Standy By dekat Jamarat |
"Hajj! Hajj! La!"
petugas di ujung jembatan Muasim yang berdekatan menuju pintu masuk jamarat
lantai-3 berteriak-teriak mengusir jemaah yang bergerombol menunggu waktu
dhuhur tiba. Jemaah bergeser sedikit ke pinggir, tapi tetap saja diusir petugas
untuk segera memasuki jamarat padahal dhuhur pun belum tiba.
"Ssst, sembunyi tuh di pinggir damkar
dan ambulance," ujarku sambil menarik suamiku menuju ke arah samping dari
pintu terowongan. Jemaah lain digebah terus oleh petugas. Memang tidak boleh
ada penumpukan di satu titik karena nanti bisa menimbulkan hal-hal yang tidak
diinginkan.
10 menit lagi menjelang dhuhur. Duuh, 10
menit yang lama karena harus kucing-kucingan dengan petugas. Beberapa jemaah
mengikuti jejak kami berlindung di samping mobil pemadam kebakaran.
Aduuh...petugas melihat ke arah para jemaah menghilang di balik mobil pemadam
kebakaran. Tap! Tap! Tap! Langkah sepatunya terdengar menginjak concrete beton.
Deg! Deg! Deg! Jantungku berdetak kencang.
Duh, gara-gara salah perhitungan waktu nih,
aku membathin dalam hati. Terlalu cepat datang ke jamarat. Akhirnya begini,
dikejar-kejar petugas.
***
Terowongan Muaisim |
Sebagian besar jemaah sudah meninggalkan
tenda di Mina pada hari ke-2 tasyrik, atau pada tanggal 12 dzulhijah setelah
melontar jumrah ula, wustha dan aqabah. Suasana di tenda mulai kosong, hanya
tinggal beberapa gelintir orang.
Makanan di dapur umum melimpah, jika kita
mau dan ngga tahu malu, tinggal mendatangi dapur umum dan biasanya mereka di
dapur umum dengan senang hati memberikan makanan dan minuman jus serta
buah-buahan tambahan.
Kamar mandi umum pun tidak mesti berebutan
seperti kemarin-kemarin. Mau mandi, mau ada hajat pun bebas merdeka. Tidur pun
bisa pilih ditenda mana pun, karena betul-betul kosong. Jarang yang mau
bertahan sampai hari ke-3 tasyrik untuk mengambil nafar akhir.
Mengapa? Hmmm...salah satu kesulitannya
adalah kendaraan yang akan mengangkut jemaah dari Mina ke Mekkah. Pada
hari-hari tasyrik, melontar jumrah dilakukan ba'da dhuhur. Sehingga ketika
mengambil nafar akhir, kita harus memperhitungkan waktu, kalau tidak akan
ketinggalan bis.
Terkadang jadwal bis tidak sesuai dengan
waktu yang kita inginkan. Jika kita ingin melontar setelah jam 12 siang,
tentunya akan susah jika bis jadwal berangkat jam 10 pagi. Duh, pusing juga.
Gimana dong?
"Ya, udah paling jalan kaki pulang ke
Mekkah. Jadi pas lempar jumrah sekalian bawa koper biar ngga bolak balik,"
kata suamiku. Untungnya untuk ke Armina ini kita cuma membawa 1 koper kecil
yang bisa di seret.
Eskalator di dalam Muaisim |
"Woi, kita ngga jadi bawa tas langsung
saat lontar jumrah," Pak Jaksa yang satu rombongan dengan kita tiba tiba
menyeruak tirai tenda, "Ketua Kloter bilang, setelah negosiasi akhirnya
bis mau nunggu sampai jam 2 siang," lanjutnya lagi. Alhamdulillah...
Ada beberapa jemaah dari kloter kita yang
masih menunggu untuk melontar pada hari ke-3 tasyrik, termasuk ketua kloter.
Mungkin ketua kloter bernegosiasi supaya bis dapat menunggu setelah dhuhur.
Hmmm...berarti sekarang tinggal mengatur
strategi untuk menuju dan kembali dari jamarat. Seadainya pergi setelah dhuhur
pastinya tidak akan keburu. Paling cepat sekitar 45 menit-1 jam sekali jalan
melalui terowongan Muasim, itupun jika kondisi tidak terlalu banyak jemaah.
