Rengekan Azka & Aisya
"Ibu, pengen ke
AEON," rajuk anak-anakku. Sudah beberapa minggu terakhir ini mereka selalu
mengajak ke AEON, pusat pertokoan terbaru di Tangerang, yang diklaim sebagai
the biggest mall in Asia.
Entah mereka tahu dari mana
tentang AEON ini. Menurut kabar AEON ini merupakan mall berbau serba Jepang.
Katanya jika suka dengan kebudayaan Jepang, datanglah ke AEON mall, dijamin
terpuaskan.
"AEON bagus,"
kata uni, "tapi kurang bagus buat dompet."
"Coba deh ke taman malamnya
AEON, bagus," kata yang lain.
"Di AEON, suasana Jepang
banget. Makanannya pun begitu. Susah kalau makanan Indonesia."
Tapi tentu saja,
mengalaminya sendiri sensasinya, baru akan lebih percaya. Nah, liburan akhir
tahun ini, setelah melihat berita di TV kemacetan ke arah Bandung dan Bogor,
akhirnya kita putuskan mengunjungi AEON.
Seperti biasa, aplikasi Waze
membantu menunjukan jalan menuju shopping mall AEON. Walaupun sempat ngadat
beberapa kali karena sinyal lagi drop, akhirnya kita sampai di AEON mall.
Memasuki AEON, entah di pintu
sebelah mana, baru toko pertama sudah tergoda diskon sepeda. Akhirnya sepeda
lipat pun mendarat di bagasi mobil, yang ternyata hanya beda Rp. 250.000 jika
beli di Cilegon. Hehe. Diskon memang kelihatan bombastis 60%, 80%, 90%, tapi
mungkin ujung-ujungnya memang harganya sebegitu. Kata Aisya, kalau begitu kita
nyari diskon yang 100%. Haha, de, de, itu sih bukan diskon, tapi gratisan.
Masuk lebih ke dalam, kita
disuguhi pemandangan restoran yang kejepang-jepangan. Mempunyai bentuk mirip2
rumah di Jepang juga dengan tulisan kanji, entah itu kanji China atau kanji
Jepang. Sebelah kanan kiri dan belakang juga begitu. Kebetulan nih, perut sudah
keroncongan, saatnya cari makan! Eits, tunggu dulu! Langsung terlintas dipikiran,
ini halal tidak yak? Uuuh! susah juga mencari restorang padang di sini, lagi
pula harganya cukup menguras kantong. Paling murah harga 1 paket makanan
perorang Rp. 150.000, bisa dibayangkan dong kalau berempat, sekali makan Rp.
600.000, sudah begitu anak-anak pasti makannya sedikit. Duh, langsung deh
sebagai anggota iritarian mulai mengkalkulasi. Ada diskon sih dari kartu kredit
niaga sebesar 20%. Tetapi akhirnya kita putuskan untuk lebih berjalan ke dalam.
Area Food Culture - Lantai Dasar
Lantai dasar ini dipenuhi oleh
makanan. Seluas mata memandang semua berbau Jepang. Nama area ini adalah Food
Culture. Ada ramen, set bento, okonomiyaki, takoyaki, shabu-shabu dan
lain-lain. Di bagian food culture ini, konsepnya bukan restoran besar, tetapi
lebih ke arah kedai-kedai. Harganya relative lebih bersahabat. Aksesoris Jepang
bertaburan dimana-mana. Ada juga kuliner lainnya seperti shinlih yang menjual
food street ala Taiwan, ada juga makanan khas mexico seperti burito, yang
terperangkap ditengah-tengah makanan Jepang. Serasa berjalan di belahan dunia
lain, huruf kanji bertebaran dimana-mana.
Pilihan kita pun jatuh pada
kedai yang menjual gyoza.
"Gyoza ini enak," kata
temanku yang bersama-sama datang ke AEON, "di Bandung aku sering dibelikan
gyoza sama keluarga suamiku."
Penasaran dong seperti apa rasa
gyoza ini, apalagi yang beli antre panjang. Salah satu indikasi makanannya
banyak diminati. Saat mengantre tetap saja pikiran dipenuhi: halal, tidak
halal, halal, tidak halal. Sebelum saya mengurungkan niat untuk tidak membeli,
mata saya tertumbuk pada tulisan halal di depan kasih, juga gambar "no
pork". Lega deh, dan saya putuskan untuk tetap antre. Selain itu juga,
pelayannya mengenakan hijab, masa iya asal tempel logo masalah halal.
Saking antrinya, teman saya
nitip beli gyoza setelah sekian lama antri. Dan ternyata begitu sampai di depan
tempat order pun, tidak bisa langsung pesan, entah kehabisan apa. Setelah
menunggu, akhirnya order dibuka kembali. Saya pesan 1 set toyofuku, 1 mangkuk
yakisoba, dan 2 set gyoza (isi 12 biji).
