Saat
browsing pantai-pantai yang ada di daerah Anyer, saya menemukan satu artikel
blog yang isinya kekecewaan si penulis yang datang ke salah satu pantai di
Anyer, bahwa tidak ada yang gratis di Anyer. Untuk hanya sekedar menikmati
deburan ombak pun katanya harus berbayar, dan pantai yang didatanginya tidak
seindah yang dalam bayangannya. Si penulis juga mengajak pembacanya untuk tidak
mengunjungi Anyer karena kekecewaannya ini. Banyak komentar yang isinya
memojokkan si penulis walaupun ada juga komentar yang berusaha netral. Setelah
membaca artikel tersebut, saya tertarik menulis ulasan apakah betul pantai di
Anyer sedemikian mengecewakan?
Hampir 15 tahun saya tinggal di
daerah Banten, rasanya baru beberapa pantai yang saya kunjungi di sepanjang
garis pantai Anyer – Labuan. Pantai Marbella, Pantai Karang Bolong, Pantai
Carita (ini jauh sebelumnya saya pernah ke sini, saat kuliah lapangan pas zaman mahasiswa), Pantai Tanjung
Lesung dan Pantai Pulau Peucang (masih dihitung Anyer deh, walaupun bukan
segaris dengan jajaran Pantai Anyer). Padahal pantai di Anyer sangat banyak,
sebut saja Pantai Sambolo, Pantai Jambu, Pantai Cibeureum, Pantai Tambang Ayam,
Pantai Karang Meong, Pantai Pasir Putih Florida, dan masih banyak lagi.
Pantai Anyer, 15 tahun lalu, kegiatan fitokimia jurusan Kimia FMIPA |
Nah, ceritanya sehabis dikurung nggak bisa keluar pagar karena tugas negara (cie, gayanya kayak pejabat penting saja), setelah handover pekerjaan, akhirnya kita memutuskan untuk keliling-keliling pantai di seputar Anyer, mumpung sudah dekat posisinya. Nah, dari sekian banyak pantai yang kita lewati, malah kita kebingungan mau ke pantai yang mana. Dan supir pun tidak mau kompromi, ngebut saja maunya, sehingga setiap ada tulisan pintu masuk pantai selalu kelewat. Pantai Sambolo terlihat dari jalanan sangat penuh, sehingga kami pun mengurungkan niat untuk turun di pantai ini. Padahal katanya Pantai Sambolo ini termasuk salah satu pantai favorit di Anyer. Sempat masuk di salah satu pantai, yang tidak ada penjaganya, karena pantainya kurang begitu sreg dengan keinginan kami, akhirnya kita balik lagi. “Ya sudah deh, ke Pantai Karang Bolong saja,” saya memutuskan.
Mendekati Pantai Karang Bolong, ada
spanduk bertuliskan Pantai Tawing Karang Suraga, pantainnya landai tanpa
karang. Hmmm, tulisannya spanduknya sih menggiurkan. Dan rasanya saya belum pernah masuk Pantai Tawing, jadi ingin mencoba melihat keindahan pantai yang satu ini. “Eh, pantai ini saja,” kata
saya sambil meminta suamiku untuk belok kanan ke pintu masuk Pantai Tawing. Di
pintu masuk ada pos penjaga dimana kami akan diminta untuk membayar tiket
masuk.
“1 mobil harganya Rp 70.000, Pak,” kata si petugas di pos tersebut sambil menyodorkan tiket. Ups, lumayan juga, saya pikir tadinya paling banyak Rp 50.000 untuk tiket masuk mobil.
These feet are ready to explore the beaches. Let's go girl, move! |
“1 mobil harganya Rp 70.000, Pak,” kata si petugas di pos tersebut sambil menyodorkan tiket. Ups, lumayan juga, saya pikir tadinya paling banyak Rp 50.000 untuk tiket masuk mobil.
“Lima puluh ribu saja yak, ngga
pakai karcis,” tawar suamiku, hihi, namanya juga usaha. Jangan dibilang maunya
gratisan yak.
“Teu tiasa Pak,” jawab si Bapak tadi
dalam bahasa Sunda yang artinya ngga bisa.
“Bagus ngga pantainya?” Tanya saya,
sambil menyodorkan uang Rp 100.000, dengan rasa penasaran seberapa bagus Pantai
Tawing Karang Suraga ini.
“Bagus Bu. Kalau mau melihat dulu
juga boleh,” jawab si Bapak sambil menawarkan untuk melihat dulu. Tapi saya
pikir, ya sudah lah, namanya juga liburan, harus bermodal dong.
Saung-saung di pinggir pantai Karang Suraga yang disewakan kepada pengunjung |
“Waaah!
Pantainya bagus bangeet!” Seru
ayahnya anak-anak hyperbolic.