Alternatif lain pergi sebelum dhuhur. Tetapi jika terlalu awal juga menunggu ke
waktu dhuhur kelamaan. Biasanya untuk menghindari penumpukan, jemaah tidak
boleh berdiam berlama-lama. Para petugas sudah siap siaga untuk menghalau
jemaah yang berhenti.
"Harus perhitungkan waktu dong ya,
bagaimana caranya supaya tiba di sana mendekati dhuhur," gumamku,
"kira-kira berangkat jam berapa ya enaknya?"
1 jam sebelum dhuhur kami bersiap-siap
berangkat. "Yuk ayah cepetan!"
Suasana jalanan dekat mesjid Kuwait tidak
seramai hari kemarin. Teriknya matahari menyengat wajah, tapi tak menyurutkan
langkah para jemaah haji menuju terowongan Muasim. Jajaran bukit batu berdiri
coklat kekuningan di sepanjang perjalanan menuju terowongan. Kupasang masker
kain menutupi mulut dan hidungku dari terpaan debu dan pasir gurun.
Di antara terowongan |
Mendekati terowongan, jemaah harus berbelok
ke kanan terlebih dahulu menyusuri pagar kawat pembatas tinggi sebelum masuk
jalur terowongan. Sepertinya sengaja dibuat seperti ini agar tidak terjadi penumpukan
di mulut terowongan.
Tangki silinder air zamzam berderet di
beberapa tempat. Terlihat beberapa jemaah yang mengisi botol minumannya untuk
persiapan haus di tengah perjalanan. Ada beberapa jemaah yang juga langsung
minum dari keran air zamzam tersebut. Ya, begitu masuk terowongan tidak ada
lagi tangki air zamzam, jadi kita harus isi botol minum di sini untuk
antisipasi.
Terlihat remaja paruh baya menjajakan es
krim di mangkuk-mangkuk plastik kecil. Duh, es krim ditengah siang hari bolong
seperti ini membuat tenggorokan naik turun ingin menikmati rasa dinginnya.
Warnanya yang kuning terang dan topping whipping cream putihnya membuat mata
melirik sampai ke belakang. Glek! Enak banget sih penampakannya. Ah, pulangnya
harus beli!
Dari arah Mina, terdapat 2 pintu terowongan
besar. 1 terowongan masuk dan 1 terowongan keluar. Jalur masuk dan keluar
sengaja didesign terpisah untuk menghindari terjadinya bentrokan arus yang
pernah menimbulkan tragedi meninggalnya ribuan jemaah haji tahun 90 an.
Arab Saudi sebagai penjaga 2 kota suci telah
begitu banyak melakukan perbaikan fasilitas haji yang dapat mengakomodir jutaan
jemaah setiap tahunnya. Tidak terbayang, bagaimana mereka mengalirkan atau
mendistribusikan air zamzam dari Mekkah menuju Mina, sehingga di padang gersang
ini banyak tangki silender yang mengucurkan air zamzam tiada henti.
Blower besar |
Memasuki terowongan Muasim, rasa kagum
menyeruak di relung hati. Allah telah mangajarkan manusia teknologi canggih
untuk menerobos bukit batu sehingga bisa menjadi terowongan sebesar dan
sepanjang ini. Manusia saja sudah begitu kerennya menghasilkan masterpiece
seperti ini, bagaimana dengan pencipta manusia sendiri? Sudah pasti Maha
Segalanya.
Lorong panjang di hadapanku seolah tiada
berujung, tapi aku yakin jika berjalan terus akan ada secercah cahaya matahari
di ujung sana. Langit-langit batu setengah lingkaran di atas kepala berhiaskan
blower besar dan lampu di beberapa titik.
Whus...whus..hembusan angin dari blower
besar di atas kepala membantu mendinginkan suhu badan. Suara motor blower
menderu-deru memekak telinga. Jemaah yang berfisik kuat berjalan teratur di
pinggir kanan kiri eskalator berjalan, sedangkan yang kelelahan memanfaatkan
eskalator yang terbentang panjang di tengah terowongan. Hanya tinggal berdiri
dan biarkan eskalator membawa kita ke ujung terowongan. Tiap jarak tertentu
eskalator terputus untuk memberikan kesempatan bagi jemaah yang ingin keluar
dan masuk eskalator.
Sungguh, adanya eskalator membuat nyaman
para jemaah. Tetapi jalan kaki lebih cepat dibanding eskalator. Terlihat
beberapa jemaah yang buru-buru memilih menggunakan jalur jalan kaki dan jalur
kecil di pinggir terowongan. Ya! Walaupun nyaman, berjalan di lorong yang
seolah tanpa ujung sedikit ada perasaan ingin segera mencapai terowongan di
ujung sana.