"Gyozanya hanya boleh pesan
1 set, tidak boleh 2," jelas si mbaknya, yang kontan membuat saya shock.
Hellooow! Jualan kok dibatasi. Duh, masih bisa terima deh kalau dibatasi beli
2, tapi ini hanya boleh 1? Ya ampun! Saking larisnya menu yang satu ini. Dengan
berat hati saya pun menyetujui hanya memesan 1 piring gyoza. 1 set Gyoza isi 5 dihargai Rp. 19.000, sedangkan yang isi 12 harganya 38.000 rupiah.
Pesanan kita pun tidak langsung
jadi. Setelah saya memesan dan bayar, si mbak memberikan struk pembelian, uang
kembalian serta alat berbentuk mirip remote AC. Duuuh, apa pula ini? Cara
pakainya bagaimana? Mau nanya kok tengsin banget. Saya duduk menunggu pesanan
di meja yang tersedia sambil menatap alat itu. Apa mungkin nanti alatnya
berbunyi saat pesanan jadi, pikirku. Anak-anak dan suami saya juga bertanya apa
fungsinya alat itu? Saya pede saja jawab, "nanti bunyi kalau pesanannya
sudah bisa diambil."
Sekeliling area ini penuh dengan
kios-kios makanan serba Jepang. Di tengah-tengah tiap deretan kios terdapat
area makan yang cukup luas. Setiap orang bebas menempati tempat duduk dimana
saja, tidak terpaku pada tempat beradanya kedai. Terlihat orang lalu lalang
membawa makanan yang dibelinya sambil mencari tempat duduk. Ada yang membawa
bola-bola goreng mirip empek-empek adaan tapi ditusuk mirip sate. Glek...,
dimana itu belinya, apa namanya yak? Sumpah tergoda banget.
Tididit!Tididit! Alat itu
berbunyi. Lampu led merah pada alat panggil tersebut menyala merah. Ow, sudah
selesai rupanya. Saya menuju ke tempat pengambilan order, dan saya harus kecewa
karena baru 2 pesanan saya yang sudah siap. 1 pesanan lagi, Toyofuku set, masih
menunggu nasi matang. Ini toh yang namanya gyoza, pikir saya. Mirip dumpling
penampakannya, tetapi bagian atas sedikit kecoklatan seperti digoreng. Saya
penasaran untuk segera mencicipi gyoza ayam ini. Dan, hmmm...rasanya, cocok di
lidah saya. Azka dan Aisya pun tak mau kalah, begitu melihat emaknya bilang
enak, mereka langsung menyerbu gyoza di piring saji.
Tentang Gyoza, Penganan Favorit di Jepang
Apa sih gyoza? Di meja tempat
makan kita rupanya ada sedikit penjelasan tentang gyoza. Rupanya gyoza ini
adalah dumplingnya Jepang. Hanya saja sedikit berbeda pada cara memasaknya.
Jika dumpling China dimasak dengan cara dikukus, gyoza dimasak dengan semi
disteam dan digoreng. Itu sebabnya penampakan gyoza satu bagian berwarna
kecoklatan sedangkan sisi yang lainnya putih bening. Gyoza Jepang menggunakan
kulit pangsit tipis dengan isi daging dan sayuran. Gyoza cocok dimakan dengan
atau tanpa nasi.
Sejarah gyoza di Jepang sendiri
tidak lepas dari negeri China. Gyoza pertama kali hanya dinikmati oleh kelas
bangsawan Jepang di zaman Edo pada sekitar abad ke-17. Gyoza baru mulai populer
di masyarakat Jepang pada tahun 1945-an, sebelum berakhirnya Perang Dunia II.
Orang Jepang yang kembali dari daerah Manchuria, beberapa diantaranya membuka
restoran China dan menyajikan menu gyoza. Menurut cerita, sepasang suami istri
yang Jepang dan China menetap di daerah Shibuya dan membuka restoran yang
menyajikan menu gyoza rebus dan goreng pertama kali. Hanya saja gyoza rebus
kalah pamor dibanding gyoza goreng. Gyoza goreng pun mulai tersebar ke seluruh
Jepang.
All ABout Fashion Written in The Air
Setelah selesai mengisi
perut, kita lanjut berjalan-jalan melihat ke lantai atas. Ada beberapa lantai
yang harus dijelajahi. Lantai-1 banyak toko-toko yang menjual fashion branded,
seperti Uni QLO, Charles & Keith, ada entah merk apa lagi, saya sudah tidak
mudeng. Ada juga sih merk seperti executive yang terselip. Yang pasti harga
setelah diskon pun mahal-mahal. Sepatu diskon 50% saja harganya masih jutaan
rupiah. Tapi saya sedikit kagum juga, toko-toko ini penuh sekali dengan
pembeli. Charles & Keith pun diserbu pembeli, yang herannya saya kok merasa
Charles & Keith di sini mahal yak, tidak seperti saat ngubek-ngubek Charles
& Keith di Singapura. Atau mungkin karena harganya pakai dollar Singapura
yang bilangannya lebih kecil, jadi ngga kerasa yak? Di sini melihat harga pakai
rupiah, jadi nelen ludah juga. Hehe.