Maksudnya menyindir, gara-gara saya nggak mau masuk pantai yang sebelumnya
karena saya bilang jelek. Ya, memang tidak seindah Pantai Tanjung Lesung yang mempunyai
hamparan pasir putihnya sih, tapi Pantai Tawing Karang Suraga menurut saya much
better dibanding pantai sebelumnya yang banyak karang dan pasirnya hitam.
Pasir Pantai Tawing relatif lebih putih dan landai, dan yang pasti tidak se-crowded Pantai Sambolo. Juga, sepertinya masih
sedikit yang datang ke pantai Tawing pada hari minggu ini.
Garis Pantai Tawing Karang Suraga, Anyer, Banten |
Deburan ombak Selat Sunda terdengar
cukup kencang. Ombak yang berlarian susul menyusul cukup besar mencapai bibir
pantai. Ombak yang besar cocok untuk berseluncur menggunakan
papan seluncur. Terlihat beberapa anak dan dewasa berseluncur di atas
papan busa, sepertinya mengasyikan. Di ujung sebelah kanan pantai, nun
jauh terlihat ada bebatuan karang besar yang menjorok ke luar, dengan bangunan
saung di atasnya. Mirip seperti pantai di Bali. Di dekatnya ada sebuah bangunan
hotel, tetapi pantainya menyatu dengan Pantai Karang Suraga ini. “Kita ke sana
yuk!” Ajak saya pada anak-anak. Pemandangan di ujung sana terlihat menarik,
cocok untuk berfoto ria. Pasirnya yang lumayan bersih dari sampah serasa penuh bisikan memanggil-manggil kaki untuk berjalan di atasnya. Di salah satu bagian pantai terlihat seorang ayah terlentang di pasir menyambut ombak yang datang, dan disebelahnya putri kecilnya asik bermain istana pasir. What a perfect scenery!
Untuk mencapai ujung kanan Pantai
Karang Suraga ini, ternyata kita harus melewati muara salah satu aliran sungai
yang berujung di pantai ini. Terlihat anak-anak desa berenang di aliran air
sungai dengan hati yang bebas dan riang. Dengan cueknya mereka berenang tanpa
mengenakan sehelai kain pun di badan. “Aiih, Ibuuu!!” Teriak Aisya, sambil
menutup muka dengan kedua tangannya saat salah seorang anak kecil naik ke
bebatuan dengan bertelanjang bulat. Saya tertawa ditahan melihat kepolosan anak-anak pesisir tersebut.
Anak-anak pesisir Pantai Tawing asyik berenang di Sungai Tawing yang bermuara di laut |
“Nggak
dalam,” jawab si anak, “cuma sebegini,” lanjutnya lagi sambil berdiri untuk
meyakinkan saya bahwa muara sungainya tidak dalam. Celana kuningnya yang
selutut terlihat sedikit di atas permukaan air. Kami pun menyeberangi muara
sungai tersebut, yang ternyata aliran airnya lumayan deras untuk ukuran Aisya
dan Azka. Anak-anak desa tadi kembali melanjutkan aktivitas berenang mereka,
sampai seorang ibu memintanya untuk menyudahinya, “cepat naik, airnya deras.”
“Ini sungai apa Bu, namanya?” Saya
menyapa ibu yang memanggil anaknya tadi begitu saya sampai di seberang sungai.
“Sungai Tawing,” jawabnya sambil tersenyum. “Di mana sungai ini hulu sungai ini
Bu?” Saya penasaran. “Jauh neng, dari gunung sana,” jawabnya sambil menunjuk ke
arah yang berlawanan dengan laut. Setelah mengucapkan terima kasih, kami
melanjutkan berjalan kaki menuju karang yang tadi kami lihat.
Menyeberangi Sungai Tawing menuju Pantai Karang Bolong, abaikan model yang gendut di tengah |
Lagi mencucut manyun, celana jeansnya kena rendam aliran Sungai Tawing saat menyeberang |
Sungai Tawing, aliran airnya berakhir di Pantai Tawing Karang Suraga |
Begitu kita mendekati karang
tersebut, terbaca pada sebuah sepanduk putih yang menempel pada dinding karang: Masuk Karang Bolong, Bayar Rp 10.000 per
orang. Oh, rupanya Pantai Tawing Karang Suraga ini berbatasan langsung
dengan Pantai Karang Bolong. Pemandangan di sini cukup bagus untuk sesi
foto-foto. Seorang bapak setengah baya mendekati kami, “kalau mau masuk Pantai
Karang Bolong bayar lagi Neng, Rp 10.000/orangnya.”