Semangat menjadi berlipat begitu melihat
secercah sinar matahari di kejauhan, tanda ujung terowongan sudah dekat. 15
menit menit menuju dhuhur. Ah, masih cukup lama untuk menunggu. Jemaah hari
ke-3 tasyrik tidak sebegitu banyak kemarin-kemarin, sehingga perjalanan melalui
terowongan lebih lancar dari prediksi. Terlihat diantara jemaah yang bergerak
beberapa membawa tas, sepertinya mereka langsung menuju Mekkah setelah selesai
lontar jumrah.
Menunggu atau Kelelahan? |
Nunggu di mana ya? Kalau menunggu di jamarat
sudah pasti akan langsung di usir, ngga bakal nyampe 1 menit pun sudah harus
bergerak.
Kita pun terdampar di sebelah truk damkar
dekat pintu masuk jamarat, bersembunyi dari kejaran petugas. Yang pada akhirnya
tetap ketahuan dan kena usir.
Ketika orang-orang bersungut-sungut
meninggalkan truk damkar, maka sudut mataku menemukan persembunyian yang lain.
Di belakang truk masih ada tempat yang agak tersembunyi. Salah satu petugas
berkulit hitam dari ruangan yang terletak tak jauh dari truk-truk itu tersenyum
melihat kelakuan kami, duduk jongkok di belakang truk. Tapi tetap saja
ketahuan. Aduh tinggal beberapa menit menjelang dhuhur. Dengan terpaksa kami
berjalan menuju jamarat dengan perlahan. Tetapi sebelum memasuki jamarat kami
melihat turunan di sebelah kiri jalan. Tak jauh dari situ ada sebuah gedung
seperti hotel. Tak lama terlihat beberapa orang keluar dari gedung itu dan
menaiki kendaraan seperti mobil yang dipakai ditempat golf.
Dari Balik Pagar Kawat |
"Eh, kita turun ke bawah sana aja.
Nunggu di sana." Aku berbelok turun ke arah bangunan gedung itu. Tetapi
baru beranjak beberapa langkah, terlihat cerukan yang merupakan bagian dari
terowongan. Aku melirik ke dalamnya. Banyak juga orang-orang yang beristirahat
di dalamnya. Kebanyakan berkulit gelap, entahlah apa mereka ini jemaah haji
yang tidak mempunyai tenda atau sedang menunggu waktu dhuhur seperti kami.
Adapun bangunan seperti hotel itu sebetulnya
memang hotel, dan berisikan orang-orang penting, minimal orang berduit.
Terlihat dari dekatnya hotel dengan jamarat. Bahkan walaupun sudah dekat dan
dapat ditempuh dengan berjalan kaki, tetap ada fasilitas mobil pengantat ke
atas. Sayang waktu kami sebentar lagi, kami sholat dhuhur di samping pagar
hotel. Terlihat beberapa jemaah wanita India juga sholat di dekat kami.
Melontar jumrah hari terakhir berjalan
lancar walaupun harus kucing-kucingan terlebih dahulu. Sebetulnya apa yang
dilakukan petugas sudah betul, tidak memperbolehkan adanya penumpukan orang
yang akan mengganggu kelancaran lontar jumrah. Tetapi terkadang sebagian besar
dari kita malah mengomel-ngomel terhadap petugas-petugas ini yang telah
berupaya keras untuk melancarkan perhelatan besar yang dilaksanakan 1 tahun
sekali pada bulan haji. Padahal tugas mereka berat. Pemerintah Arab sendiri
telah melakukan berbagai perbaikan untuk menyambut tamu-tamu Allah. Terowongan
panjang dibuat senyaman mungkin. Air zamzam dialirkan ke area gersang ini.
Belum lagi sistem pengaturan keluar masuk jemaah melalui jamarat. Kondisi tugu
jamarat yang lebar dan dibuat beberapa tingkat memungkinkan jemaah melontar
jumrah dengan nyaman. Dan penjaga 2 kota suci itu adalah Arab Saudi, negeri
kelahiran Nabi Muhammad SAW.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar. Silahkan tinggalkan jejak, ya.
Follow my media social for any update of articles
Twitter: @mandalagiri_ID
Instagram: mandalagiri_ID