Saya juga merasa zaman
sudah bergeser jauh. Dulu waktu kuliah, boro-boro kepikiran beli sepatu harga
jutaan rupiah, kebeli McD sebulan sekali saja sudah mewah banget. Sekarang, anak-anak
muda beli barang jutaan rupiah kayak beli kacang goreng. Saya cuma bisa gigit
jari, busyet dah, duitnya kagak berseri. By the way, sepatunya memang empuk
sih, ada harga ada mutu kali ya.
Lanjut ke lantai diatasnya,
ada AEON mall. Mirip-mirip matahari, menjual berbagai macam fashion, aksesoris,
kerajinan, dan barang-barang lainnya. Buat yang senang barang-barang imut dan
lucu, disinilah tempatnya. Ada payung-payung Jepang lucu, tempat makan bento
imut, dan aneka aksesoris khas Jepang lainnya. Payung kecilnya dihargai Rp.
128.000/payung. Lucu sih, tapi saya ngga beli..hehe.
Ada juga kimono-kimono
lucu. Azka dan Aisya langsung saja berteriak pengen. Saya lihat harganya Rp.
350.000, tertera di label. Saya pikir murah nih kimononya (tepatnya yukata).
Soalnya saya beli langsung di Jepang Rp. 300.000 an waktu itu (titip saudara J). Tapi yang dijual di
AEON mall, obinya lebih bagus. Berbentuk pita besar yang kaku, jadi tidak usah
repot membetuk pita obinya. Anak-anak kesenangan saat saya bilang boleh pilih
satu-satu. Secara saya pun suka dengan motifnya dan warnanya yang bagus-bagus.
Saat milih-milih mana yukata yang obinya bagus, saya melihat label lain dibalik
obi (obi disatukan dengan yukata tapi terpisah dalam plastik kemasan sendiri-sendiri),
disitu tertera Rp. 700.000 an, makjeb. Saya bolak-balik yukata sebelahnya, yang
ternyata tertera label sama. Langsung saya berhenti memilih. Menggandeng lengan
anak-anak.
“Kenapa Bu, ngga jadi?” tanya mereka kebingungan. Saya cuma jawab
singkat dan pelan, “mahal ternyata. Mending titip Tante Lely saja nanti.” Tapi
sumpah, yukatanya lucu-lucu. Pantes saja bagus, harganya juga bagus. Xixixi.
Baju casualnya pun
lucu-lucu, tapi sayang saya tidak terlalu senang dengan baju. Saya lebih senang
baju yang girly-girly model baby doll dan berenda, yang lurus-lurus saya kurang
suka. Akhirnya gara-gara teman mencari pakaian dalam, mata tertumbuk pada
diskon 50% celana dalam set. 1 set (ada isi 3, isi 5) jatuhnya Rp. 19.900, saya
pikir lumayan murah, kualitasnya juga bagus. Akhirnya saya beli 4 set celana
anak-anak. Tapi, ampun deh, saat bayar di kasir, antrinya ngga nahan. Mau ngga
jadi sudah tanggung antri, mau jadi masih agak panjang di depan. Dan sepertinya
hanya saya yang beli yang murah meriah, hahaha. Ah, sebodo!
Tapi serius, barangnya lucu-lucu. Buat penggemar fashion bakalan seneng kayaknya belanja-belanji di sini.
Taiwan Street Food, Selera Saya Tak Jauh dari Makanan
Oya, di lantai paling
atas ada food court juga, sekaligus ada tempat untuk sholat. Tempat sholatnya
lumayan representative dan agak besar. Senengnya kalau pusat perbelanjaan punya
pemikiran menyediakan tempat sholat yang layak, jadi ngga mesti pusing mikirin
sholat dimana. Area food courtnya lumayan luas juga, namanya Food Festival. Di sini juga ada Ramen Village lho.
Turun ke lantai bawah
lagi menggunakan lift yang tersedia di dekat tempat sholat. Sempat jetlag juga,
disorientasi arah. Begitu keluar lift bingung, ini sebelah mana, jalan
keluarnya tadi dimana? Beda banget dengan area food culture saat awal kami
masuk. Kami melewati kedai Shinlih, yang menjual food street khas Taiwan.