Pasir pantai yang terkena sinar
matahari yang mulai meninggi terasa panas di kaki. Saya dan anak-anak
mempercepat langkah kaki menuju tempat semula. Wah, kaki rasanya seperti kena
api, kami berlari secepatnya mendekati bibir pantai yang terkena ombak, dimana
pasirnya tidak terasa panas. Dari kejauhan, tumpukan buah kelapa seperti
memanggil-manggil untuk membasuh tenggorokan yang hampir kering. Akhirnya
sambil berteduh, kami memesan minuman dingin dan mengistirahatkan kaki yang
kembali terkena panasnya pasir pantai. “Duh, panas banget Bu, pasirnya
di kaki,” kata Aisya. Si Abang yang melayani tersenyum, “iya panas,” katanya,
“tapi orang Jakarta malah sengaja jauh-jauh datang ke sini mencari pasir panas,
malah buat terapi penyakit,” lanjut si Abang.
Perbatasan Pantai Tawing Karang Suraga dan Pantai Karang Bolong |
“Oh, masuknya memang dari mana,
Pak?” tanya saya, sambil melihat kemungkinan masuk dari arah karang sepertinya
tidak mungkin karena karangnya cukup tinggi. “Dari situ Neng,” katanya sambil
menunjuk ke arah pintu masuk kecil di belakangnya. Saya mengangguk, “nanti ya
Pak,” saya melanjutkan mengambil foto menggunakan LG G4 saya. Dan rupanya bukan
hanya saya saja yang tertarik mengabadikan keindahan tonjolan karang yang
menjorok ke laut ini. Banyak orang yang akhirnya berfoto dengan latar
belakangnya. “Foto-foto di sini juga bayar,” tiba-tiba suara si bapak yang
menawarkan masuk ke Karang Bolong tadi membuyarkan kegaduhan kami berfoto. Ups!
Bayar juga ternyata! Suasana menjadi hening, tapi saya masih saja
melanjutkan mengambil beberapa gambar. Segerombolan perempuan datang dan
sepertinya mereka tertarik untuk berpose di sini. Saat mau mengambil gambar, si
Bapak kembali mengingatkan bahwa mengambil foto di sini harus bayar. “Sebentar
ya Pak, cuma sebentar,” kata salah satu perempuan di rombongan tersebut, sambil
mengambil gambar, tidak mempedulikan omongan bapak tadi. Saya buru-buru pergi
dari situ, tidak jadi mau masuk Pantai Karang Bolong melalui pintu belakang.
Cepat-cepat ambil foto, sebelum ditagih bayaran untuk berfoto di sini |
Berlarian di atas pasir, seolah dikejar ombak di belakang |
“Oh, mungkin untuk melancarkan
peredaran darah kali ya,” jawab saya asal. “Bisa jadi Bu,” si Abang mengiyakan.
“Ini namanya Pantai Karang Suraga yak?
Kalau yang pantai di sebelahnya kiri apa? Kalau di kanannya kan Pantai Karang
Bolong.”
“Sama Bu. Karang Suraga itu kan nama
kampung di seberang jalan. Jadi sepanjang pantai ini ya Karang Suraga. Ibu bisa
bebas sepanjang pantai ini. Bisa juga ke Pantai Karang Bolong.”
“Lah, tadi masuk Karang Bolong harus
bayar Rp 10.000 per orang. Katanya batasnya Hotel Pesona Krakatau.”
“Oh, itu mah orang yang nyari
uang rokok Bu. Dikasih Rp 20.000 buat beberapa orang juga mau,” jawab si Abang.
“Ngomong-ngomong, di Anyer itu ada nggak
sih pantai yang gratis untuk umum?” Tanya saya iseng. Si Abang sedikit
terkejut, “nggak ada Bu. Soalnya
kalau pantai dijadikan tempat usaha, harus bayar pajak ke pemerintah. Jadi mau nggak
mau harus bayar untuk masuk pantai.” Saya manggut-manggut mendengar penjelasan
si Abang tukang kelapa ini.
Saya pribadi berpendapat,
pantai-pantai di Anyer ini sebetulnya jika dikelola dengan baik, mungkin akan
menarik dan bisa mendatangkan wisatawan lebih banyak, bahkan wisatawan
mancanegara. Ada yang bilang bahwa Anyer ini adalah Balinya Banten. Entahlah, tapi
satu hal yang saya lihat di Bali, setiap hari, bukan hari libur pun, Bali ramai
dengan wisatawan lokal dan mancanegara. Sangat mudah berpapasan dengan bule di
sepanjang jalan menuju Pantai Kuta. Saat ke Pantai Kuta, saya tidak ingat harus
membayar tiket masuk, atau mungkin karena saya masuk dari deretan pasar wisata,
jadi tidak dipungut bayaran? Ada juga pantai yang bisa diakses dengan gratis di
balik Discovery Shopping Mall, Kuta Bali. Walaupun bukan berpasir putih,
pantai-pantai ini cukup menarik karena memiliki keunikan tersendiri. Untuk
memasuki bibir Pantai Discovery Shopping Mall, kita menuruni tebing bebatuan,
dan terdapat amfiteater untuk sekedar duduk sambil menunggu matahari terbenam.
