHapusklo kata guru saya jangan pernah sekali2 kamu masuk kedalam politik, klo emg mau bersosial ya fokus kemakmuran rakyatnya
BalasHapusDaendeles mula-mula membuat jalan ditepi pantai seluruh Jawa, untuk pertahanan menghadapi Inggris. tentu saja jalan sederhana untuk pasukan kuda dan infantri dan merbaiki jalur yang sudah ada. tetapi setelah itu bikin jalan Bogor - Cirebon dengan motif ekonomi untuk ngangkut hasil bumi pakai gerobag jalan Bogor - cirebon inilah yang banyak makan korban karena medan berat dan jalan teknis untuk kendaraan
BalasHapusaku baru tau tentang jenderal daendels ini. Duuh aku emang kudet mbak -__- Makasih ya mbak sharingnya. ;))
BalasHapushmm...kalo membaca kisah gubernur daendels ini, saya tiba-tiba teringat dengan seorang gubernur di suatu provinsi. Mirip-mirip.
BalasHapusWah, ini mah baru kece Bu, sangat informatif, dilihat dari rujukannya, tidak diragukan lagi. Agak disayangkan kenapa referensi sejarah kolonial kita tidak selengkap ini. Dulu tak seperti ini yang Saya dapatkan dari guru sejarah. Neranginnya menggebu-gebu, namun ternyata masih banyak yang terlewatkan. Hadehhh. Terima Kasih Bu atas bag-bagi pengetahuannya.Salam Kenal
BalasHapus