Penasaran banget, yang beli sampai ngebludak. Saya minta tolong ayahnya
anak-anak membeli, sementara saya membeli roti di seberangnya. Eh, saya selesai
beli roti, ayahnya anak-anak balik dengan tangan kosong, “malas, antrinya
panjang,” katanya dengan wajah tanpa dosa, sementara saya gondok setengah
hidup, “lagian cuma kayak intip (sisa kerak nasi digoreng, di Banten namanya
intip), trus dikasih bubuk penyedap gitu,” lanjutnya lagi. Duh, sumpah, udah
pengen nangis rasanya, masa antri saja menyerah.
Saking penasarannya, saya
mendatangi kedai itu bersama anak-anak. Di kaca tertera tulisan halal dengan
logo MUI. Ah, lega. Yang penting itu dulu. Ternyata yang dibilang intip oleh
ayahnya anak-anak adalah daging ayam tipis yang diberi tepung bumbu,
mirip-mirip kranz di CFC, hanya saja, setelah digoreng, daging ayam tempura ini
dicacah menggunakan gunting dalam alat yang terbuat dari kaleng, berbentuk
persegi tetapi diujung yang satunya terbuka mirip contong, yang berfungsi untuk
memasukan cacahan daging ayam ke dalam kantung kertas. Setelah dimasukan ke
dalam kemasan, ditaburi bumbu yang diinginkan, misalnya barbeque, pedas, dan
lainnya. Saya sendiri akhirnya pesan jamur crispy dan plum potato. Jamurnya
yang dipakai adalah jamur yang panjang-panjang mirip lidi, dimasukan ke dalam
tepung kemudian digoreng, begitu juga dengan kentangnya. Jamurnya enak banget,
benar-benar renyah. Sedangkan plum potatonya, ternyata goreng ubi, tapi enak
juga sih. Hihi..., hilang sudah rasa penasaran saya. Maaf no foto, karena baterai handphone drop berat.
Setelah melewati
toko-toko itu, Azka bilang, “lewat sini Bu. Tuh, tadi kita lihat tulisan
Shabu-Shabu.” Katanya sambil menunjuk restoran makanan yang terhalang beberapa
tempat. Sepertinya diam-diam dia suka mengamati dan menandai tanda-tanda yang
dilewati. Akhirnya kami sampai ditempat awal. Rupanya kami dari arah yang
berlawanan dengan food culture yang awal. Saatnya balik ke rumah!
Saat keluar parkiran, ternyata ada yang terlewat. Hanya bisa memandangi dengan kecewa dari dalam mobil yang melaju perlahan. Sakura Iluminated Park! Saya lupa, teman ada bilang bahwa AEON punya taman sakura yang indah saat malam hari. Ah, rupanya itu tamannya. Indah juga sih, ungu dimana-mana. Eh, sakura apa lavender ya kalau ungu? Ah, whatever! Yang pasti bagus banget. Jadi pengen ke sini lagi kapan-kapan. Mudah-mudahan tamannya masih ada.
Oya, yang mau ke AEON Mall, alamatnya berikut ini yak:
AEON Mall BSD City
Jl.
BSD Raya Utama
BSD City, Tangerang 15345
Opening Hours: 10:00-22:00
Phone: (+6221) 29168585
BSD City, Tangerang 15345
Opening Hours: 10:00-22:00
Phone: (+6221) 29168585
kalo dateng ke mall ini harus siap2 dompet tebel ya.. hehe
BalasHapusngga sih mbak. asal iman kuat. xixi. kalo perlu ga usah bawa duit cash. kuat2 gemeretekin gigi ajah. kayak akuh. xixi.
Hapusudh berkali2 aku bujukin suami kesini, tp dianya msh males aja -__-.. maklumlah lumayan jauh dr rawamangun mba ;p... apalagi suami bukan pecinta makanan jepang, beda ama aku yg tergila2 ama semua yg berbau jepang ;)
BalasHapusWah, sama donk, ngefans sama yang berjepun-jepun ria. Salam kenal mbak.
HapusWih, AEON super lengkap, ya? :D Jadi pingin ke sana deh
BalasHapusLumayan besar sih, ukuran saya, hehe. Soalnya saya mah tahunya area Cilegon saja. Jadi AEON saya bilang lengkap...belum punya perbandingan sama mall2 Jakarta mbak.
HapusAku belum sempat ke AEON tapi katanya disana banyak jajanan enak dan unik. Wah baru liat ada pembatasan pesanan dan pakai remot segala. Kalo ke AEON pasti Gyozanya jd salah satu must-try food nih!
BalasHapusTheanandic.blogspot.co.id
Iya mbak, jajanannya lumayan banyak, especially Japanese Foods.
HapusGyozanya enak menurut saya. Hehe, saya ngga tau alatnya itu namanya apa yak, kayak panggilan bunyi bel listrik gitu.
Oalah ini toh yang dimaksud temenku AEON.. waaah lucu bin unyu-unyu barangnya. Pengen lah kapan-kapan kalo ada kesempatan kesana
BalasHapus