Bisa dibilang saya cukup terkesan dengan konsep design pantai terbuka ini.
Menentang ombak, memanggil angin |
Pasir Pantai Tawing Karang Suraga, di siang hari terasa sangat panas di telapak kaki |
Di Bali, ada juga yang berbayar,
tetapi fasilitas yang ditawarkan saya pikir cukup sepadan dengan ongkos yang
harus dikeluarkan. Bukan bermaksud membandingkan Anyer dengan Bali. Tapi saya
hanya sedikit berandai-andai jika pemerintah daerah Banten lebih mengembangkan
daerah wisata di Anyer. Sayang sekali, karena Banten mempunyai sejumlah tujuan
wisata yang menarik, seperti Mercusuar Cikoneng yang merupakan titik nol
kilometer jalan Anyer Panarukan; Komplek Banten Lama yang merupakan peninggalan
Kerajaan Islam Banten; Tanjung Lesung dengan pasir putihnya yang menawan; Pulau
Umang dan Pulau Peucang di ujung Barat Banten dengan pantai yang menawan;
kesenian khas Banten yang belum dieksplor secara maksimal untuk menarik minat
wisatawan; belum lagi dengan kuliner-kulinernya yang menggoyang lidah.
Saya pikir kita tidak mesti marah
ketika ada yang menyebut Anyer mengecewakan, ada yang bilang tidak ada yang
gratis di Anyer, pantai-pantai di Anyer kotor, harga makanan di Anyer mencekik,
dan sederet kekecewaan lainnya. Itu adalah pengalaman yang dirasakan
pengunjung, dan tidak semua pengunjung mempunyai pengalaman serupa. Ada juga
yang tertarik untuk datang ke Anyer lagi, karena buktinya setiap akhir tahun
jalanan menuju Anyer selalu macet total. Saya sendiri prefer untuk tidak ke Anyer di akhir tahun, karena saking macetnya. Tapi selain akhir tahun, saya suka pantai di Anyer.
Mau main Banana Boat juga ada. Lah, foto boatnya jauh banget yak |
Saya ingin mempromosikan wisata
Banten, karena saya merasa sudah menjadi bagian dari Banten. Saya ingin Banten
maju. Seperti halnya ketika saya
menghadiri Festival Tanjung Lesung di tahun lalu, saya ingin menuliskan gegap gempitanya Festival Tanjung Lesung. Sedikit terbersit kekecewaan
di hati saya mengikuti acara tersebut, walaupun terobati dengan indahnya Pantai Tanjung Lesung.
Saya menaruh harapan yang sangat besar bahwa Gubernur Banten, Rano Karno, dapat
memajukan pariwisata Banten. Saya pun tidak menutup mata bahwa perbaikan
infrastruktur jalan terus berlangsung. Menuju Anyer, kita tidak mesti melewati
Kawasan Industri Krakatau Steel saja, tetapi bisa melalui Jalan Lingkar Selatan
Cilegon yang merupakan tembusan keluaran Gerbang Tol Cilegon Timur. Bisa juga
melalui jalur Mancak yang dengan nuansa segar pegunungan, atau melalui jalur
Pandeglang. Jalanan sepanjang Anyer – Pandeglang juga sekarang cukup baik
walaupun ada beberapa bagian yang sedang dalam perbaikan.
Pantai Tawing Karang Suraga, paduan pantai yang landai dan karang yang kokoh |
Kembali ke Pantai Tawing, saya pribadi merekomendasikan untuk berlibur di pantai yang satu ini, walaupun berbayar. Saya pikir sebanding harganya, apalagi kalau 1 mobil isinya 10 orang, :). Dan, terakhir, saya
berharap Banten akan terus berbenah, membangun dan maju. Yuk berlibur ke Pantai Tawing Karang Suraga Anyer...
Waaah pantainya luar biasa banget. Duh jadi pingin ke sana juga.
BalasHapusAyo Mbak...ke sini...yuk
HapusSaya cenderung suka pantai tanjung lesung, bagedur, dan pulau umang...pantai sawarna lmyan bagus namun jaraknya itu lmayan jauh...panas terasa di bagian kursi hehe
BalasHapusIya, pantai-pantai daerah situ masih lebih alami yak.
HapusSetuju... daerah-daerah di banten memang harus dapet perhatian terutama akses jalan dan ini bagus untuk kemajuan roda ekonomi masyarakat Banten
BalasHapusAkses jalan ke arah Tanjung Lengsung terakhir sih lumayan sudah banyak perbaikan. Lebih enaknya lagi jika ke arah Anyer jalan untuk wisata terpisah untuk jalur industri. Duuh, kalau udah Lebaran dan Tahun Baru, maceeetnya minta ampun.
Hapus